Religi

Mengenal Jejak Kebangkitan Islam di Benua Eropa (1)

Renaissance, kebangkitan kembali yang dikobarkan masyarakat Italia hingga menyebar ke benua Eropa pada abad ke 16 M, tidak lepas dari konstribusi kejayaan Islam di benua Eropa pada abad ke 8 M hingga abad ke 12 M. Philip K. Hitti melukis, masa itu, peradaban Islam sangat unggul dan berpengaruh terhadap peradaban-peradaban negara lain.

Islam masuk ke benua ke Eropa berkat invasi Turki melalui Sisilia, (Andalusia) Spanyol dan penaklukan Balkan. Penaklukan negara Andalusia pada tahun 756 M – 1492 M di Semenanjung Iberia melalui Sisilia serta penaklukan wilayah Balkan terjadi pada kekhalifahan Utsmaniyyah. Kehadiran dan perkembangan Islam di Eropa kemudian berlanjut dari imigrasi besar-besaran umat Islam yang berada di negara-negara Islam menuju Eropa.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Umat muslim memasuki benua Eropa berawal dari permintaan bangsawan Gothia Barat, Graf Yulian yang sedang berkuasa di Geuta Afrika Utara. Dia minta bantuan Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara agar  membantu keluarga “Witiza” yang sedang menghadapi konflik dengan tentara Roderik yang waktu itu memberontak merebut singgasana keluarga “Witiza” pada tahun 710 M.

Permintaan itu disampaikan Musa kepada Khalifah Walid bin Abdul Malik di Damaskus.  Permintaan disetujui. Ratusan pasukan  pimpinan Thariq bin Ziyad  dikirim melalui kota Tanger yang menyebrangi selat Giblatar.

Pada tahun 91 H atau 710 M, pasukan Thariq bin Ziyad mendarat di Spanyol tepat di saat kekuatan dan konsentrasi pasukan Roderik sedang bergerak menuju wilayah Spanyol utara, hal ini dilakukan guna menghindari pemberontakan. Ketika semua kapal mendarat, dia memerintahkan membakar semua kapal agar  pasukan mengeluarkan segenap kekuatan dalam peperangan.

Srategi yang dilakukan Thariq bin Ziyad memberikan efek sangat besar dan bisa membakar semangat para pasukan. Perjuangan yang tak pantang menyerah mereka bisa menaklukkan benteng lawan walau pada saat itu jumlah musuh jauh lebih banyak dari pada pasukan kaum muslimin.

Pada suatu pertempuran di Kota Xeres, tentara Roderik banyak yang tewas, semakin memudahkan langkah pasukan kaum muslimin menaklukkan kota-kota selanjutnya. Kota demi kota bisa direbut, seperti kota Malaga, Cordova dan Toledo yang menjadi ibukota Gothia Barat.

Kabar keberhasilan Thariq bin Ziyad ini berhembus ke telinga Musa bin Nushair yang akhirnya ingin turut menyusulnya ke Spanyol dengan turut membawa pasukan sebanyak 10.000 orang.

Di kota Toledo keduanya bertemu dan sempat terjadi persilisihan, namun itu tidak terjadi lama karena bisa didamaikan oleh khalifah. Setelah damai, keduanya bahu-membahu melanjutkan perjuangan untuk menaklukkan kota-kota berikutnya seperti Saragosa, Casytylia, Arogan dan Barcelona hingga pegunungan Pyrenia.

Hampir seluruh Andalusia kecuali wilayah Glacia sudah berada dalam genggaman kaum muslimin hanya dalam kurun waktu 7 tahun.

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus, Andalusia dipimpin oleh seorang Gubernur dan diantara yang memimpin waktu itu adalah Abdul Aziz, yang tak lain adalah putra Musa sendiri.

Saat Bani Umayyah runtuh yang ditandai oleh berdirinya Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad yang dipimpin oleh Abdul Abbas As-Safaf. Semua keturunan Bani Umayyah dibunuh semua. Namun ada salah seorang keturunan Bani Umayyah bernama Abdur Rahman yang berhasil meloloskan diri dan kabur menuju Spanyol. Di sana dia membangun kerajaan Bani Umayyah kembali dan mampu bertahan cukup lama dari 193 H – 458 H atau 756-1065 M.

