PENYUSUNAN RDTR BANGKALAN MASIH ON PROGRESS

MataMaduraNews.comBANGKALAN-Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayah sebagai referensi dalam merencanakan pembangunan Bangkalan. DPRD Bangkalan meradang mempertanyakan molornya penetapan Perda RDTR hingga empat tahun.

Mahmudi sebagai anggota Banggar mengaku sangat kesal atas terlunta-lunta kepastian penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah (Perda) RDTR. Baginya, RDTR menjadi pedoman dalam menyusun dan menjalankan pembangunan di Bangkalan. Terkhusus mengamankan lahan produktif petani yang terus beralih fungsi.

“Perda RDTR sebagai perangkat lunak dalam menjalankan atau merencanakan pembangunan di Bangkalan sudah lama ditunggu masyarakat. Dengan harapan, bisa dipetakan mana lahan yang harus dikembangkan dan mana yang harus dilindungi dari pembangunan,” cerita Sekretaris Komisi A DPRD Bangkalan, mengawali perbincangan dengan Mata Madura.
Poltisi Hanura tersebut menjelaskan, Perda RDTR wilayah sebagai penjabaran dari RT/RW yang telah ditetapkan Pemkab Bangkalan 2009 silam diharap bisa memetakan lokasi dan wilayah secara detail dalam merancang pembangunan. Sayang, Mahmudi tidak habis berpikir atas kinerja eksekutif yang tanpa kejelasan dari rencana penyusunan RDTR 2012 hingga 2016 yang belum kelar.

Mahmudi menyebut Bappeda harus ikut bertanggung jawab setelah Perda RT/RW ditetapkan dan nasib Perda RDTR tiada kejelasan. Seyogyanya, dalam amatan Mahmudi, Perda RDTR harus rampung tiga tahun atau tiga puluh enam bulan setelah Perda No 10/2009 tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RT/RW) diberlakukan. Sedangkan RTRW bersifat global dan sebatas menetapkan sebanyak 30 persen dari luas wilayah sebagai lahan pertanian.

“Perda RDTR itu akan terlihat jelas, lahan yang akan disiapkan oleh pemerintah untuk dieksploitasi dalam mengembangkan pembangunan. Karena lahan yang produktif jika hendak di bangun, maka pemerintah harus memberikan fasilitas yang memadahi juga, mungkin bisa tukar guling, tapi kalau lahan pertanian kemungkinan besar tidak bisa, kecuali manfaatnya bisa dua kali lipat,” bebernya, pekan lalu.

Mahmudi mereview PP No 26 tahun 2007 yang membatasi penyelesaian Perda RDTR paling lama tiga tahun pasca dibuat Perda RT/RW. Apakah Bangkalan tidak siap dalam mengembangkan wilayah? “Bukan tidak siap. Kami menginginkan Perda RDTR harus memperhatikan lahan sektor pertanian juga ikut ditetapkan apakah 50 persen atau 30 persen dari luas wilayah,” tegasnya.

Dia menyayangkan Bangkalan tidak memiliki Perda RDTR. Sementara tiga kabupaten lain di Madura ia klaim sudah memiliki Perda RDTR. “Aneh Bangkalan. Saat rapat Banggar dan tim anggaran, beberapa waktu lalu, pihak eksekutif bilang akan merencanakan penyusunan pembangunan. Tapi ketika ditanya Perda RDTR malah tidak bisa menjawab. Prinsipnya kita tidak bisa asal bangun. Harus mengacu pada RT/RW dan RDTR,” jelasnya.

Bagaimana respon eksekutif? Kepala Bappeda Bangkalan, Moh Fauzan, melalui Kepala Bidang Prasarana dan Wilayah (Praswil) Syafril Hidayat mengakui molornya penetapan Perda RDTR akibat pengaruh sejumlah faktor. Salah satunya ia sebut tahapan yang membutuhkan sejumlah prasyarat. Salah satu syarat adalah pengadaan desain peta dalam membedakan lahan atau wilayah serta garis titik setiap wilayah harus mendapatkan rekom dari Bagian Informasi dan Geofasial BIG yang ada di Bogor.

