Pilkada Sumenep 2020 Terdeteksi Politik Dinasti. Pengamat: Masyarakat Suka

ilustrasi (kompasiana)

matamaduranews.comSURABAYA-Pilkada Serentak di tahun 2020 dinilai sejumlah pengamat berpotensi melahirkan Politik Dinasti.

Dari hasil riset PW Muhammadiyah Jawa Timur soal Pilkada Serentak  di Jawa Timur tahun 2020 menemukan berbagai indikator terjadinya Politik Dinasti.

13 Kabupaten/Kota di Jatim yang akan menggelar Pilkada Serentak di September 2020, terbagi di berbagai Ring yang berpotensi adanya Politik Dinasti.

Hasil riset PW Muhammadiyah Jatim tentang Politik Dinasti di Pilkada Serentak Jatim 2020 dirilis dalam acara Diskusi Kelompok Terarah di kantor PW Muhammadiyah Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Menurut temuan PW Muhammadiyah Jatim, Ring 1 Jatim yang berpotensi adanya Politik Dinasti seperti Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Mojokerto.

Di Ring 2 ada di 9 wilayah, yakni Kabupaten Sumenep, Kabupaten Banyuwangi, Kota Blitar, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Trenggalek.

Acara diskusi hasil riset Politik Dinasti itu dihadiri para pengamat politik, diantaranya Agus Mahfud Fauzi (Pengamat Politik Unesa), Umar Sholahuddin (Pengamat Politik UWKS), dan M. Ikwanudin Alfianto (Bawaslu Jatim).

Mereka semua menganggap bahwa Politik Dianasti merupakan isu penting dalam Pilkada Serentak 2020. Mereka beralasan, Politik Dinasti akan mempengaruhi jalannya dinamika demokrasi pada 19 Kabupaten/ Kota di Jawa Timur.

Koordinator riset politik PWPM Jatim Satria Unggul mengatakan, mayoritas masyarakat Jatim lebih memilih untuk ikut dalam arus Politik Dinasti. Karena lebih baik mereka memilih yang mereka kenal meskipun hasilnya kurang memuaskan.

“Masyarakat Jatim masih banyak menggunakan alasan kenal secara personal untuk Pilkada. Calon tersebut jika dekat dengan mantan kepala daerah yang sudah menjabat sebelumnya, akan lebih terangkat. Meskipun hasil kerja kepala daerah sebelumnya masih belum baik,” kata Satria Unggul seperti dikutip ngopibareng.id, Rabu 25 Desember 2019.

Meski begitu, Satria yakin tidak sedikit masyarakat Jatim yang menggunakan alasan lain seperti track record untuk memilih kepala daerah mereka. Menurutnya, ada masyarakat yang cemburu secara sosial melihat daerah lain maju dimpimpin oleh orang yang memiliki track record baik.

“Mereka melihat tetangganya bagus daerahnya, makanya memilih menggunakan data, apa saja yang sudah dikerjakan, agar daerahnya bisa sebagus daerah tetangga,” katanya.

Satria berharap, masyarakat Jatim bisa lebih pintar dalam memilih calon kepala daerahnya pada Pilkada mendatang. Ia berpesan, Politik dinasti bukan hanya yang berkaitan tentang garis keluarga, namun juga dipahami sebagai hubungan patron/kleintenisme atau yang berhubungan dengan usaha mempertahankan kekuasaan.

“Jangan hanya melihat kalau dinasti itu keluarga saja, bisa saja untuk mempertahankan kekuasaan memakai pion orang lain selain keluarga. Sehingga meski orang baru, tapi kinerjanya tetap saja karena masih satu garis dinasti. jadi tolong hati-hati,” ujar dia. (ngopibareng)

Exit mobile version