Internasional

Sejarah Muslim Uighur dan Kekerasan Pemerintah China

×

Sejarah Muslim Uighur dan Kekerasan Pemerintah China

Sebarkan artikel ini
Sejarah Muslim Uighur dan Kekerasan Pemerintah China
Gelombang demo dari belahan dunia yang memprotes atas kekerasan yang menimpa muslim uighur China.

matamaduranews.com-Dunia sedang menyorot pemerintahan China. Sejumlah demo dan protes dilayangkan karena umat Islam Uighur, ditahan di kamp-kamp di negara bagian Xinjiang, China.

PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia dunia memperkirakan ada sekitar 1 juta sampai 2 juta umat Islam Uighur yang ditahan dalam kamp yang diduga sebagai tempat penganiayaan tersebut.

Sebagian besar mereka yang ditahan adalah muslim dari etnik Uighur.

Sementara pemerintah China berulang kali menentang tuduhan menganiaya minoritas muslim Uighur.

Pemerintah China mengatakan tempat itu bukan kamp penyiksaan. Melainkan tempat kursus dan kampanye anti terorisme.

Berbicara krisis Uighur perlu melihat lebih jauh sejarah panjang muslim Uighur dengan pemerintah Cina.

Asal-usul Uighur

Dikutip dari wikibooks.org, Ketika Kaisar Gokturk Turk di Asia Tengah runtuh pada 742 M, suku Uighur pun merdeka. Raja Qutlugh Bilge Kol, mendirikan kekaisaran yang lebih kecil.

Kekaisaran ini disebut Kekhaganan Uighur dan menguasai ujung timur Jalur Sutra. Putranya, Bayanchur Khan, naik tahta pada 747 M. Bayanchur Khan meningkatkan perdagangan dengan Tiongkok. Menggunakan uangnya untuk membangun kota-kota serta memperluas Kekaisaran Uighur.

Pada 755 M, kaisar Dinasti Tang Tiongkok, Suzong, meminta bantuan Uighur untuk melawan jenderal pemberontak, orang Sogdiana bernama An Lu-shan.

Uighur berhasil menang sehingga sejak itu Tiongkok tak lagi menyewa orang Sogdiana sebagai pasukan bayaran, mereka beralih kepada orang Uighur. Bayanchur Khan sendiri kemudian menikahi putri Kaisar Suzong, Ningo.

Dikutip dari situs ICIJ, 23 Desember 2019, sekelompok yang menamakan Uighur mendirikan Kerajaan Mongolia tengah-utara di abad ke-8. Mereka kemudian pindah ke tempat yang sekarang disebut barat laut China, bergabung dengan orang-orang Turki dan Persia lainnya yang sudah tinggal di wilayah tersebut.

Sejarah Muslim Uighur dan Kekerasan Pemerintah China
Muslimah Uighur

China berkuasa di Xinjiang (1884)

Pada tahun 1884, wilayah ini di bawah kendali Beijing dan secara resmi ditetapkan sebagai provinsi yang disebut Xinjiang, atau Perbatasan Baru. Uighur (Muslim berbahasa Turki) adalah kelompok etnis dominan di wilayah tersebut.

Upaya kemerdekaan (1933-1944)

Selama perang saudara China, para pemimpin Uighur mendirikan Republik independen berumur pendek yang disebut Turkestan Timur selama dua periode yang terpisah: pertama pada tahun 1933 dan kemudian pada tahun 1944.

Etnis Han pindah ke Xinjiang (1950-1990)

China mendirikan Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, dan sekelompok besar orang Cina Han (kelompok etnis mayoritas negara) didorong untuk pindah ke provinsi tersebut. Populasi Cina Han tumbuh dari waktu ke waktu sampai mereka menyaingi Uighur sebagai salah satu kelompok etnis terbesar di Xinjiang.

Kebencian meningkat (1990-an)

Pada 1990-an warga Uighur mulai memprotes penindasan dan perlakuan tidak adil di tangan pemerintah dan otoritas China.

China Merespons (1997)

China melancarkan aksi polisionil yang keras terhadap para demonstran Uighur, menewaskan puluhan dan menahan ratusan lainnya. Ini adalah penumpasan paling mematikan sejauh ini dalam kampanye yang disebut Kampanye Hantam Keras (Strike Hard) yang dimulai setahun sebelumnya.

