Nasional

Perantau Jawa, Bugis dan Sumbar Jadi Korban Kerusuhan Wamena

Pengungsi korban kerusuhan Wamena

matamaduranews.com-Penderitaan para korban kerusuhan Wamena, Jayawijaya, Papua benar menyita Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya.

Sekitar 5.500 pengungsi korban kerusuhan Wamena yang memilih ngungsi di markas Kodim. Tapi tak ada kesiapan logistik.

Para pengungsi butuh bantuan pakaian, makanan, dan barang-barang keperluan anak dan perempuan.

Dilansir dari Antara, Sabtu (28/9), Komandan Distrik Militer 1702 Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto menyebutkan warga yang mengungsi di markas Kodim umumnya hanya membawa baju di badan saat berusaha menghindari dampak kerusuhan di Wamena.

Sedangkan bantuan pangan pokok dari pemerintah untuk pengungsi korban kerusuhan Wamena baru difokuskan ke satu posko pengungsian yaitu posko pengungsian Gedung Okumarek yang dibuka oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.

“Kami minta informasi ini disebarkan seluas-luasnya agar banyak pihak yang tergerak untuk membantu para korban yang kini tengah mengungsi,” katanya, seperti dukutip cnnindonesia.

Kerusuhan di Wamena membakar sejumlah aset para perantau dari Jawa, Madura, Bugis dan Sumbar.

Rumah para korban dibakar. Toko mereka dijarah.

Bahkan, mereka para perusuh membantai secara sadis seorang dokter. Balita dikampak kepalanya hingga meregang nyawa.

Dokter yang menjadi korban pembantaian bernama dr Soeko Marsetiyo.

“Bagi Komnas HAM, ancaman kekerasan terhadap guru maupun tenaga medis adalah ancaman terhadap pekerja kemanusiaan,” tegas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey, seperti dikutip goriau.

Hasil penelusuran Komnas HAM, dr Soeko Marsetiyo merupakan satu-satunya dokter yang sejak awal menawarkan diri untuk bertugas di pedalaman Papua.

Dia telah mengabdikan dirinya kepada masyarakat di Tolikara. Namun justru menjadi korban yang diduga dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang.

Menurut berbagai sumber, dr Soeko meninggal akibat luka bakar yang parah. Sementara dari keterangan beberapa saksi mata, insiden tersebut terjadi saat dr Soeko dalam perjalanan naik mobil di sekitar Pasir Putih (Mumi).

Tiba-tiba dr Soeko dihadang oleh sekelompok orang. Tanpa rasa kasihan, dokter tersebut disiram bensin, lalu dibakar.

Dokter Soeko berusaha menyelamatkan diri dengan melompat ke got. Namun, luka bakar yang diderita dokter lulusan Undip itu terlalu parah.

PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mengeluarkan rilis tentang kasus tersebut. Salah satu isinya, seluruh keluarga besar IDI diminta mengenakan pita hitam yang diikatkan di lengan kanan pada 26-30 September.

“Itu bentuk solidaritas, rasa berkabung, dan duka cita atas wafatnya teman sejawat kami yang meninggal saat menjalankan tugas,” ujar Ketua Umum IDI dr Daeng M. Faqih, dikutip dari siaran pers 26 September.

Wakil Sekjend DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade meminta Presiden Jokowi untuk serius menangani tragedi Papua. Pasalnya warga pendatang dari Sumbar, Jawa dan Bugis menjadi korban.

“Ada 9 warga perantauan Minang yg meninggal dunia krn kerusuhan di Wamena. 1 org terbakar dan tinggal tengkorak saja, 1 org Balita usia 3 tahun dikampak kepalanya,” kata Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang itu.

Menurut Andre, ada 1.500 warga Sumbar yang masih mengungsi, begitu pun dengan para perantau dari daerah lain.

“Toko2 mereka dijarah. Dan sekarang mereka berlindung di kantor Kodim dan Polres. Sy mohon tindakan kongkret dr pemerintah pak @jokowi agar segera pulihkan kembali situasi keamanan kota Wamena,” ujar Andre di @andre_rosiade.

Menurutnya, sampai saat ini dia belum melihat respon apa pun dari Pemerintah Jokowi mengenai tragedi Wamena yang menyebabkan terbunuhnya puluhan warga pendatang, termasuk 9 perantau Minang.

“Tugas pemerintah sesuai UUD 1945 melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Saya ingatkan pemerintah @jokowi tolong Anda jangan lalai dalam melaksanakan konstitusi. Segera bekerja lindungi Rakyat anda.

“Kalo memang tidak mampu jangan jadi Presiden atau silakan mundur,” tandas Andre.***

Hambali Rasidi

Exit mobile version