matamaduranews.com–SUMENEP-Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Moh. Anwar (RSUDMA) Kabupaten Sumenep tetap berupaya maksimal dalam melayani masyarakat, walaupun terkadang dihadapkan dengan beragam dinamika.
Salah satu yang kerap terjadi di RSUDMA Sumenep selama ini adalah masalah ekonomi dan administrasi. Dua hal ini seperti dua hal yang tak bisa lepas dari urusan orang sakit dengan rumah sakit.
Kendati demikian, sebagai rumah sakit milik pemerintah, kata Direktur RSUDMA Sumenep, dokter Erliyati, selama ini pihaknya tak pernah tutup mata apalagi menghindar dari pasien yang tidak mampu secara ekonomi dan terkendala administrasi.
Dokter Erli, sapaan akrab sang Direktur, memastikan semua yang terkendala masalah tersebut akan tetap dilayani sebagaimana mestinya. Yang terpenting, tegas dia, ada komunikasi baik dan urun rembuk dengan pihak rumah sakit.
“Sebagaimana kalimat bijak: jangan remehkan komunikasi, karena komunikasi yang baik bisa jadi obat terbaik. Asal dikomunikasikan dengan baik dan prosedural, ada jalan keluar yang dapat diberikan RSUDMA pada pasien tidak mampu, tentunya dengan tidak melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku,” ujar dokter Erli, Senin (2/03/2020).
Lebih dari itu, pasien atau keluarga yang mengalami kendala dalam penyelesaian administrasi di RSUDMA Sumenep akan didampingi hingga masalah administrasinya benar-benar selesai.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, ada pasien bayi ruang NICU dari Ambunten dengan tagihan biaya hingga belasan juta di RSUDMA Sumenep. Sementara Fawait yang merupakan ayah kandung dari bayi itu, tidak mampu menyelesaikan tanggungan tersebut.
Tetapi pada akhirnya, Fawait merasa lega dan sangat berterima kasih kepada pihak RSUDMA Sumenep. Karena pihak rumah sakit pelat merah tersebut telah membantu masalah yang dihadapi Fawait hingga akhirnya selesai tanpa masalah.
“Pertama bersyukur pada Allah, yang kedua kepada staf-staf rumah sakit, terutama Bu Direktur,” ungkap Fawait kala itu.
“Jujur senang karena bisa berkumpul dengan keluarga kecil saya. Kepada pihak rumah sakit, saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan segala macamnya. Karena tanpa bantuan itu, saya tidak dapat berkumpul dengan keluarga dan tidak dapat melunasi semua iuran (tagian, red),†imbuhnya.
Fawait mengaku, awalnya telah putus asa, karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk membayar tagihan biaya bayinya selama berobat di Ruang NICU RSUDMA Sumenep. Segala upaya sudah dilakukan, tapi tidak membuahkan hasil hingga akhirnya ia mendatangi Instalasi Peduli Pelanggan (IPP) untuk menyampaikan permasalahannya.
Kepada IPP yang saat itu diterima oleh staf, Herman Wahyudi, Fawait menyampaikan apa adanya permasalahan yang dihadapi terkait biaya. Bahkan, pria berambut pendek tersebut mengaku rela jika anaknya terpaksa harus diasuh oleh pihak RSUDMA Sumenep.
Atas permasalahan yang disampaikan Fawait, IPP kemudian melakukan klarifikasi kepada berbagai pihak, termasuk internal RSUDMA Sumenep sambil meyakinkan keluarga bahwa pelayanan terhadap pasien tetap dilakukan sesuai standar prosedur.
Sebagai pemangku kebijakan, kata Herman Wahyudi, akhirnya dokter Erli mengajak keluarga pasien dengan didampingi staf IPP untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang dialami.
Selanjutnya, Fawait yang didampingi pihak RSUDMA Sumenep pergi ke Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan bersama-sama mencari jalan keluar. Hingga akhirnya diputuskan bahwa pasien bisa mendapatkan Jaminan Persalinan (Jampersal) dari Dinas Kesehatan.
Atas persoalan tersebut, Herman Wahyudi menegaskan jika tidak ada pasien yang tidak bisa memproleh pelayanan kesehatan, sekalipun warga kurang mampu. Asalkan, mereka mau urun rembuk dan bersabar dalam proses mencari jalan keluar.
“Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Saya sudah sampaikan berkali-kali kepada pasien atau keluarga, silakan sampaikan permasalahan secara prosedural melalui Instalasi Peduli Pelanggan. Tetap ada jalan keluar, selama tidak melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku. Selama itu menjadi kewenangan rumah sakit, kami pasti bantu,†pungkas Herman Wahyudi.
Rusydiyono, Mata Madura