Madura punya banyak kesenian yang bertaburan hingga pelosok desa.Sayang, sejumlah kesenian Madura kini mengalami perubahan dari wujud asli.
MataMaduraNews.com – Salah satu kesenian Madura yang sudah mulai bergeser dan rada memalukan adalah seni Tari Tayub. Kesenian ini menjelma menjadi kesenian tabu akibat pengaruh kesenian luar.
“Banyak unsur-unsur Tari Tayub yang sudah hilang,†kata H Ahmad Baisuni, Budayawan Sumenep, kepada Mata Madura, beberapa waktu lalu.
Kesenian tari tradisional Sumenep pada hakikatnya beragam. Beberapa ahli budaya mengklasifikasi kelompok campuran dari seni tari tradisional, seperti misal Tari Gambu, Tari Topeng, dan Tari Tayub. Khusus seni seni Tari Tayub saat ini dinilai Baisuni sudah tidak original lagi.
Unsur-unsur yang hilang itu di antaranya struktur tayub yang diabaikan. Sementara hal itu tidak boleh dipisahkan dari nyanyian yang silih berganti. “Ada lagi, malah yang tampil itu tak tahu nayub, malah diberi sampur,†tambah salah satu penasihat Tim Nabhara (Pembina Bahasa Madura) Kabupaten Sumenep ini.
Mengenai jarak pelaku seni dalam seni tari Tayub menurut Baisuni juga saat ini sudah tidak lagi diperhatikan. Padahal sesuai aturannya jaraknya harus 1,5 meter. “Kalau di istilah kita di sini itu sadepa atau satu depa,†imbuhnya.
Secara historis, seni Tari Tayub merupakan kesenian daerah Sumenep yang berakar pada budaya keraton. Di dalam seni itu juga masuk unsur kesopanan, tak lepas dari batasan Islami dan sekaligus mengandung pesan moral. Namun kini tayub sudah banyak mengalami pergeseran makna.
Tanda’ atau penari perempuan dalam seni Tari Tayub saat ini diasumsikan tak lebih dari sekadar perempuan penghibur yang berfungsi menemani lelaki dalam pesta.
Puncaknya, pertunjukan tayub dengan tanda’-nya sering diasosiasikan sebagai kesenian yang dekat dengan prostitusi terselubung dan perilaku amoral. Sebuah metamorfosis yang melenceng dari latar belakang seni tari ini. (R B M Farhan Muzammily)
Tayub dari Masa ke Masa, selengkapnya baca di Tabloid Mata Madura Edisi 4/08 Agustus 2016!