“Tahapan kajian akademisnya sudah. Namun proses untuk mendapatkan desain peta Bangkalan yang cukup memakan waktu lama,” jelasnya kepada Mata Madura.
Syafril mengakui RDTR berisi perda, peraturan zona (wilayah dibangun, atau dilarang) sangat wajib ada. Berdasar pemetaan tersebut, ia setuju pembangunan Bangkalan akan bisa tertata.
Kendati demikian, ia menyebut membentuk RDTRW tidak semudah membalikan telapak tangan. Kendati PP No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan untuk segera menyusun RDTRW maksimal tiga tahun. Tapi proses penyusunan desain memakan waktu sekitar 1,5 tahun.

“Kita sejak tahun 2009 sudah membentuk Perda RT/RW, sebenanrya kita sudah selesai. Karena kita masih memiliki tanggung jawab dalam konteks makro kita masih terlibat. Aslinya ini urusan DPU Cipta Karya dan Tata Ruang. Disana lebih wewenang,” katanya.

Syafril menjelaskan, sekitar sebulan lalu BIG sudah memberikan rekom terkait penyusunan peta areal Kecamatan Kota. “Untuk wilayah kota saja. Ini rekomnya baru turun, untuk daerah yang lainnya masih harus diajukan lagi. Jadi nanti kita bertahap,” ucapnya.

Selain rekom dari BIG, Pemkab harus melengkapi lima berita acara. Semuanya berkait dengan BIG. “Diantaranya kita harus mendapatkan berita acara sumber peta. Harus dikonsultasikan ke BIG, peta deliniasi/peta dasar. Ini juga menentukan peta garis jalan atau bukan. Nanti BIG turun ke bawah. Untuk mengecek langsung, serta peta rencana (dimana yang khusus pemukiman. Lahan pertanian, atau lahan yang boleh dibangun,). Dibuatlah album peta atau layout. Terakhir berita acara keseluruhan tadi,” beberanya. “Lima berita acara itu butuh ekstra pemikirian dan waktu yang panjang,” akunya.

Syafril menampik jika hanya Bangkalan disebut tidak memiliki Perda RDTR. “Seluruh kabupaten/kota se Jatim, hanya 6 kabupaten yang sudah diperdakan. Selainnya masih on progress,” tandasnya.

Disoal langkah apa yang akan diambil ke depan untuk segera menyelesaikan Perda RDTR? “Saya beserta teman-teman sudah berulang kali ke BIG agar segera memberikan rekom untuk yang lainnya. Namun disana pun masih antri. Kita tidak bisa berjanji tapi kita akan terus berusaha,” tambah Syafril.

Kepala Bidang Tata Ruang DPU Cipta Karya dan Tata Ruang, Wildan Yulianto menjelaskan selama 2013 sudah menjalankan tugas penyelesaian RDTRW. Hanya saja ia mengaku masih membutuhkan waktu sangat panjang untuk menyelesaikan.

“Kita sudah lakukan hal itu. Namun kita masih mendahulukan Kota Bangkalan. Sebagai IKK Bangkalan, baru setelah ini rampung merembet ke kecamatan yang lainnya,” ucapnya saat ditemui Mata Madura, dalam ruanganya.

Wildan menyebut untuk membentuk dan mengurus satu RDTR di Kecamatan Kota Bangkalan diperkirakan butuh biaya hingga Rp 500 juta. “Untuk mendapatkan petanya saja bisa menghabiskan Rp 250 hingga Rp 300 juta. Sampai ke pembahasan di dewan bisa menjadi Rp 500 juta,” urainya.

Wildan mengklaim upaya mewujudkan RDTRW Kecamatan Kota sudah sampai di Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD di Jawa Timur. Di tempat itu, berbagai dokumen serta berita acara yang dibutuhkan sudah terpenuhi.

“Kita targetkan tahun 2016 sudah rampung dan sudah masuk ke meja dewan untuk dipansuskan. Karena kami masih menunggu proses dari tingkat BKPRD Jawa Timur,” ujarnya.
hasin/eko

Exit mobile version