Meski Diputus Kontrak, Pelaksana Proyek Pelabuhan Gili Iyang Serap Rp 6,5 Miliar

agustiono-sulasno-kadishub-sumenep
Kadishub Sumenep, Agustiono Sulasno. (Foto Ist Mata Madura)

matamaduranews.comSUMENEP-Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Sumenep, Agustiono Sulasno, menyebut, meski diputus kontrak kerja, kontraktor pelaksana Proyek Pelabuhan Gili Iyang, Dungkek, Sumenep sudah menyerap 45% dari nilai kontrak pekerjaan Rp 15.156.017.188,86 (Rp 15,156 miliar).

Dari hitungan Mata Madura, nilai kontrak Rp 15,156 miliar setelah dipotong PPn/PPh, PT Kolam Intan Prima sebagai pelaksana proyek berhasil menyerap anggaran sekitar Rp 6,5 miliar.

Sisa anggaran dari nilai kontrak itu, akan dianggarkan kembali lewat pembahasan RAPBD Sumenep 2021. Sebab, pekerjaan itu masuk DIPL (daftar isian program lanjutan).

Setelah putus kontrak kerja, tanggungjawab PT Kolam Intan Prima sebagai pelaksana proyek Pelabuhan Gili Iyang berakhir. Sehingga yang bertanggungjawab memperbaiki itu adalah pengguna anggaran (PA) yang akan memasukkan dalam perencanaan pekerjaan lanjutan di RAPBD 2021.

Menurut Kadis Agus, setelah putus kontrak kerja, pelaksana dikenakan denda perpanjangan waktu dan mencairkan jaminan pelaksana dari PT Kolam Intan Prima sebesar Rp 750 juta ke Kas Daerah.

“Karena putus kontrak, perbaikan kerusakan itu akan dilakukan dinas. Soal berapa kebutuhan anggarannya, ini masih dihitung oleh konsultan,” terang Agus.

Hingga berita ini diturunkan, CV Intishar Karya sebagai Konsultan Pengawas Proyek Pelabuhan Gili Iyang itu belum bisa dimintai konfirmasi terkait apa dan bagaimana pekerjaan proyek yang bersumber dari APBD Sumenep 2019 ini, bisa ambruk sebagian konstruksinya. Padahal, PT Kolam Intan Prima sebagai pelaksana baru diputus kontrak kerja pada akhir Februari 2020..

Kadis Agus menerangkan, penyebab sebagian konstruksi pelabuhan Gili Iyang yang kini ambruk akibat pekerjaan klep pengecoran sebagai pengikat dari precast (pra cetak) yang dihentikan pekerjaan oleh pelaksana.

“Bentangan beton pelabuhan itu ambruk akibat pekerjaan klep pengecoran sebagai pengikat dari precast (pra cetak) yang dihentikan pekerjaan oleh pelaksana,” terang Kadis Agus kepada Mata Madura, via WhatsApp, Selasa siang (9/6/2020).

“Seandainya, saat itu masyarakat tetap memperbolehkan pekerjaan pengecorannnya, insyaAllah kejadian ini (konstruksi yang mabruk, red.) tidak akan terjadi, mas,” tambah Agus.

Agus menyebut, item pekerjaan klep pengecoran yang tak dilaksanakan tidak masuk hitungan progres pekerjaan yang dibayarkan setelah pemutusan kontrak.

“Pelaksana saat itu masih bersedia melaksanakan kegaitan dimaksud. Karena dipaksa untuk berhenti setelah lewat masa perpanjang, pelaksana berhenti dan dilakukan putus kontrak sesuai harapan yang mempermasalahkan,”.

hambali rasidi

Exit mobile version