Semua Rumah Sakit di Bangkalan Overload, Nyesek Dengar Pasien BPJS Tak Bisa Rawat Inap

×

Semua Rumah Sakit di Bangkalan Overload, Nyesek Dengar Pasien BPJS Tak Bisa Rawat Inap

Sebarkan artikel ini
Nyesek Dengar Pasien BPJS Tak Bisa Rawat Inap
RSUD Syamrabu dan Rumah Sakit Andika Bangkalan sejak Kamis overload pasien. (matamadura.syaiful)

matamaduranews.comBANGKALAN-Pasien Covid-19 di Bangkalan seminggu ini membludak. Semua Rumah Sakit di Bangkalan overload.

Semua IGD Rumah Sakit tak lagi menerima pasien. Bukan hanya pasien covid-19 yang tertolak untuk dilayani.
Pasien selain covid-19 juga tertolak untuk rawat inap.

Salah satu pasien non covid-19 yang tertolak rawat inap di semua Rumah Sakit di Bangkalan dialami
seorang ibu inisial S, umur 45 tahun.

Warga Desa Banyusangkah, Tanjung Bumi, Bangkalan ini, harus menahan sakit dari penyakit yang diderita setelah semua Rumah Sakit di Bangkalan tak bisa rawat inap.

Ibu S tergolong pasien BPJS golongan dua.

Sebelumnya dia menjalani rawat inap di RSUD Bangkalan karena penyakit diabetes. Beberapa hari lalu ia keluar dari rumah sakit milik pemerintah Bangkalan ini.

Namun, sejak Rabu 2 Juni 2021 penyakit Ibu S kembali kambuh

Linda, putri Ibu S bercerita kepada Mata Madura, Minggu (6/6/2021).

Sang Ibu S kini harus merengang kesakitan menahan sakit nyeri akibat penyakit diabetes yang diderita karena tak ada pertolongan medis.

“Ibu saya terus mengerang kesakitan. Disekujur tubuhnya keluar keringat basah. Badan Ibu lemas tak berdaya,” cerita Linda.

Linda mengatakan, sang ibu tak menunjukkan gejala Covid-19.

Sebelum dibawak ke berbagai Rumah Sakit di Bangkalan. Rabu (2/6/2021) jam 22.00 WIB sudah dicoba dibawa ke pijat alternatif di Tanah Merah. Sudah lumayan sehat.

Namun, Kamis pagi hari, 3 Juni. Sang ibu mengerang kesakitan di bagian pinggang.

“Informasi yang di dapat dari pijat alternatif ada syaraf kejepit yang hampir menyentuh ginjal,” kata Linda memberi penjelasan pada Mata Madura.

Kemudian, Linda menghubungi pamannya. Berkonsultasi. Menginformasikan kondisi Ibunya untuk meminta sang paman mengantar ke klinik terdekat.

Mereka pun berangkat ke klinik tempat S biasa berobat dengan ditemani dua orang.

Tak lama kemudian, ibu Linda diupayakan untuk ditangani, namun karena peralatan yang terbatas, Ibu Linda disarankan dirujuk ke Rumah Sakit di Bangkalan.

Rumah sakit pertama yang didatangi yaitu RSUD Syamrabu Bangkalan. IGD RSUD Bangkalan sudah full. Petugas mengaku kewalahan untuk melayani pasien non covid-19.

“Di sanalah penolakan pertama terjadi. Alasan penolakan adalah karena di IGD penuh. Antrinya pasien luar biasa. Oleh dokter di RS Syamrabu diarahkan untuk dirujuk ke RS Anna Medika,” tutur Linda.

Ibu S kemudian diantar ke Rumah Sakit Anna Medika Bangkalan. Di Rumah Sakit Swasta pun Ibu S ditolak karena rumah sakit sedang disterilisasi karena ada tenaga kesehatan yang terinfeksi virus corona.

“Selain alasan corona. Perawat di RS Anna Medika menyebut jika ruangan IGD penuh,” cerita Linda menambahkan.

Linda tak patah semangat. Dia menuju ke rumah sakit ketiga yang lokasinya tak jauh dari rumah sakit sebelumnya yaitu Rumah Sakit Lukas Bangkalan.

Ibu S awalnya ditolak dengan alasan penuh dan tak ada ruang perawatan. Setelah didesak, Ibu S akhirnya diterima.

Akan tetapi, pihak rumah sakit tidak bisa melakukan rawat inap dikarenakan ruangan rawat inap di Rumah Sakit Lukas juga penuh.

Kendati tak mendapat ruangan inap. Hasil dari rembuk keluarga, Ibu S dibaringkan di kasur di luar ruangan rawat inap.

Namun, Ibu S hanya dapat bantuan medis ala kadarnya.

“Hanya mendapat penanganan sementara. Sayangnya lagi. Di RS Lukas mau pakai BPJS tidak bisa padahal di IGD. Alasan dari perawatnya kurang darurat. Jadi BPJS-nya tidak bisa difungsikan padahal Ibu saya sudah masuk kategori BPJS golongan dua bukan yang subsidi dari pemerintah,” keluhnya.

Setelah berada di ruangan sekitar 1 jam, akhirnya Ibu Linda dibawa pulang. Berniat agar segera pulih setelah mendapat perawatan.

Namun, esok hari penyakit Ibu S kembali kambuh.

“Ternyata ibu saya hanya diberikan penahan nyeri. Usai disuntik masih terasa lebih ringan sakitnya. Setelahnya kembali pulang Ibu saya kembali parah,” papar Linda.

Perih yang dirasakan Ibu S disekujur tubuhnya sangatlah terasa. Hari-hari di rumahnya hanyalah menangis menahan sakit.

Linda dan keluarga lain yang ikut menemani tak tahan mendengar jeritan Ibu S menahan sakit.

“Sakit Ibu saya semakin parah. Ibu menangis terus setiap hari. Keringat mengucur di seluruh tubuhnya,” ucap Linda.

Niatnya Linda hari sabtu (5/6/2021) pagi ingin kembali merujuk Ibunya ke RSUD Bangkalan. Tetapi alhasil ruang IGD sudah di-lockdown.

Linda mendaftar antrian ke dokter swasta di Kimia Farma Jalan KH. Moh Kholil Bangkalan.

Linda berniat memeriksakan Ibunya ke dr. Donny Valiandra. Dokter spesialis penyakit dalam.

Linda ditemui oleh asisten dr. Donny di Kimia Farma. Alhasil dari asisten menyebut jika antrian minggu depan sudah penuh.

“Antrian untuk periksa ke dr. Donny minggu depan sudah penuh. Ada hari jum’at (11/6/2021). Tapi harus menunggu seminggu lagi. Tapi mau bagaimana lagi. Karena Ibu saya sudah sakit parah jadi tetap didaftarkan pada hari tersebut,” paparnya.

Linda harus berpasrah diri. Sembari menunggu antrean rawat inap. Ibu S hanya bisa berbaring di kasur rumahnya di Desa Banyusangkah, Tanjung Bumi dengan kondisi harus menahan sakit.

Setiap hari keluarga yang menemani hanya bisa ikut menangis mendengar jerit tangis Ibu S yang tak kuat menahan sakit di pinggangnya.

Linda berharap, penanganan pandemi Covid-19 di Bangkalan semoga segera teratasi dengan baik dan masyarakat patuh protokol kesehatan sehingga kasus infeksi covid tak terus bertambah.

“Jika banyak tenaga kesehatan yang terpapar kasian para pasien yang sakit jadi terlantar seperti Ibu saya. Jadi smoga covid segera berlalu,” harapnya.

Syaiful, Mata Madura

KPU Bangkalan