Kisruh persoalan Unija yang berawal dari soal administrasi bergulir ke ranah hukum. Kisruh internal tersebut kini menjadi konsumsi publik. Aksi saling tuduh, saling hantam, kini berlanjut pada saling lapor melaporkan. Masing-masing kubu berdalih ingin yang terbaik bagi kampus Cemara.
MataMaduraNews.com, SUMENEP – Babak demi babak persoalan keabsahan Yayasan yang menaungi Universitas Wiraraja saat ini, datang silih berganti. Yang terbaru soal surat Kemenristekdikti tentang siapa yang berhak mengelola Unija, disusul oleh kedatangan para pentolan Yayasan Arya Wiraraja ke Polres Sumenep untuk melaporkan Achmad Novel cs, sebagai bentuk reaksi dari aksi yang selama ini digulirkan para pihak terlapor.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Yayasan Aria Wiraraja dituding oleh kubu Novel sebagai yayasan yang ilegal sekaligus penyerobot aset Unija. Yayasan yang dibentuk pada 2006 tersebut didirikan untuk menggantikan Yayasan Universitas Wiraraja. Namun yayasan pengganti tersebut ternyata tidak terdaftar di Kemenkum HAM, seperti yang diamanahkan UU 16 tahun 2001 tentang yayasan. Sehingga dalam versi kubu Novel, Yayasan tersebut berstatus bodong. Alih-alih mendaftar, pengelola Unija justru membentuk yayasan baru dengan nama sama pada tahun 2010 dan mendaftarkan diri.
“Kami sudah cek ke kementerian terkait (Kemenkum HAM; red), di kanwil Jatim maupun ke pusat. Ya karena tak terdaftar berarti ‘kan tak berbadan hukum. Jadi yayasan yang dibentuk 2006 tersebut dianggap sampah,†kata Hasan Basri, salah satu anggota kubu Novel beberapa waktu lalu.
Hasan merupakan bekas dosen Unija yang pertama kali dipecat di awal merebaknya persoalan yayasan yang mengelola Unija ini. Karena Hasan merupakan dosen yang diperbantukan (DPK) oleh Kopertis (Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta) Wilayah VII Jawa Timur, posisinya dikembalikan pada yang memperbantukan.
Bukannya malah diam, Hasan justru terus aktif membeberkan bukti yang dianggapnya merupakan kebohongan Unija. Seperti tindakan Yayasan Arya Wiraraja, yaitu yayasan baru yang dibentuk lagi dan didaftar ke Kemenkum HAM pada 2010 itu, yang melikuidasi Yayasan Arya Wiraraja yang dibentuk tahun 2006.
“Yang 2006 itu tidak berbadan hukum, tapi dijadikan dasar alih kelola. Jadi likuidasi sekaligus penyerahan aset-aset Unija pada Yayasan Arya Wiraraja yang dibentuk 2010 itu tidak sah berdasar hukum. Ini namanya penyerobotan aset,†katanya.
Sehingga intinya, menurut Hasan, Yayasan yang berhak mengelola Unija ialah tetap Yayasan Universitas Wiraraja yang selama ini belum dilikuidasi dan justru ditelantarkan.
Yang diungkapkan Hasan lantas dibenarkan oleh Achmad Novel, rekan sejawatnya. Sejatinya menurut Novel pengelolaan Unija tetap di bawah kendali Yayasan Universitas Wiraraja. Baik Novel dan Hasan merujuk pada Surat dari Kemenristekdikti dengan tujuan Yayasan Arya Wiraraja yang bertanggal 22 Juni 2016.
“Di dalam surat yang berisi dua poin ini sudah jelas disebutkan bahwa ‘Universitas Wiraraja Sumenep tetap diselenggarakan oleh Yayasan Universitas Wiraraja’. Jadi bukan Yayasan Arya Wiraraja,†kata Novel sambil menunjukkan poin kedua dari surat bernomor 1313/C4/KL/2016, kepada Mata Madura, di kediamannya jalan KH Mas Mansyur Pangarangan.
Tak lama setelah turunnya surat tersebut, bola panas mendatangi Novel. Seperti halnya Hasan Basri, tiba giliran Novel yang disingkirkan dari Unija. Salah satu pengacara Sumenep itu dipecat dari posisinya sebagai dosen Unija pada 14 Juli 2016 lalu.
Pemecatan itu tertuang dalam Surat Keputusan Yayasan Wiraraja Sumenep Nomor: 104/SK/YAW/VII/2016, tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Pegawai Yayasan Arya Wiraraja Sumenep. “Dengan adanya putusan ini, konsekuensinya, semua hak yang melekat menjadi gugur. Bukan lagi bagian dari Unija,†kata Juru Bicara (Jubir) Unija, Sjaifurrahman pada media ini.
Menurut Sjaifur, dasar hukum pemecatan yang bersangkutan mengacu pada Peraturan Yayasan Arya Wiraraja Sumenep, Nomor 01/SK/PER-YAW/X/2015, tanggal 30 Oktober 2015, tentang Peraturan Kepegawaian Yayasan Arya Wiraraja Sumenep.
Novel yang berpangkat Lektor dengan unit kerja Fakultas Hukum Unija telah dianggap melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 8, ayat (4), (9), (10), (11), (12), juncto pasal 79 ayat (2) huruf b, c, f, juncto ayat 4 angka 1, dan angka 6.
“Surat pemecatan tersebut ditandatangi oleh Ketua Yayasan Arya Wiraraja, Sumenep, Kurniadi Widjaja, dengan tembusan Pembina Yayasan Arya Wiraraja, Kopertis wilayah VII Jawa Timur, Rektor Unija, Pembantu Rektor I, II, dan III. Selain juga kepada Ketua Dewan Kehormatan Dosen dan karyawan, Dekan Fakultas di lingkungan Unija, Kepala Biro di lingkungan Unija dan yang bersangkutan,†sambung Pembantu Rektor (PR) II Unija ini.
Mengenai mekanismenya, Sjaifur mengungkapkan jika proses pemecatan tersebut sudah dilakukan dengan proses panjang. Yakni dimulai dengan usulan dari fakultas yang dilanjut ke pimpinan fakultas.
“Prosesnya terus dilanjutkan oleh Dewan Kehormatan dengan melakukan sidang hingga 6 kali. Hasilnya, yang bersangkutan mengakui dan menyatakan terus terang apa yang dilakukan dengan sengaja dan sadar serta mengakui sebagai aktor intelektual,†terangnya.
Karena ada pengakuan, maka hasilnya diusulkan kepada Rektor Unija dengan tembusan Senat Universitas. “Ternyata, rapat senat universitas yang beranggotakan 18 orang (semua unsur), juga mengusulkan pemberhentian dengan tidak hormat,†terangnya. (R B M Farhan Muzammily)
Respon Surat Pemecatan dan Laporkan Novel, Selengkapnya baca di Tabloid Mata Madura Edisi 4/08 Agustus 2016!