Site icon Mata Madura

Menteri Kelautan Akan Tinjau SHM Pantai Gersik Putih Sumenep

Protes Warga Gersik Putih

Penolakan warga Dusun Tapakerbau Gersik Putih adanya reklamasi pantai

matamaduranews.com-Viral SHM pantai Gersik Putih, Sumenep mengundang perhatian Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Itu setelah SHM dan HGB di Pantai Sidoarjo, Batam dan Tangerang jadi isu nasional.

Sang Menteri Kalautan berjanji akan meninjau penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di Pantai Gersik Putih Sumenep.

Seperti dikutip CNNindonesia,
Menteri Trenggono menegaskan akan segera menginvestigasi untuk memastikan legalitas dan dampak terhadap pengelolaan laut di wilayah perairan Pantai Gersik Putih Sumenep.

“Kita turunkan tim ke sana,” ujar Trenggono di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (23/1).

Menteri Trenggono menjelaskan bahwa kasus penerbitan sertifikat di wilayah perairan tak hanya terjadi di Sumenep. Sebelumnya, masalah serupa juga ditemukan di Tangerang, Batam, Sidoarjo.

Polemik wilayah pesisir laut yang memilik sertifikat masih terus berlanjut. Setelah wilayah Tangerang dan Sidoarjo, kini laut di Sumenep diketahui sudah memiliki sertifikat.

Namun tak seperti kedua wilayah tersebut, laut seluas 21 hektare di laut Sumenep telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).

Lokasi wilayah laut yang ber-SHM ini berada di Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. SHM ini tercatat dengan nama perorangan.

Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), SHM ini berada di Kawasan pantai laut Gersik Putih dan telah terbit sejak tahun 2009.

Sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tersebut atas nama beberapa orang dengan luas beragam.

Kasi Pendaftaran Hak pada ATR/BPN Sumenep, Suprianto, membenarkan bahwa wilayah laut di Gersik Putih itu telah memiliki sertifikat resmi sejak 2009.

Dia menjelaskan, proses sertifikasi itu dilakukan melalui ajudikasi dengan pengukuran lahan yang melibatkan pihak ketiga. Berdasarkan hasil pengukuran saat itu, lahan 21 hektare tersebut dianggap bukan laut.

“Itu bukan laut, tapi daratan yang tergenang air saat pasang dan terlihat kembali saat air laut surut. Nah kalau ada pihak yang merasa keberatan atau dirugikan, silahkan ajukan gugatan. Tapi SHM itu secara hukum tetap dinyatakan sah,” terangnya.

Namun, sesuai instruksi Kanwil BPN Jawa Timur, pihaknya segera melakukan inventarisasi ulang atas temuan lahan seluas 21 hektar yang telah memiliki SHM.

Kasus laut ber-SHM tersebut sempat mencuat di Sumenep pada 2023, ketika akan dilakukan reklamasi pantai seluas yang tertera pada sertifikat, yakni 21 hektare. Rencananya, akan dibangun tambak garam pada lahan bersertifikat perorangan itu.

Namun rencana itu mendapat penolakan keras dari warga Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih. Mereka adalah warga yang tinggal paling dekat dengan kawasan ber-SHM itu.

Warga Tapakerbau keberatan, karena selama ini lahan tersebut merupakan mata pencarian mereka sebagai nelayan. Apabila lahan tersebut direklamasi, maka nelayan setempat akan kehilangan penghasilan.(red)

Exit mobile version