matamaduranews.com-BANGKALAN-Rumah Advokasi Rakyat (RAR) bersama ratusan massa dari kalangan santri menggelar aksi demontrasi di kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bangkalan, Madura, Kamis (9/1/2020).
Koordinator aksi, Risang Bima Wijaya mengaku memiliki banyak persoalan di BPN Bangkalan. Dia menyebut sengketa tanah, sertifikat ganda pada bidang tanah yang sama. Termasuk banyak sertifikat tanah yang dibatalkan oleh pengadilan.
Risang menuding BPN Bangkalan penuh praktek gratifikasi pada proses penerbitan sertifikat. Banyak pungli pada proses sertifikasi. Serta dugaan perampasan tanah masyarakat kecil.
“BPN tempat Mafia Tanah, Maling Tanah, sertifikat hanya diselesaikan di Warung Makan Dewi Sri. Mental kalian adalah maling,” teriak Risang dalam orasinya.
Atas berbagai macam dugaan mafia tanah, BPN digolongkan pendemo sebagai kelompok jaringan mafia tanah.
Ditambah sejumlah tanah di Bangkalan banyak ditemukan ASN yang punya kenalan BPN cukup mudah untuk mengklaim tanah.
Risang bercerita dihadapan BPN, ada tanah sudah bersertifikat sejak 30 tahun yang lalu. Sejak saat itu mereka hidup damai tanpa adanya gangguan dan gugatan dari pihak manapun.
Namun, status tanah mereka kini direbut sekelompok oknum yang mengaku sebagai ahli waris dengan dukungan BPN.
Akan tetapi, di tengah persoalan yang sedang mereka hadapi, BPN Bangkalan justru menerbitkan sertifikat atas nama Moh Yakub dan dijual kepada Charlie saat ini dijadikan gudang Aqua.
Kasus penerbitan sertifikat 2013 lalu tanah di akses Jl. Halim Perdana Kusuma, Bangkalan, itu bukan pemiliknya. Itu adalah hasil mavia tanah di BPN dan oknum tertentu.
Permohonan pengukuran tanah untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah oleh kelompok yang mengaku sebagai ahli waris. Menurut mereka, tindakan yang dilakukan BPN Bangkalan sangat tidak adil.
“Pihak BPN memproses pendaftaran sertifikat tanah yang diajukan kelompok perampas tanah,” teriak pria berambut gondrong ini.
Risang mengungkap kembali kasus, sertifikat yang sudah 60 tahun baru diperbarui 2019, ketika pemilik mau memecah tanah BPN beralasan tidak bisa bisa dipecah, tiba-tiba meminta sejumlah uang.
“Apa itu bukan rampok namanya,” teriak Risang di hadapan masa aksi.
Dugaan proses penerbitan sertifikat ada lagi di daerah Telang, Kamal. sertifikat lama ditindih dengan sertifikat baru, itu terjadi di Bangkalan.
“Itu kalian wajah-wajah Rampok tanah, momok yang menakutkan bagi para pemilik tanah di Bangkalan, Sehingga baik warga merasa tidak nyaman karena tanahnya dicuri,” tegas Risang sambil menunjuk pada pegawai BPN yang duduk di depan kantor.
Ada lagi, mengurus sertifikat tapi tidak pernah jadi, cuma persoalan duit.
“Satu bulan terakhir saya bolak-balik, lewat notaris pun sudah, enggak pernah bisa diproses, ini sudah sangat keterlaluan, bagaimana dengan masyarakat biasa yang tak mampu, tak punya power, nggak akan jadi sertifikat itu,” bebernya.
Menurut Risang, banyak ditemukan surat kuasa palsu, tim peneliti palsu, alamat pemilik tidak ada.
“Surat kuasa ditandangani oleh KTP palsu. Setelah itu bilangnya BPN ada tim peneliti. Tiba tiba jadilah sertifikat yang diselesaikan di hanya sekedar di rumah makan,” sebut Risang.
“Diukurnya kapan, tidak tau. Tiba tiba jadi sertifikat, dengan hanya ditukar dengan wanita penggoda,” imbuh Risang.
Lucunya lagi, risang menuding tentang Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), masyarakat tidak dibebankan biaya alias gratis. Hanya ada biaya materai dan administrasi dari program yang kini disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) itu.
“Di Bangkalan semua harus bayar, ada uang baru proses dipermudah, telek semua itu orang BPN, kalian tunduk pada uang, bukan aturan dan pelayanan,” teriak Risang.
Sementara, bidang pengendalian BPN Bangkalan Syaifudin Aladin menjelaskan, dirinya sesuai aturan dan bekerja profesional.
“Jika program PTSL itu memang ada yang harus dibiayai pemerintah dan biaya sendiri itu ada porsinya masing-masing,” kata Syaifudin saat diwawancara awak media.
Syaifudin jelaskan, jika kasus tanah di Jl Halim Perdana Kusuma itu, yang saat ini jadi gudang Aqua itu awalnya adalah hak garap yang berawal dari turun temurun.
Dikatakan, Yakub adalah pemilik hak garap itu, dan selama disertifikat dari 2013 sudah dijual pada Charlie.
Selama 6 tahun sudah dipakai Charlie. Luas dari tanah itu 3561 meter, terbit pertama tahun 2013 atas nama Moh Yakub. Kemudian dijual ke Charlie tahun 2013.
Syaifudin bercerita jika kasus itu sudah lama, sempat digugat di tata usaha Negara, tahun 2016 dan 2017. Tapi gugatan itu tidak diterima di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Putusan itu turunannya bulan Maret 2018. Saat ini digugat lagi oleh Kyai Imam Buchori di PN Bangkalan dengan gugatan tahun 2019,” tambahnya.
Jadwal sidang hari ini (Kamis) dengan jadwal medias. Kesepakatan hari ini sebelum aturan PN Bangkalan menindak lanjuti ke pokok permasalahan harus ada mediasi.
“Jadi tanah garap jadi sertifikat itu berubah nama jadi Charlie. Terus ada kerjasama dengan PT Aqua tadi itu, entah sewa atau bagaimana saya tidak paham,” tuturnya.
Syaiful, Mata Bangkalan