Opini

Potret Buram Nasib Petani Garam

×

Potret Buram Nasib Petani Garam

Sebarkan artikel ini
Petani Garam
Ilustrasi Potret Buram Nasib Petani Garam. (By Design A. Warits/Mata Madura)

Oleh: Dwi Indah Lestari, S.TP*

Laksana layang-layang putus teraju. Petani garam di Pulau Garam, Madura sepertinya hanya bisa pasrah menerima keadaan. Berlimpahnya garam ternyata tak lantas membuat nasib mereka menjadi lebih baik. Pasalnya  harga garam sangat memprihatinkan. Sementara stoknya masih banyak dan tidak laku di pasaran.

Di Sumenep, para petani garam merasa waswas untuk memulai menggarap tambak garam miliknya. Hal ini disebabkan produksi garam musim lalu masih banyak. PT Garam yang biasanya melakukan penyerapan garam petani ternyata tidak melakukannya tahun ini. Di samping itu, petani juga mengeluhkan harga garam yang sangat anjlok. Garam dengan kualitas sangat bagus di Sumenep hanya dihargai Rp 350 perkilogramnya (Koran Madura, 8 Juni 2020).

Sementara itu di Pamekasan, hanya sekitar 20 persen saja petani yang mengolah lahannya. Itupun rata-rata merupakan lahan-lahan yang berada dekat dengan jalan besar. Sebab tidak membutuhkan biaya pengangkutan (Radar Madura, 28 Juni 2020).

Kebijakan Pemerintah

Menanggapi keluhan petani garam, belum ada langkah pasti yang diambil Pemerintah. Pemerintah baru hanya merencanakan program meningkatkan penyerapan garam milik petani. Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan, Pemerintah Pusat akan menaikkan target serapan garam rakyat dari 1,1 juta ton menjadi 1,5 juta ton (Jawa Pos, 5 Juli 2020).

Untuk meningkatkan kualitas garam lokal, pemerintah juga berencana menambah fasilitas biomembran. Selain itu juga direncanakan akan ada penambahan lahan hingga nanti keseluruhan total menjadi 27 ribu hektar (Jawa Pos, 5 Juli 2020).

Sementara berkaitan dengan harga garam yang anjlok, menurut Kasi Pengolahan dan Kawasan Budi Daya Dinas Perikanan (Diskan) Pamekasan, Muzanni, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengaturnya. Pemerintah daerah hanya akan memfokuskan pada pemberian pelatihan kepada petani agar kualitas garam mereka semakin bagus (Radar Madura, 28 Juni 2020).

Potret Buram Petani Garam

Langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut ternyata dirasa belum cukup  membantu petani garam. Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM) Moh. Yanto mengatakan perlu ada langkah nyata dari pemerintah untuk menjaga stabilitas harga garam yang kini sangat merosot. Program meningkatkan target serapan garam dinilai tidak efektif. Sebab pada fakta di lapangan, pengawasan terhadap program tersebut cenderung lemah (Radar Madura, 28 Juni 2020).

Sementara itu, pihak PT Garam saat ini menghentikan penyerapan garam rakyat. Hal ini  salah satunya karena kapasitas  gudang yang terbatas. Di sisi lain, PT Garam juga tidak bisa membeli garam petani melebihi harga pasar. Sementara di pasaran harga garam memang sedang jatuh (Koran Madura, 10 Juni 2020).

Namun yang disesalkan petani juga, ternyata PT Garam malah menjual garam-garam produksinya kepada perusahaan-perusahaan tempat petambak menjual garamnya. Hal ini terkesan mengganggu para petani. Apalagi mereka menjual dengan harga di bawah harga garam rakyat (Koran Madura, 10 Juni 2020).

Di sisi yang lain, di tengah menumpuknya stok garam petani yang tidak terserap, pemerintah justru meningkatkan alokasi impor garam. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin Perindustrian (Kemenperin), Muhammad Khayam mengatakan impor garam pada tahun 2020 naik 6 persen menjadi 2,92 juta ton (CNBC Indonesia, 13 Januari 2020).

