Opini

Wartawan Tanpa Surat Kabar

×

Wartawan Tanpa Surat Kabar

Sebarkan artikel ini

Oleh: Joko Intarto

Pendidikan Karakter Ibnu Miskawaih
Ilustrasi Resesi Buku Pendidikan Karakter Ibnu Miskawaih. (By A. Warits/Mata Madura)

matamaduranews.com-Sudah hampir sebulan saya bergerilya: Menghubungi kawan-kawan baik yang senang menulis di media sosial dan wartawan serta desainer grafis yang korannya hampir mati.

Saya berusaha meyakinkan mereka: Dunia jurnalistik bukan hanya diperlukan dalam penerbitan koran, tabloid dan majalah. Sebelum media-media konvensional itu mati, harus banting setir.

Mengapa tidak mulai menulis buku?

Saya pun membentuk wadah. Namanya RCK. Saya pun memimpikan sesuatu yang besar sesuai singkatan RCK: research, communications, knowledge.

Karya-karya jurnalistik selalu lahir dari gabungan tiga aktivitas itu: Riset data, komunikasi dan pengetahuan. Apalagi buku. Butuh riset data yang lebih dalam. Butuh pengetahuan yang lebih komprehensif.

Pelan tapi pasti. Ada beberapa teman yang tertarik. Dari merekalah satu judul buku baru akhirnya akan segera terbit. Paling lambat akhir tahun ini. Buku tentang manajemen bisnis dalam kemasan popular.

Tokoh utama dalam buku ini dulu sangat terkenal. Pakar manajemen Renald Kashali menjulukinya sebagai orang yang mampu mengubah kondisi perusahaan besar yang buruk menjadi kinclong.

Tiga puluh tahun lalu sang tokoh memulai debutnya di sebuah perusahaan plat merah yang nyaris dilikuidasi. Perusahaan itu dinilai hanya menjadi beban pemerintah. Berpuluh tahun.

Dalam 10 tahun, sang tokoh berhasil menyulap perusahaan sakit itu menjadi sangat sehat dan modern. Saat ini karyawannya tercatat lebih dari 40 ribu orang dengan lebih dari 4 ribu kantor cabang di seluruh Indonesia.

Wawancara narasumber sudah dimulai sejak Sabtu lalu. Lumayan. Dua puluh persen kontennya selesai. Proses akan dilanjutkan lagi sampai akhir bulan ini.

Pada saat bersamaan, tiga proposal buku berikutnya sedang saya pasarkan. Mudah-mudahan ada yang gol. Target saya ketiga buku ini akan selesai bersamaan. Pada kwartal pertama tahun depan.

Saya memang memisahkan pekerjaan pemasaran dengan penyusunan buku. Pemasaran dan produksi. Menawarkan proposal buku ada satu hal. Menyusun buku ada dua hal lain. Mencetak buku hal yang lagi. Begitu pun pemasaran dan distribusi buku.

Proses menulis buku tidak berbeda dengan membuat laporan utama di redaksi surat kabar dan majalah. Satu tema dibedah menjadi beberapa sub tema, kemudian dirangkai menjadi satu laporan.

Menulis buku memang lebih sulit. Tetapi masalah terbesarnya bukan pada proses menulis naskah, melainkan pada pengumpulan datanya: Data primer maupun sekunder.

Begitulah proses transformasi dari wartawan betulan menjadi WTS: Wartawan tanpa surat kabar.(jto)

KPU Bangkalan