Budaya

R.P. Taufikurrahman; Pencipta Tari Mowang Sangkal dan Suhu Koreografer asal Sumenep

Pencipta Tari Muwang Sangkal
R.P. Taufikurrahman; Koreografer yang konsisten menciptakan seni tari (Foto: Khoirul Anwar, Mata Madura)

20 November 2018, Sumenep berduka karena sosok koreografer hebat, R.P. Taufikurrahman, Pencipta Tari Mowang Sangkal meninggal dunia pada usia 78 tahun karena penyakit yang dideritanya 3 tahun terakhir. Jenazahnya disemayamkan di Asta Panglegur Sumenep. Meskipun sudah tiada, namun ia masih hidup melalui karya-karya seninya yang mendunia.

matamaduranews.com-SUMENEP-Tegas. Disiplin. Dua kata inilah yang menggambarkan sosok R.P. Taufikurrahman sebagai koreografer yang konsisten menciptakan seni tari serta melahirkan banyak penari hebat di Bumi Sumenep.

Taufik lahir dari keluarga bangsawan pada 10 Oktober 1940. Putra kelima dari sembilan bersaudara tersebut dilahirkan dari pasangan RA Romlah (alm.) dan RP Gamaruddin Atmowidjoyo (alm.).

Semasa hidupnya, dedikasi dan totalitas Taufik-sapaannya- dalam dunia seni tari tidak bisa disangsingkan. Banyak tarian yang sudah ia ciptakan. Di antaranya, Tari Mowang Sangkal, Tari Codhik Sumekar, Tari Panyongsong, Tari Sapi Sono’an, Tari Dara Gettak, Tari Langenna Ate, Tari Peccot, Tari Ghambu.

Berbagai acara di Sumenep tidak lepas dari suguhan penampilan tari-tarian karya Taufik. Seperti baru-baru ini, pertunjukan Tari Codhik Sumekar pada Festival Keraton se-Asia Tenggara yang digelar di depan Masjid Jamik Sumenep.

Banjir Prestasi dan Keliling Dunia

Selain menciptakan tari, Taufik juga mendirikan Sanggar Tari Bumi Jokotole sebagai wadah pembelajaran tari. Dalam mengajarkan tari, ia terkenal sangat keras, tegas, dan disiplin. Tidak tangggung-tanggung ia langsung menegur kalau ada anak didiknya yang tidak serius mengikuti latihan tarinya. Sehingga tidak heran, kalau penari-penari hebat di Sumenep merupakan alumni dari Sanggar Tari Bumi Jokotole, asuhan almarhum Taufik.

Selain melatih orang-orang pada umumnya. Uniknya, keluarga Taufik bisa dibilang keluarga seni tari. Karena hampir semua saudara dan ponakannya diajari tari. Terbukti Innasyakuru, cucu almarhum RA Rukmini (saudara Taufik), selain belajar kepada Taufik, dia melanjutkan kuliah jurusan seni drama, tari, dan musik (sendratasik) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dan sekarang menjadi guru seni di SMPN 1 Sumenep. Tak heran jika Taufik mendapatkan penghormatan dan prestasi dari semua kalangan.

Dari Innasyakuru terungkap beberapa prestasi yang pernah diperoleh almarhum Taufik. Tahun 1986, Taufik masuk dalam 10 Besar di Festival Pakaian Khas Daerah Jawa Timur. Meraih Juara II Sepuluh Penyaji Terbaik Non Rangking Lomba Tari Dolanan Anak se-Jawa Timur Tahun 1995.

Dilanjut tahun 2001, Taufik masuk dalam 10 Penyaji Terbaik Non Rangking Festival Upacara Adat se-Jatim. Tahun 2003, meraih 10 Penyaji Unggulan Festival Karya Tari dalam rangka Festival Budaya Jawa Timur. Taufik juga meraih Cak Durasim Award 2008 dari Taman Budaya Provinsi Jawa Timur. Serta meraih penghargaan sebagai Tokoh Berdedikasi Bidang Seni dan Budaya dari Pempov Jatim tahun 2013.

Selain pengahargaan di atas, diceritakan Innasyakuru, Taufik juga mendapat undangan kehormatan dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono untuk menampilkan Tari Mowang Sangkal Massal di Peresmian Jembatan Suramadu 10 Juni 2009.

Melalui karya seninya, Taufik juga kerap kali menghadiri acara-acara kesenian mewakili Sumenep dan Indonesia ke beberapa Negara, seperti ke Amerika dan Den Haag Netherland. Di Amerika dia diminta untuk menampilkan Tari Mowang Sangkal.

Pada 14 sampai dengan 28 Juni 2000, Pemkab Sumenep juga memberangkatkan Sanggar Tari Bumi Jokotole ke Den Haag Netherland sebagai perwakilan Madura untuk menghadiri acara Pasar Malam Tong-Tong. Saat itu, Taufik sebagai koreografer merangkap penari bersama 6 orang penari asuhannya mendapat kesempatan tampil di acara tersebut.

Masih di acara tersebut, Inna-panggilan Innasyakuru, menceritakan, bahwa ada 6 karya tari taufik yang ditampilkan, di antaranya, Tari Cundrik Sumekar, Tari Moang Sangkal, Tari Topeng Potre, Tari Sape Sono’ dan Tari Gambhu.

Tari Mowang Sangkal Jadi Ikon Tari Sumenep

Tahun 1972, Tari Mowang Sangkal diciptakan oleh Taufikkurrahman. Tarian ini  mempunyai gerak-gerak Tayub Keraton Sumenep yang bertitik tolak pada gerak tari gaya Yogyakarta dan dipadukan dengan gerak-gerak ciptaanya yang lain namun tidak menyimpang dari nafas-dan ciri khas Keraton Sumenep.

Istilah Mowang Sangkal diambil dari bahasa Madura-Sumenep yang mempunyai arti, Mowang = membuang, Sangkal = malapetaka, bahaya atau musibah. Sehingga, tari Mowang Sangkal mempunyai makna tari yang membuang atau mencegah malapetaka atau tolak bala.

Pola gerak Tari Mowang Sangkal memiliki konsep yang tertata dan dibakukan. Gerak yang sangat lemah gemulai, halus, serta tidak terlalu dinamis dengan tekanan-tekanan yang sangat luruh.

Tari Mowang Sangkal harus dibawakan penari-penari putri yang masih gadis, berjumlah ganjil serta dalam keadaan suci (tidak haid). Kenapa penarinya harus ganjil? sesuai dengan jumlah pilar yang ada di ruangan Masjid Jami’ Sumenep.

Awalnya, Tari Mowang Sangkal digunakan sebagai tari penyambutan tamu-tamu agung di Keraton Sumenep oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep, yang juga sebagai tari khas Kabupaten Sumenep.

Pada Tahun 1975 tari tersebut diakui sebagai ikon tari di Kabupaten Sumenep. Saat itu pula, Tari Mowang Sangkal dipentaskan di Pendopo Agung Keraton Sumenep untuk menyambut Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto yang berkunjung ke Sumenep. Kemudian tari tersebut ditampilkan di berbagai acara, baik di Sumenep, luar kota, hingga pada acara Pasar Malam Tong-Tong di Den Haag Netherland.

Khoirul Anwar, Mata Madura

Exit mobile version