Oleh: Jazuli Muthar*
matamaduranews.com-Praktek uzlah yang dilakoni al-Ghazali adalah tetap berada dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Dalam sejarah hidupnya, uzlah al-Ghazali keluar dari dunia selebritas intelektual yang digelutinya, berpindah pada kehidupan Sufisme, sebuah praktek kesederhanaan hidup dan kosentrasi ukhrawi.
Karena itu, sebelum proses uzlah yang al-Ghazali praktekkan, seluruh kekayaan Al-Ghazali disedakahkan kepada para fakir miskin. Tersisa hanya untuk kebutuhan keluarganya. Sikap al-Ghazali ini memiliki makna dalam praktek uzlahnya, beban pikirannya tidak ingin diganggu dengan harta dunia.
Dari praktek yang dialami al-Ghazali, uzlah dimaksud adalah kosentrasi hati dan pikiran untuk selalu bersama Allah Swt. Berarti, si salik tidak harus menyepi dalam gua atau bertempat tinggal di desa yang jauh dari keramaian. Bisa jadi uzlah dimaksud al-Ghazali adalah sepi dari keramaian (seppe e rammena, Madura, Red.). Lain kata uzlah dimaksud keluar dari hiruk pikuk syahwat duniawi.
Dalam proses perjalanan uzlah, ketika al-Ghazali mencari guru Sufi, ia rela dan sabar menjadi pelayan di Khangah Samisatiyah (Padepokan Samisat di tepi sungai Eufrat) sebagai pekerja kasar yang bertugas menyapu dan membersihkan halaman sekaligus menyediakan kebutuhan para tamu di padepokan Samisat.
Apa makna kehidupan baru yang dijalaninya? Al-Ghazali sedang di uji oleh guru Sufi itu untuk mengukur sejauhmana egoisme yang melekat dalam dirinya jika ingin hatinya selalu bersama Allah Swt. Termasuk melatih sikap ikhlas. Al-Ghazali menjalani kehidupan barunya dengan sabar dan ikhlas. Ia tulus meninggalkan kebesaran dirinya sebagai orang kaya dan terhormat di hadapan masyarakat dan penguasa. Memilih ngabdi di padepokan Sufi demi ilmu sejati yang dicari.
Menurut al-Ghazali, praktek uzlah, pikiran salik hanya berorientasi kehidupan ukhrawi. Ketika pikiran tertuju atau terfokus pada ridho Ilahi, hati juga mengikuti pada kecondongan pada yang Satu. Hati kosong selain ingin selalu ingat asma Allah Swt. Ketika hati suci dari akhlak tercela, si salik, kata al-Ghazali, menapaki tangga berikutnya, yaitu menemui alam arwah, termasuk alam malaikat dan alam Nabi Allah Swt. Di tangga kedua ini, kata al-Ghazali, si salik akan berjumpa para arwah, para malaikat dan para Nabi Allah, dalam keadaan sadar. Karena buah dari capaian uzlah di tangga pertama.
bersambung…