matamaduranews.com–BANGKALAN-Rencana TPA darurat di Kabupaten Bangkalan pasca disegelnya TPA Buluh, Kecamatan Socah sejak Jumat (21/02/2020) lalu, ditolak mentah-mentah oleh warga Kwanyar.
Alhasil upaya Pemerintah Daerah mengatasi persoalan sampah yang tak terangkut oleh truk-truk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bangkalan selama 5 hari terakhir itu, gagal total.
Sebelumnya, TPA Buluh disegel warga karena over kapasitas dan berdampak negatif bagi lingkungan sekitar selama puluhan tahun terakhir.
Akibatnya, sampah-sampah menumpuk di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Depo, bahkan berserakan ke jalanan.
Hal ini juga menimbulkan masalah baru, karena warga yang rumahnya dekat dengan lokasi TPS dan Depo mengeluhkan menumpuknya sampah itu.
Kekinian, Pemerintah Kabupaten Bangkalan yang sibuk mencari solusi pembuangan darurat menemukan lokasi untuk TPA darurat.
Pemkab Bangkalan memutuskan untuk memindahkan TPA sementara ke Desa Kwanyar Barat, Kecamatan Kwanyar pada Selasa (25/02/2020) kemarin.
Sayangnya, pemindahan TPS sementara ke Kwanyar tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya Pemerintah gagal karena mendapat penolakan keras dari warga sekitar.
Moh Syafii, tokoh pemuda Kwanyar Barat bercerita, ada 7 truk bermuatan sampah yang datang ke desanya hendak membuang sampah. Saat sampah dibuang, ia paham bahwa itu sampah liar di Bangkalan akibat penutupan TPA Buluh.
“Kami menolak lantaran tidak ada konfirmasi dari awal. Dari sisi sosialisasi dari dinas terkait juga minim sekali menyentuh masyarakat. Kami geram,” kata Syafii, Selasa (25/02/2020).
Warga Kwanyar Menolak Sampah
Banner bertuliskan “Warga Kwanyar Menolak Sampah” terpampang sebagai bentuk penolakan warga Kwanyar. Kayu-kayu pun dipotong untuk menutupi akses truk sampah agar tak kembali lagi. Menurut Syafii, itu adalah bagian dari ide Kades Kwanyar Barat dan warga.
“Kami menolak keras sampah di sini, soalnya tidak ada surat edaran pada warga perihal pemindahan TPA sementara ke daerah Kwanyar, baik dari Kades, Camat, Kepala DLH dan Bupati,” cerita Pemuda Kwanyar itu.
Syafii sempat berkomunikasi dengan Camat Kwanyar, Selasa (25/02/2020) pagi. Kepada Syaifi, Camat Kwanyar mengaku dapat pesan WhatsApp dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengkondisikan warga Kwanyar agar tak berontak dan menolak jika ada sampah.
“Tindakan begitu kami rasa tak patut. Sebelum ada koordinasi dengan warga yang nantinya akan menjadi korban bau busuk, kami tak terima. Tiba-tiba ada 7 truk buang sampah, dikira enak ada di lingkungan sampah,” ucap Syafii dengan nada geram.
Ketua Pemuda Kwanyar Barat itu pun mempertanyakan alasan Pemkab Bangkalan tiba-tiba memilih TPA darurat di Kwanyar. Padahal lokasinya berdekatan dengan jalan raya dan laut.
“Sekali lagi, masyarakat menolak keras, karena baunya sangat menyengat lantaran berdekatan dengan jalan raya dan pinggir laut. Ini merusak ekosistem lingkungan,” tegas Syafii.
Dewan Pertanyakan AMDAL
Penolakan TPA darurat itu juga didukung Mohammad Hotib, anggota DPRD Bangkalan yang kebetulan adalah warga Kwanyar.
“Kami juga ikut dalam aksi menghadang truk sampah di Kwanyar ini,” terang Hotib.
Politisi PKB itu menolak dengan keras rencana Pemkab Bangkalan membuka lokasi TPA sementara di Kwanyar. Warga menilai, rencana tersebut tidak layak.
“Kita minta pihak pemerintah agar mengikuti dulu proses prosedural yang benar. Jangan seenaknya saja,” ungkap Hotib.
Mantan aktivis PMII itu pun menolak TPA darurat dilakukan tanpa proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terlebih dahulu.
Apalagi, kata Hotib, lokasi TPA tersebut dekat dengan pesisir dan dilakukan tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu kepada warga. Pesisir yang cocok jadi tempat wisata, malah dijadikan tempat sampah.
“Seharusnya menempati TPA dilakukan sosialisasi terlebih dahulu ke warga. Tapi pembuatan TPA tersebut tidak dilakukan sosialisasi. Yang jelas warga sangat kecewa. Kami tanyakan izinnya pada Kepala DLH tidak ada,” tegasnya.
Hotib membenarkan bahwa lokasi TPA darurat itu memang tanah TNI. Tapi dia mempertanyakan apakah dampak lingkungan dan pengelolaan sampah sesuai UU No 18 Tahun 2008 dan PP No 81 tahun 2012 sudah dikaji.
“Bukan izin masalah tanah milik TNI, tapi pengelolaan sampah dan dampaknya kita pikirkan. Baik dari tata ruang, rencana induk, studi kelayakan, meskipun darurat jangan main buang dong,” geram Hotib.
Ia menyatakan warga Kwanyar berharap pihak terkait membatalkan pembuatan TPA darurat tersebut, terutama lantaran bau yang mengganggu kesehatan dan dampak lainnya.
“Seharusnya keberadaan TPA harus jelas. Saat ditanya pada Kepala DLHÂ jawabnya akan diuruk dengan bedel pasca dibuang,” jelas Hotib.
“Jangan begitu donk, harus jelas. Daur ulang dan alat kelola sampah harus jelas. Kami dan warga sepakat bahwa TPA darurat ini harus dibatalkan,” pungkasnya.
Syaiful, Mata Bangkalan