matamaduranews.com -Transformasi STKIP PGRI Sumenep menjadi Universitas PGRI Sumenep patut disyukuri. Tapi, saya harus bertanya: apa identitas pembeda Universitas PGRI Sumenep dibanding kampus lain di Madura?
Dulu, STKIP PGRI jelas identitasnya: kampus keguruan. Lulusannya banyak yang mengisi ruang-ruang pendidikan di Sumenep. Sekarang setelah berstatus universitas, pertanyaannya—apa langkah selanjutnya?
Sabtu pagi, 2 Agustus 2025, di Graha Kemahasiswaan. Penyerahan SK dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi RI berlangsung cukup sakral. Nomor SK-nya: 605/B/0/2025. Tapi sayangnya, tak ada penjelasan panjang soal arah baru kampus yang hasil merger: STKIP PGRI Sumenep dan Akademi Kesehatan Sumenep (AKS) menjadi Universitas PGRI Sumenep.
Yang tampak hanya seremonial. Foto bersama. Dan wajah-wajah sumringah yang (semoga) menyimpan rencana besar.
Perubahan status memang penting. Tapi lebih penting lagi: substansi perubahan itu sendiri.
Sebagai kampus yang kini memakai nama “Universitas”, PGRI Sumenep harus berani menentukan wajah baru. Tak bisa hanya mengandalkan warisan masa lalu. Apalagi kita tahu: banyak kampus di Madura tumbuh dengan semangat masing-masing. UTM Bangkalan dengan semangat tekniknya. UIM dengan wajah keislamannya. Poltera dengan kekuatan vokasinya.
Lalu, Universitas PGRI Sumenep mau dikenal sebagai apa?
Saya menawarkan satu usulan: Informatika Medis.
Bukan sekadar ikut tren. Tapi karena kebutuhan nyata di depan mata. Karena kita hidup di wilayah kepulauan. Di mana dokter sulit dijangkau, tapi sinyal internet mulai masuk. Karena kesehatan adalah kebutuhan dasar, dan teknologi adalah jembatannya.
Bayangkan jika dari Sumenep lahir para ahli rekam medis digital. Ahli aplikasi telemedisin. Analis data pasien. Bahkan teknisi pemroses citra medis seperti MRI atau rontgen. Mereka bisa mengembangkan sistem yang mampu mendiagnosa penyakit sejak dini. Bahkan sebelum pasien tahu dirinya sakit.
Di masa depan, software bisa membantu orang sakit. Dan itu hanya bisa terjadi jika kita menyiapkan SDM-nya hari ini.
Kampus-kampus di Madura sudah punya fondasi. UTM punya Pendidikan Informatika. UIM punya Teknik dan Ilmu Kesehatan. Tapi belum ada yang secara spesifik mengambil lahan Informatika Medis sebagai identitas. Universitas PGRI Sumenep bisa jadi pelopornya.
Apalagi Sumenep ini punya lebih dari 100 pulau. Telemedisin bukan sekadar wacana, tapi kebutuhan.
Ada momentum juga dari Pemerintah Daerah. Program seperti “Telesapa Madura” menunjukkan adanya kemauan. Tapi siapa yang akan menjadi penggerak di lapangan jika kampusnya tak menyiapkan tenaga ahli?
Jadi, jika Universitas PGRI Sumenep ingin punya pembeda—maka Informatika Medis bisa jadi jawabannya. Bukan hanya unggulan baru, tapi sekaligus kontribusi nyata bagi daerah yang sering kali tertinggal dalam layanan dasar.
Kampus harus bukan hanya tempat belajar. Tapi tempat lahirnya solusi.
Saya tunggu langkah konkritnya. Seremoni hanyalah pembuka.
Catatan: Penulis adalah jurnalis dan pemerhati kebijakan pendidikan dan daerah kepulauan. Kadang nulis santai, kadang nendang. Tapi niatnya tetap: agar Sumenep tidak diam di tempat. Alias cator kepak