Politik

Seperti Puisi Negeri Amplop Gus Mus

Negeri Amplop
Amplop kosong diterima pedagang Pasar Cicahem Bandung.

Amplop harfiah ala Jokowi beda dengan amplop imajinatif ala Gus Mus.

Dalam puisi Gus Mus itu digambarkan bagaimana para pemegang amplop di negeri amplop punya kesaktian yang mandraguna.

Bisa menyulap apa saja tanpa ada yang mustahil.

Pesulap legendaris David Copperfield tidak akan laku di Indonesia karena teknik sulapnya dianggap ketinggalan zaman dan kalah oleh para pesulap politik di Indonesia.

Amplop-amplop mengamplopi apa saja. Uang menjadi kuasa. Keputusan-keputusan politik penting dikendalikan oleh uang.

Bahkan, keputusan tertinggi untuk memimlih pemimpin nasional pun tidak luput dari pengaruh uang.

Kabar yang sekarang sedang santer menyebutkan seorang direktur BUMN yang mengelola uang sebesar Rp 300 triliun untuk kepentingan pemilihan presiden.

Sinyalemen itu dilempar oleh pengacara Kamarudin Seimanjuntak yang tengah menangani kasus pembunuhan Brigadir Joshua dengan tersangka Ferdy Sambo dan istri.

Sinyalemen itu belum diverifikasi dan belum dikonfirmasi. Meski demikian, di zaman serba digital seperti sekarang isu-isu semacam itu bisa berkembang dengan cepat dan menjadi bola liar.

Menteri BUMN Erick Thohir tidak memberi respons terhadap sinyalemen ini.

Erick justru memberi respons terhadap Faizal Assegaf, seorang aktivis 1998, yang merepost pernyataan Kamarudin Simanjuntak itu di akun media sosialnya.

Erick Thohir rupanya gerah oleh postingan itu dan melaporkan Faizal Assegaf ke polisi.

Faizal tak gentar.

Ia mengecek ke polisi dan menemukan bahwa tidak ada laporan dari Erick Thohir terhadap dirinya.

Faizal pun balik menantang Erick untuk membuktikan tuduhannya. Dengan penuh kegeraman Faizal menuduh Erick telah melakukan kebohongan publik dengan berpura-pura melapor ke polisi.

Politik uang dan politik amplop menjadi permainan yang jamak dijumpai di berbagai perhelatan politik, mulai dari level desa sampai level nasional.

Pemilihan umum di level paling rendah seperti pilihan kepala desa sudah diwarnai oleh peredaran amplop.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap kali ini ada pemilihan di level desa para bandar amplop dan para petaruh berebut membagi amplop untuk membeli suara untuk memenangkan jagonya.

Exit mobile version