Hal ini memunculkan keresahan pada petani garam. Impor garam telah menyebabkan garam rakyat yang melimpah mangkrak tak terjual kalah bersaing  dengan garam impor. Hal ini turut berperan menyebabkan harga garam lokal menukik turun dengan tajam.

Terkait dengan impor garam, Pemerintah beralasan bahwa saat ini industri dalam negeri masih membutuhkan. Sementara itu, garam yang dibutuhkan industri memiliki syarat dan ketentuan yang tinggi. Memang tidak bisa dipungkiri, garam produksi para petambak masih jauh kualitasnya dibandingkan dengan garam impor.

Lahan garam di Pamekasan Madura sebenarnya sebagian besar sudah menggunakan teknologi geomembran, sehingga kualitasnya cukup bagus. Namun demikian, hal ini ternyata tidak cukup mendongkrak serapan garam petani ke industri.

Langkah Positif Mengatasi Kemelut Garam

Sebagai pemegang kebijakan tertinggi, tentu saja wajar jika petani meragukan komitmen pemerintah untuk membantu meningkatkan taraf hidup mereka. Kebijakan impor garam yang semakin meningkat jumlahnya, di tengah melimpahnya produksi garam lokal tentu membuat miris. Petani mempertanyakan kemana sebenarnya arah keberpihakan Pemerintah terhadap nasib mereka.

Petani garam membutuhkan langkah nyata Pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan yang tengah membelit mereka. Sebab bagaimanapun, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk bisa mewujudkan swasembada garam. Hanya saja tentu hal ini membutuhkan dukungan penuh dan serius dari Pemerintah.

Pemerintah diharapkan bisa menjadi regulator dan fasilitator yang menguasai semua lini perputaran garam. Sebagai regulator, Pemerintah diharapkan bisa mengeluarkan regulasi yang juga berpihak pada petani lokal. Pembatasan impor garam semestinya dilakukan, sementara itu garam lokal ditingkatkan kualitasnya sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.

Untuk itu, Pemerintah bisa mengambil langkah memberikan insentif berupa pelatihan dan pemberian edukasi kepada petani, agar mereka mampu meningkatkan kualitas garam produksinya. Selain itu, juga memberikan fasilitas berupa penyediaan teknologi yang dibutuhkan. Upaya-upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan garam perlu didukung secara penuh agar hasilnya dapat diaplikasikan demi peningkatan produksi garam lokal baik kualitas maupun kuantitasnya.

Penyediaan lahan yang cukup, mudah diakses dan modern juga perlu menjadi salah satu yang diperhatikan. Hal ini bertujuan agar potensi sumber daya garam dapat dikelola secara maksimal, sehingga bisa menghasilkan panen yang dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri tanpa tergantung pada impor. Selanjutnya penyediaan gudang-gudang yang digunakan untuk menampung garam rakyat harus diwujudkan. Dengan demikian garam rakyat akan bisa diserap secara keseluruhan.

Dari sisi distribusi, Pemerintah diharapkan dapat melakukan pengawasan secara kontinyu dan terus-menerus pada perkembangan harga garam di pasaran, hingga tercapai stabilitas harga secara alami. Seyogyanya tidak perlu dilakukan penetapan harga oleh Pemerintah, agar harga tercapai secara natural melalui mekanisme pasar. Namun, Pemerintah harus mengawasi praktek-praktek nakal kartel-kartel serta upaya penimbunan stok oleh pihak-pihak yang ingin mempermainkan harga garam di pasaran. Tentu saja sanksi tegas harus turut ditegakkan kepada para pelakunya.

Dengan berbagai langkah positif tesebut, diharapkan potret buram nasib petani garam dapat terhapus. Kejayaan petani garam akan bangkit kembali. Dan swasembada garam yang diidam-idamkan akan bisa terwujud di negeri yang kaya raya ini. Wallahu’alam bisshowab.

*Pemerhati Persoalan Publik berdomisili di Kamal, Bangkalan, Madura. Penulis adalah owner dari Rumah Kreasi Michan_Craft dan kini aktif sebagai Mentor Kajian Komunitas Ibu Hebat.

KPU Bangkalan