
foto/jatimmandiri
MataMaduraNews.com–JATIM- Polemik pelantikan camat di Bangkalan ternyata sampai juga di telinga Gubernur Jatim, Soekarwo. Hanya saja, Pakde Karwo-panggilan akrabnya-mengaku masih belum mengerti utuh soal camat yang dilantik di duga dinilai melanggar UU 23/2014 Pasal 224 ayat 1, 2 dan 3.
“Memang ada laporan terkait masalah tersebut (pelantikan camat, red.). Tapi saya belum cek materinya. Pada hakikatnya, peraturan dan undang-undang itu (syarat dan kualifikasi camat, red.) yang akan kami jadikan pegangan. Pengangkatan camat harus sesuai aturan. Semuanya harus memiliki kompetensi,†terang Pakde Karwo, kepada Mata Madura Biro Jatim, di Gedung Grahadi, Selasa (23/01/2017).
Menurut Pakde Karwo, seorang camat harus memiliki kompetensi dalam bidang pengelolaan pemerintahan. Apabila ada yang ingin dilantik camat, tapi tidak memiliki ijasah diploma/ sarjana kepamongprajaan IPDN, Pakde Karwo menyebut ia harus ikut pendidikan selama 6 bulan ke sekolah pemerintahan yang ditunjuk.
“Seperti seorang dokter yang kepepet ingin menjadi camat di daerah perbatasan, maka dokter tersebut harus mengikuti sekolah pemerintahan selama 6 bulan terlebih dahulu,†tambah Pakde Karwo.
Pernyataan Pak Gubernur Jatim ini, seakan melegitimasi pernyataan Ketua Jaka Jatim, Mathur Husyairi saat mengungkap hasil investigasinya yang diekspose MataMaduraNews.com. Menurut Mathur, ada sejumlah camat di Bangkalan yang dilantikan Bupati Bangkalan, Makmun ibnu Fuad Senin, (16/17), tidak memenuhi kualifikasi dan syarat sesuai peraturan yang berlaku. Tudingan Mathur berdasar analisa gelar yang disandang para camat tersebut.

Kata Mathur berdasar UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 224 Ayat 1,2, dan 3. Salah satu syarat yang dilabrak, kata Mathur adalah ada camat bukan alumni Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN). Â Mereka para camat yang dinilai bermasalah, kata Mathur, tidak mengantongi ijasah diploma/sarjana kepamongprajaan dari IPDN. Dan tidak pernah atau belum pernah mengikuti pendidikan ilmu kepemerintahan selama enam bulan.
Karena itu, Mathur mendesak Guburnur Jawa timur Soekarwo untuk segera mengkaji masalah pelantikan camat oleh Bupati Makmun Ibnu Fuad.  Mathur merujuk UU 23/2014 Pasal 224 ayat (1) Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang berada dibawah dan tanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah (2) Bupati/wali kota wajib mengangkat camat dari PNS yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memnuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (3) Pengangkatan camat yang tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
“Yang dimaksud menguasai penguatan teknis pemerintah adalah dibuktikan dengan ijasah diploma/ sarjana pemerintahan atau sertifikat profesi kepamongprajaan,†terang Mathur.

Sementara, pernyataan Kepala Biro Pemerintah Pemprov Jatim, Anom Surahno yang menyebut camat tidak harus dari IPDN bertentangan dengan pernyataan Gubernur Jatim, Soekarwo dan UU 23/2014 Pasal 224Â Ayat 1-3.
Dalih Anom adalah proses pengangkatan camat tidak jauh beda dengan pengangkatan Kepala SKPD, yakni melengkapi persyaratan administrasi meliputi golongan, pangkat, pengalaman, kemampuan dan melalui lelang jabatan, serta seleksi. “Tidak Jauh beda dengan proses pengangkatan Kepala SKPD,†terangnya, kepada MataMaduraNews.com, Senin (23/01/2017)
Penjelasan Anom ini diperkuat oleh Indah Wahyuni, staf Biro Pemerintah. Menurut Indah, camat yang sudah dilantik tapi belum memiliki pendidikan dari IPDN, bisa ikut pendidikan setelah pelantikan.
“Camat tidak harus lulusan IPDN. Jadi begini, kalau seorang camat memang bukan alumni dari IPDN untuk menyamakan persepsi kan bisa ikut diklat setelah duduk (dilantik, red). Bisa didiklatkan. kan cuma satu bulan,†tambah Indah yang sarjana hukum ini, menimpali penjelasan Kabiro Anom Surahno.
Anom mengakui camat yang belum menguasai pengetahuan teknis pemerintahan bisa dibuktikan dengan ijasah diploma/sarjana pemerintahan atau sertifikat kepamongprajaan. Sertifikat tersebut hanya dikeluarkan oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Untuk memenuhi itu, katanya, camat bisa didiklat.
Saat disinggung terkait UU No 23 Tahun 2014 Pasal 224 Ayat 3, tentang camat yang tidak sesuai ketentuan akan dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh gubernur, Indah Wahyuni menjawab tidak harus dibatalkan karena bisa didiklat. “Tidak harus dibatalkan, kan bisa didiklat,†ujarnya.
Samsul, Mata Madura Biro Jatim