PEREMPUAN merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang menghuni dunia, yang eksistensinya masih dinomorduakan oleh kaum laki-laki. Bagaimana tidak? Bila perempuan-perempuan yang ada di dunia, khususnya di negara tercinta Indonesia, masih lebih cenderung memikirkan hal-hal yang bersifat domestik saja. Terkadang, perempuan malah dianggap satu tingkat lebih rendah daripada laki-laki dalam hal memilih dan menentukan nasib serta dalam ketenagaan.
Dalam meningkatkan kualitas anak bangsa peran perempuan tidak banyak dibaca oleh publik. Padahal, jelas tak sedikit tokoh-tokoh perempuan yang telah mengharumkan nama baik negara dengan memperjuangkan kualitas diri dan mengajak para perempuan meningkatkan kreativitas serta kualitas intelektulnya demi bangsa dan Negara yang maju. Sebut saja R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan para tokoh perempuan terdahulu yang telah berjasa ikut serta memerdekakan Negara Indonesia. Kemudian dalam sejarah, Indonesia juga pernah mempunyai seorang pemimpin negara (Presiden) RI yakni Megawati Soekarnoputri. Posisi menteri pun banyak yang diduduki oleh para perempuan tangguh. Lihat saja tokoh perempuan tingkat dunia, Sri Mulyani Indrawati yang telah menjadi pemimpin Bank Dunia setelah ia menjabat sebagai menteri. Sedang di ranah yang lingkupnya lebih kecil lagi yang bisa dijadikan referensi dan contoh bagi para perempuan, yakni Tri Rismaharini yang menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Dengan membaca beberapa tokoh itu, sudah dapat dipahami dan disimpulkan bahwa sebenarnya perempuan juga turut berperan aktif mendorong dan memberi motivasi-motivasi yang sangat dapat membangun semangat juang anak demi kemajuan dan kualitas anak bangsa itu sendiri.
BACA: Menjaga Kesehatan Intim Wanita
Sejak masa bunda Kartini memperjuangkan kedudukan perempuan agar setara dengan laki-laki, maka sejak saat itu pula emansipasi bergulir. Emansipasi merupakan sebuah gerakan serta bisa pula disebut gebrakan bagi laki-laki agar memberi ruang seluas-luasnya bagi para perempuan yang bertujuan untuk meyetarakan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan yang bernama manusia yang memiliki hak, pangkat serta peran yang sama di hadapan Tuhan, Allah SWT tanpa adanya diskriminasi gender. Yang artinya setara atau diberikan secara adil pada perempuan dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara di sektor publik maupun sektor domestik. Memiliki porsi yang sama dalam pendidikan, sosial, ekonomi, hukum serta politik dan lainnya.
Kunci utama yang harus dimiliki oleh perempuan jaman now haruslah memiliki prinsip hidup yang kuat serta konsisten, merancang cita setinggi asa, memiliki keyakinan akan tercapainya suatu harapan masa depan yang disertai usaha atau tindakan yang mengarah pada tercapainya kesuksesan seperti yang dia ingin dan angan selama ini. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk itu. Pertama, meningkatkan kualitas intelektual diri yang bisa dilakukan dengan membaca buku sebanyak yang bisa dijangkau mata dan tangan, menuangkan pikiran serta argumen-argumen yang dapat dimunculkan dari hasil membaca dengan bertukar pikiran bersama teman sejawat, lalu menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kedua, menyalurkan ilmu pengetahuan yang telah kita serap dalam bidang apapun pada orang lain sebanyak-banyaknya selagi ilmu itu bersifat positif dan tidak merugikan diri, terutama orang lain. Ketiga, meningkatkan kreativitas serta skill (kemampuan) yang dimiliki dengan terus mengasahnya kemudian memanfaatkannya dengan baik, sehingga dengan skill yang dimiliki dapat menghasilkan sesuatu yang bersifat duniawi seperti halnya uang demi terciptanya kemandirian hidup. Sebab, perempuan mandiri bisa menjaga stabilitas hidupnya untuk selalu dalam kondisi apapun.
Dalam konteks agama, perempuan muslim juga mempunyai tiga hal penting yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan hidup. Pertama, dengan mewujudkan adanya persamaan dan keragaman, yakni sebuah konsep di mana perempuan tetap memerankan kualitas femininnya dengan baik. Bahwa kualitas pengasuhan, pemeliharaan dan cinta adalah merupakan fitrah perempuan yang berhak untuk mengaktualisasikannya di manapun ia berada di dunia publik. Maka, yang menjadi ukuran kehebatan perempuan dengan memakai standar maskulin (uang, status, kekuasaan) adalah tidak lagi relevan. Apabila situasi dan kondisi mengharuskan perempuan berkiprah di ranah publik, maka diharapkan aktualisasi kualitas femininnya dapat memberi warna tersendiri seperti halnya kebersamaan, saling peduli dan memelihara kesatuan dapat memberikan kepuasan yang hakiki.
Kedua, perempuan dapat menentukan skala prioritas dalam jenjang kehidupannya, bahwasanya perempuan muslim pada masa ia masih single, masih memiliki kebebasan dalam prioritasnya untuk mengekspresikan apa yang menjadi angan dan cita-citanya. Mengerahkan semua potensi kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosinya untuk meraih kesuksesan. Dalam posisi ini, perempuan memiliki posisi tawar yang besar untuk menentukan semua agenda yang akan ia lakukan. Oleh sebab itu, perempuan diharapkan mampu memanfaatkan masa emasnya untuk mengeksplor diri seluas-luasnya. Menjawab semua tantangan dan melakukan kerja yang bermanfaat bagi diri, keluarga, sahabat, masyarakat, serta bangsa dan negara. Namun pada saat berkeluarga, skala prioritas itu mengalami perubahan, bukan lagi untuk diri perempuan itu sendiri melainkan untuk suami dan anak.
Ketiga, membentengi diri dengan nilai mulia, yakni dapat menjalani hidup sebagai perempuan di era globalisasi. Nilai mulia itu terdapat dalam nuansa religi dan tradisi hidup masyarakat Indonesia. Karena sepatutnya sebagai manusia harus bersyukur dibesarkan di suatu negara yang masih mengagungkan nilai-nilai kesopanan, kejujuran, kebersamaan dalam agama serta tradisi sesuai dengan kiprah dan agama yang dianut. Karena seyogianya nilai-nilai itu tidak boleh hilang bahkan harus selalu dijaga dan dikembangkan agar dapat menjadi benteng bagi dirinya di tengah melunturnya nilai di era globalisasi ini.
Untuk mewujudkan itu semua menjadi nyata, dibutuhkan perempuan-perempuan bangsa yang memiliki semangat juang yang tinggi, perempuan yang memiliki keinginan untuk memerdekakan dirinya, perempuan yang berkeinginan untuk meniingkatkan kualitas dirinya agar setara perempuan yang kuat tak hanya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) namun juga kuat iman dan takwanya (imtak). Karena imtak yang kuat akan mampu menjadi benteng dalam kehidupan perempuan. Ambil saja contoh perempuan yang sudah berkeluarga, tak jarang kita temui perempuan yang menjadi penopang kehidupan keluarga, dan bahkan menjadi kepala keluarga bagi diri dan anaknya karena ditinggal cerai maupun ditinggal mati suaminya.
Penulis: Istiqlaliyah Maulidiyah (Mahasiswi Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep, Madura)