Perang Melawan Teror Dimulai (2001)

Setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemerintah China mulai membenarkan tindakannya terhadap warga Uighur sebagai bagian dari perang global melawan terorisme.

Kekerasan Mematikan Meningkat (2009)

Saling benci antara populasi Uighur dan Han menyebabkan protes dan pecahnya kekerasan ekstrem. Pada Juli, hampir 200 orang tewas dan sekitar 1.700 lainnya cedera dalam kerusuhan hebat di ibu kota Urumqi, Xinjiang.

Pihak berwenang China merespons dengan menindak orang-orang Uighur yang dicurigai sebagai pembangkang dan separatis.

Selama beberapa tahun berikutnya, ada penembakan yang didokumentasikan, penangkapan dan hukuman penjara yang panjang.

Penangkapan di Bawah Hukum Terorisme Baru (2014)

Pada November 2014, Xinjiang mengadopsi undang-undang anti-terorisme, yang pertama yang menargetkan ekstremisme agama. Sejak itu, para aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa jumlah orang yang ditangkap telah meningkat.

Kehadiran Polisi Bertambah (2016)

Pejabat Partai Komunis China dan mantan prajurit Chen Quanguo pindah ke Xinjiang setelah pemerintahan lima tahun di Tibet dan secara dramatis meningkatkan langkah-langkah keamanan di wilayah tersebut.

Kamp Pelatihan untuk Memerangi Ekstremisme (2017)

Undang-undang anti-ekstremisme yang disetujui oleh pemerintah Xinjiang pada Maret 2017, yang melarang orang untuk menumbuhkan jenggot panjang dan mengenakan kerudung di depan umum. Undang-undang ini juga secara formal mengadopsi penggunaan pusat pelatihan untuk memerangi ekstremisme.

Pengawasan Meluas (2017)

Pada April Pemerintah China memperluas pengawasannya terhadap orang-orang Uighur, dengan kamera-kamera baru.

Pos-pos pemeriksaan dan peningkatan patroli polisi di daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya adalah warga Uighur.

Langkah-langkah baru termasuk menahan hingga 1 juta warga Uighur di “pusat pelatihan politik” atau kamp pendidikan di Xinjiang.

Tingkat penahanan meningkat secara dramatis. Puluhan kamp pendidikan ulang bertambah hampir tiga kali lipat antara April 2017 dan Agustus 2018, menurut investigasi Reuters.

PBB Mengutuk Penahanan Massal (2018)

Pada Agustus, Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial menyerukan China untuk mengakhiri penahanan orang-orang Uighur.

Pemerintah China menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di kamp-kamp dan menggambarkan fasilitas sebagai pusat kejuruan bagi para penjahat yang dihukum karena pelanggaran ringan.

China Membela Kamp Xinjiang (2018)

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi China Xinhua pada Oktober, ketua pemerintahan Xinjiang, Shohrat Zakir, menggambarkan kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan yang manusiawi, dengan tujuan mengapuskan lingkungan yang bisa menumbuhkan terorisme dan ekstremisme agama.

Penahanan Berlanjut (2019)

Pada Juli Pemerintah China mengklaim sebagian besar warga Uighur telah dibebaskan dari kamp. Laporan menunjukkan fasilitas masih beroperasi.

AS Mengeluarkan Sanksi (2019)

Amerika Serikat memberlakukan pembatasan visa pada pejabat China yang diyakini terkait dengan penahanan kelompok minoritas Muslim di Xinjiang pada Oktober. Ada juga tindakan terhadap 28 entitas (termasuk perusahaan komersial) yang terlibat dalam kampanye pengawasan, penahanan, dan penindasan China.

China mengatakan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif dalam memerangi terorisme dan tidak melanggar kebebasan beragama.

“Karena tindakan telah diambil, tidak ada satu pun insiden teroris dalam tiga tahun terakhir. Xinjiang kembali berubah menjadi daerah yang makmur, indah dan damai,” menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor pers kedutaan besar China di Inggris.

China juga membantah keaslian dokumen-dokumen Xinjiang yang bocor, menyebutnya fabrikasi murni dan berita palsu.

Dokumen yang disebut merujuk pada White Paper resmi di mana pemerintah China menggambarkan tujuan kamp untuk memberikan bantuan dan rehabilitasi bagi warga Uighur yang terlibat dalam kegiatan terorisme atau ekstremisme. (tempo/cnbcindonesia)

KPU Bangkalan