PERADABAN ISLAM DI EROPA

Kemegahan peradaban Islam, antara pertengahan abad 8 hingga permulaan abad 12 Masehi, telah mencapai puncak kejayaan. Pada masa itu ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban ini dipelopori oleh kedua Daulah Islam; Daulah Islam di Timur (Abbasyiyah) yang berpusat di Baghdad maupun Daulah Islam di Barat (Umayyah) yang berpusat di Cordoba, Spanyol.

Pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah, khususnya pada waktu Khalifah al-Ma’mun (berkuasa sejak 813-833 M), penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa Arab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah. Perpustakaan besar Bait al-hikmah didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun di Baghdad yang kemudian menjadi pusat penerjemahan dan intelektual. Sebuah perpustakaan yang sangat bagus yang tidak ditemukan dalam kebudayaan Eropa Barat. Para penerjemah di perpustakaan itu, mayoritas berasal daru kaum Nasrani dan Yahudi bahkan penyembah bintang. Mereka digaji dengan harga sangat tinggi.

Benih kebangkitan intelektual dan kebangkitan kultural Islam ditandai  lebih awal dengan kerja besar  melalui menerjemahkan buku-buku klasik yang berbahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin.

Buku-buku yang diterjemahkan adalah bidang kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botanika, optika, astronomi, dan filsafat serta logika. Banyak buku-buku yang diterjemahkan merupakan karangan dari Galinus, Hipokritus, Ptolomeus, Euclidus, Plato, Aristoteles, dan lain sebagainya. Setelah itu, kemudian dipelajari oleh ulama-ulama Islam. Meskipun karya-karya tersebut umumnya diterjemahkan secara literal, tetapi tampaknya dalam pengkajian, karya-karya yang mengandung komentar lebih disukai, karena lebih mudah dipahami.

Ulama Islam waktu itu, tidak hanya menguasai ilmu dan filsafat yang diperoleh dari peradaban Yunani kuno. Mereka juga mengkritisi karya-karya tersebut dalam bentuk penyelidikan dan penelitian dalam bidang filsafat dan logika.

Dengan demikian, lahirlah para intelektual Islam yang mengembangkan ilmunya di universitas terkemuka. Di antaranya Universitas Cordoba di Spanyol, al-Azhar di Kairo, dan Universitas an-Nidzamiyyah di Baghdad.

Geliat intelektual penerjemahan buku-buku klasik berlanjut di Universitas Cordoba dengan ikut menyertakan orang-orang non-muslim dari negara-negara Eropa lainnya dalam penerjemahan.

Ilmu yang pertama menarik perhatian khalifah dan ulama waktu itu adalah kedokteran. ‘Ali bin Rabbar al-Thabari, pengarang buku Firdaus al-Hikmah, adalah dokter pertama yang terkenal dalam Islam. Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M) yang terkenal dengan nama Rhazes pernah menjadi pimpinan rumah sakit terkenal di Baghdad. Kedua magnum opusnya dalam bidang kedokteran, kitab Athibb al-Manshuri dan al–Hawi diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

Selain itu, ada Filsuf Muslim yang dikenal dalam bidang kedokteran, yaitu Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Al-Qanun fi at-Thibb-nya Ibn Sina dan al-Kulliyyat fi at-Thibb-nya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dipergunakan selama ratusan tahun sebagai ‘buku wajib’ di  Universitas Eropa.

Ilmuwan Islam bidang astronomi dan aljabar, ada nama Alfaraganus (Abu Abbas Al-Farghani) dan Albattegnius (Muhammad bin Jabir Al-Battani). Buku al-Farghani tentang Ringkasan Astronomi diterjemahkan oleh Gerard of Cremona. Ada juga Umar Khayyam, yang menurut Philip K Hitti, kalender hasil karyanya lebih tepat dibanding kalender Gregorius. Teori Heliosentris ternyata juga sudah lama dikemukakan oleh Al-Biruni jauh sebelum Copernicus dan Galileo. Dalam matematika, ada nama Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi yang sangat masyhur.

Dalam optika dikenal nama Abu Ali Hasan bin Al-Haytsam dengan magnum opusnya Al-Manazib yang di dalamnya ia menentang Teori Euclid. Ia berpendapat bahwa bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan bukan sebaliknya. Dari proses pengiriman cahaya itulah timbul gambaran benda dalam mata.

Exit mobile version