Mpu Karangduwak atau lain nama Kiai Murkali bisa jadi asing bagi sebagian warga Sumenep dan Madura. Tapi, bagi para pecinta dunia pusaka (keris), Sang Mpu Karangduwak menjadi sosok legendaris penuh misteri. Gelar yang disematkan; Gung Macan memiliki cerita mistis sekaligus kaya nilai.
matamaduranews.com-SUMENEP-Al-Kisah; suatu waktu, Raja Sumenep pertama, Badrul Baidhawi, tahun 1254 M, sebelum Kerajaan Majapahit berdiri, mendapat gangguan macan gaib. Raja sadar. Macan jadi-jadian yang berkepala empat, selalu datang tiap malam Jum’at, ingin membunuh dirinya.
Raja melakukan sayembara. Pasukan andalan keraton, termasuk orang-orang sakti datang dari segala penjuru, tapi tetap tidak sanggup mengusir macan aneh itu. Tanpa duga, ada saran dari penasihat raja, lewat petunjuk mimpi, untuk mengundang seorang Mpu. Dengan harapan, macan kiriman itu takluk.
Maka diundanglah sang Mpu Karangduwak ke keraton. Raja Baidhawi mengutus para punggawa sambil membawa tandu kerajaan sebagai bentuk penghormatan, agar Sang Mpu bersedia hadir ke kediaman raja.
Sesampai di keraton, Sang Mpu Karangduwak, cukup mengibas rapek (pakaian dalam Mpu atau baju kerre, Madura, Red. baju perang), ke arah macan. Dan macan putih itu pun jatuh tersungkur.
Sang Mpu berhasil mengambil buntek (Madura, Red.) macan. Begitulah ihwal julukan Gung Macan.
“Rapek dan buntek macan itu, hingga kini, tersimpan di keluarga Sang Mpu,†tutur Suhardi, salah satu keturunan Sang Mpu Karangduwak, kepada Mata Madura.
Suhardi menerangkan, pasca tewasnya Macan putih jadi-jadian berkepala empat itu, Sang Raja mengundang sejumlah raja dunia sebagai tamu kehormatan. Salah satu tamu dari Mesir, merasa takjub dengan ketinggian ilmu Sang Mpu.
“Bahkan si tamu Mesir menyebut, Gung Macan alias Mpu Karangduwak, telah mencapai ilmu kewalian sangat sempurna,†terang Om Ndi, panggilan akrab Suhardi.
Bagaimana dengan Gelar Mpu?
Mpu dalam kamus besar Indonesia memiliki makna gelar kehormatan, berarti “tuan†atau orang yang sangat ahli (terutama ahli membuat keris).
Sang Mpu Karangduwak populer di dunia perkerisan Sumenep karena memiliki bukti hasil “cipta†berupa keris yang hingga kini masih ada di sejumlah kolektor keris.
Hasil “ciptaan†Sang Mpu Karangduwak akrab dengan sebutan Berema Batu, Berema Resi, dan Berema Tama. Tapi, Suhardi menolak jika produk “ciptaan†Sang Mpu Karangduwak sebatas di atas.
“Kalau masyarakat umumnya mengenal pusaka itu, saya katakan iya…Tapi, masih banyak produk “ciptaan†Gung Macan yang tidak diketahui banyak orang,†jelas keturunan ke-7- Gung Macan ini.
Bapak tiga anak ini menunjukkan kepada Mata Madura, keris yang bernama “Macan Poteh Karangduwak dan Si Jempol†sebagai bukti hasil “ciptaan†Gung Macan yang hanya dimiliki keluarga Gung Macan. Tidak beredar di masyarakat umum.
Termasuk Merah Delima yang populer sebutan MD, Akik Zaman, Batu Sulaiman atau Banyu Urip juga diperlihatkan kepada Mata Madura oleh Om Ndi sebagai bukti masih tak terhitung barang peninggalan Gung Macan alias Mpu Karangduwak di keluarganya.
Soal isi (khasiat) keris, Suhardi menyebut, rata-rata sama hasil “ciptaan†antar Mpu yang lain. Sebab, khasiat (isi) yang diberikan sang Mpu kepada pusaka (keris) berdasar keinginan customer (pemesan).
“Yang membedakan hanya kekuatan isi (khasiat) pada barang itu (keris, Red.). Sebab, tingkatan ilmu antar Mpu tidak sama. Apalagi, barang (pusaka, Red.) antara hasil “ciptaan†Mpu dan barang (besi, Red.) yang diberi khasiat (isi) oleh Mpu, jelas beda daya khasiatnya,†beber Suhardi.
Suhardi menolak jika pamor pada keris selalu menjadi acuan untuk menentukan isi (khasiat) keris. Dia mencontohkan, keris yang berpamor “Petangâ€, para pakar keris sepakat memiliki khasiat “kerejekianâ€. Ternyata pamor itu, juga memiliki khasiat anti cukur.
Suhardi menerangkan ihwal pamor pada keris karena sentuhan seni yang lazim di masyarakat waktu itu.
“Sebelum pamor melekat pada keris, para Mpu sebelumnya, membuat keris polosan, tanpa pamor. Jika, saat ini, pamor selalu menjadi rujukan untuk menentukan isi (khasiat), bagaimana dengan keris polosan atau keris yang tanpa pamor?,†balik tanya Suhardi dengan pemikiran anomali para pecinta keris saat ini.
hambali rasidi