MataMaduraNews.com, BANGKALAN – Dampak dari penerapan UU No 23 Tahun 2014 tentang pemda yang menyebutkan setiap kelompok masyarakat yang hendak mendapatkan bantuan hibah diharapkan berbada hukum, ternyata membuat hak nelayan masih diinapkan di gudang DKP Bangkalan.
Bantuan yang ditahan oleh pihak DKP khusus di bidang kelautan ini berupa 400 jaring. Jumlah tersebut dibagi dua macam, yakni 200 jaring Rajungan dan 200 diantaranya berupa jaring Gondrong.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bangkalan Budi Utomo, melalui Kepala Bidang Kelautan Herlan Sutrisno, menyampaikan, pihaknya terpaksa menahan bantuan tersebut karena kelompok yang mendapatkan jatah bantuan tersebut belum memiliki badan hukum.
“Ada 12 kelompok yang mendapatkan bantuan jaring tersebut. Hampir setiap kelompok mendapatkan 30-35 jaring yang diacak dari dua macam jaring,” katanya, Kamis (25/08).
Pria yang kerap disapa Herlan ini menuturkan, kelompok nelayan yang dikoordinirnya sebanyak 96 kelompok. Namun, jumlah tersebut yang masih aktif hanya 64 kelompok saja. “Maksud aktifnya itu, hingga detik ini masih tetap berkoordinasi dengan kita. Karena ada sebagian kelompok yang sudah lost kontak dengan petugas pendamping di bawah,” ucapnya kepada MataMaduraNews.com.
Herlan mengaku pihaknya sudah berupaya maksimal dalam menjalankan amanah UU 23/14 tersebut, agar setiap kelompoknya memiliki badan hukum. Upaya itu salah satunya direalisasikan dengan menggandeng akte notaris yang ada di Bangkalan untuk membantu proses badan hukum.
Meski begitu, ia mengaku mendapat kesulitan lantaran dibenturkan dengan sikap para nelayan yang enggan untuk mengeluarkan biaya karena masih dianggap tidak penting.
“Terkait biaya pembuatan badan hukum tersebut, kita sampai minta kepada pihak notaris agar mengkalkulasi semua hingga tuntas. Ini pihak notaris sudah mempatenkan Rp 1,5 juta, masih saja banyak yang tidak mau,” bebernya.
Hingga kini, upaya DKP Bangkalan dalam melegalkan 64 kelompok nelayan yang aktif hanya terealisasi enam kelompok saja. “Kita sengaja prioritaskan yang mendapatkan bantuan jaring tadi. Dari 12 baru 6 kelompok karena sebenarnya kami hanya menginginkan mereka memiliki badan hukum,” tutur Herlan.
Ia juga sengaja memberikan strategi kepada para nelayan untuk urunan setiap kelompok karena jumlah anggota perkelompok bisa 40 orang hingga lebih. “Kalau sudah urunan Rp 100 ribuan, 40 orang sudah empat juta. Sisanya bisa disimpan untuk biaya akomodasi di kelompoknya,” tandasnya.
Herlan menyatakan DPK tak tak mau ambil resiko terkait bantuan yang ditahannya hanya karena ia mengambil langkah sedemikian demi tidak melanggar hukum. “Bantuan ini tahun 2015 lalu, tapi kalau sudah ketentuan dan aturan ya kami terpaksa tahan. Daripada nanti jadi bahan temuan BPK,” tutupnya. (mal/waw/ah)