Berdasarkan vidio kejadian yang beredar kala itu, tindakan polisi yang terus melakukan penembakan saat Herman sudah tidak berdaya, sudah tersungkur ke tanah, menurut saya, telah memenuhi unsur Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan Terhadap Nyawa.
Unsur kesengajaan dalam merampas nyawa orang lain sebagaimana bunyi pasal tersebut, menurut saya, terpenuhi: subjek polisi yang menembak dalam keadaan sadar; subjek polisi yang menembak juga sadar jika senjata api yang digunakan dapat membuat orang meninggal dunia; kondisi korban Herman telah lemah dan tersungkur ke tanah, tapi polisi masih terus menembak Herman saat dalam kondisi tersebut.
Selain Pasal 338 KUHP, ada Pasal 359 KUHP yang mengatur soal kealpaan dan/atau kelalaian. Jadi, Polisi yang melakukan penembakan, selain diduga melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 338 KUHP tetang Kejahatan Terhadap Nyawa, juga patut diduga melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 359 KUHP tentang kealpaan. Tindakannya pun saya rasa telah memenuhi unsur pasal ini.
Jangankan dengan sengaja melepaskan tembakan yang bisa melukai dan merampas nyawa, menyetir kendaraan bermotor di jalan kemudian tanpa sengaja menabrak orang dan orang yang ditabrak meninggal dunia, yang menabrak dapat dijerat sesuai Pasal 359 KUHP sebab kealpaan dan/atau kelalaian.
Keputusan Majelis Etik Polda Jatim yang telah memberi sanksi etik kepada para penembak Almarhum Herman harus dilanjutkan dengan pemeriksaan dalam dugaan tindak pidana sebagaimana saya jelaskan tersebut.
Sebab, dalam dugaan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 338 dan Pasal 359 adalah delik umum, maka polisi langsung bisa memprosesnya tanpa memerlukan laporan terlebih dahulu sebagaimana prasyarat dalam pasal yang masuk rumpun delik aduan maupun delik aduan absolut.
Jika representasi Civil Society seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan warga Ganding terus “bersuara” sebagaimana demonstrasi Senin (30/05) lalu, maka, maka perkara ini, dalam konteks dugaan tindak pidananya, tidak menutup kemungkinan juga akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sebab, kita semua sama di depan hukum sebagaimana asas “equality before the law” dan asas universalitas di dalam hukum pidana. (*)