matamaduranews.com-Masih ingat lontaran Menkeu Sri Mulyani adanya desa fiktif di 2019?
Nah, untuk menghindari dana desa fiktif di tahun 2020, Wakil Menteri Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mengawal penggunaan dana desa.
Budi pun membocorkan cara untuk mengetahui ciri-ciri anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan.
Salah satunya adalah banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggarannya sudah tersedia.
“Selain itu juga tidak adanya sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat,” jelas dia seperti dikutip dari keterangan, Jumat (31/1/2020).
Berikut ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan menurut Wamendes, Budi:
- Tidak ada papan proyek
- Laporan realisasi sama persis dengan RAB
- Lembaga desa, pengurusanya berasal dari keluarga kepala desa semua
- BPD mati kiri alias pasif alias makan gaji buta
- KADES pemegang uang sementara bendahara hanya berfungsi saat di bank saja
- Perangkat desa yang jujur dan dengan vokal malah dikucilkan atau dipinggirkan
- Banyak kegiatan yang terlambat pelaksanaannya, padahal sudah jelas anggaran sudah tersedia
- Musyawarah desa pesertanya sedikit, yang hadir cuma orang-orang itu saja. Pihak yang kritis biasanya malah tidak diundang
- BUMDES tidak berkembang
- Belanja untuk keperluan barang atau jasa sering dimonopoli oleh pihak KADES
- Tidak ada sosialisasi terbuka kepada pihak masyarakat
- PEMDES marah atau terlihat tersinggung ketika ada pihak yang menanyakan anggaran kegiatan atau anggaran desa
- Kades atau perangkat dalam waktu singkat bisa membeli barang mewah, mobil, rumah, dsb. Atau terlihat peningkatan gaya hidup yang signifikan.
sumber: liputan6