BudayaPemerintahan

Sejarah Sistem Pemerintahan Sampang Pasca Invasi Mataram

×

Sejarah Sistem Pemerintahan Sampang Pasca Invasi Mataram

Sebarkan artikel ini
Sejarah Sistem Pemerintahan Sampang Pasca Invasi Mataram
Asta Madegan di Sampang. (Foto/Istimewa)

matamaduranews.com-SAMPANG-Hari jadi Kota Sampang didasarkan pada penobatan Raden Prasena alias Pangeran Adipati Cakraningrat I, Seding Magiri (Seda ing Imagiri) pada 23 Desember 1624 atau yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awwal.

Peristiwa itu pasca terjadinya invasi kedua Mataram, yang dipimpin oleh Sultan Agung Anyakrakusuma.

Raden Prasena merupakan satu-satunya pewaris tahta Madura Barat yang selamat dalam peristiwa invasi Mataram ke Madura.

Prasena disukai Sultan Mataram dan dinikahkan dengan adiknya. Selain itu Prasena juga menikah dengan Syarifah Ambami, putri Pangeran Ronggo di Nepa, Sampang. Yakni keturunan dari Sunan Giri I, Giri Kedaton, Gresik.

Setelah tahta Madura Barat dikembalikan pada Prasena oleh Mataram, Prasena memindahkan pusat pemerintahan di Sampang.

Kendati begitu Prasena tidak menghabiskan waktunya di Madura. Beliau lebih sering ada di Mataram. Madura Barat diwakilkan pada Pangeran Santomerta, pamannya. Santomerta adalah saudara kandung Ratu Ibu Madekan, ibunda Prasena.

Sampang di Paruh Kedua Abad 17

Dalam sejarahnya, Sampang dikendalikan oleh trah Pangeran Demang Plakaran melalui Adipati Pramono. Selepas Pramono, Sampang dikendalikan Pangeran Bonorogo dari Pamekasan.

Baru setelah itu, Sampang mempunyai penguasa tunggal lagi bernama Pangeran Adipati Pamadekan. Adipati Pamadekan bersaudara dengan Panembahan Ronggosukowati, Pamekasan.

Keduanya adalah anak dari Pangeran Bonorogo.

Sepeninggal Adipati Pamadekan, Sampang diperintah oleh Pangeran Adipati Mertosari, cucu Pramono dari garis ibunya.

Dari garis ayahnya, Pangeran Adipati Mertosari adalah anak Pangeran Suhra atau Raden Pradata, adipati Jambringin, Pamekasan. Pangeran Suhra adalah salah satu anak Raden Pragalba alias Pangeran Arosbaya

Mertosari merupakan penguasa terakhir sebelum peristiwa invasi Mataram ke Madura. Setelah beliau Sampang disatukan dengan wilayah Bangkalan dalam kendali Raden Prasena.

Setelah Mertosari, Sampang dikendalikan oleh Pangeran Adipati Cakraningrat I dari Mataram. Sebagai wakilnya, ditujuklah Pangeran Santamerta, paman Cakraningrat I dari garis ibunya.

Sepeninggal Cakraningrat I pada 1648, Raden Undakan naik tahta. Undakan adalah anak Cakraningrat I yang lahir dari Syarifah Ambami alias Ratu Ibu Bangkalan.

Raden Undakan bergelar Panembahan Cakraningrat II. Cakraningrat II lantas memindahkan pusat pemerintahan dari Sampang ke Tonjung Sekar (Bangkalan).

Sampang tidak lagi berstatus kadipaten. Namun ada wakil Cakraningrat II di sana. Istilahnya Kuasa. Dahulu disebut Kamituwo. Lalu diistilahkan Ronggo. Yaitu setingkat Patih yang berkuasa penuh.

Sebagai Kuasa Sampang diangkatlah Raden Ario Purbonagoro, putra Cakraningrat II yang lahir dari Raden Ayu Giri.

Selepas Raden Ario Purbonagoro. Yang menggantikannya ialah putra Purbonagoro yang juga bergelar Raden Ario Purbonagoro. Purbonagoro kedua ini dikenal dengan nama Purbonagoro Ganta’.

Setelah Purbonagoro Ganta’ wafat, maka diangkat putranya yang bernama Raden Samala. Samala juga bergelar Raden Ario Purbonagoro. Ia dikenal dengan julukan Purbonagoro Jerring.

Purbonagoro Jerring diganti oleh adiknya, yaitu Raden Ario Purbonagoro Cettet. Setelah itu diganti oleh anak Purbonagoro Jerring, yaitu Raden Demang Panjangsuro yang juga bergelar Raden Ario Purbonagoro.

Panjangsura lantas digantikan oleh anak Raden Ario Purbonagoro Cettet, yang bergelar Raden Adipati Purbonagoro.

Raden Adipati Purbonagoro menikah dengan anak Sultan Bangkalan I, dan dikaruniai anak bernama Raden Minggu.

Raden Minggu menggantikan sebagai Kuasa Sampang dengan gelar Raden Tumenggung Purbonagoro. Masyarakat menyebut beliau Gung Porba.

Gung Porba dikenal dengan karomah-karomahnya, dan diyakini sebagai seorang waliyullah. Makam beliau hingga saat ini dikeramatkan.

Selepas Gung Porba, Sampang dikuasakan pada Raden Ario Mloyokusumo, putra Raden Adipati Kusumodiningrat, Patih Bangkalan. Mloyokusumo merupakan kuasa terakhir Sampang hingga Madura mengalami penghapusan sistem keraton, pada 1880-an.

RM Farhan

KPU Bangkalan