Berita UtamaPemerintahan

600 Rumah di Perumahan Bumi Sumekar Ikut Bermasalah Efek Kasus Tukar Guling TKD

Kasus Bumi Sumekar
Ketua LBH, Herman Wahyudi didampingi Sudarsono menunjukkan sertifikat Tanah Kas Desa hasil ruislag PT SMIP yang dikeluarkan BPN Sumenep (FOTO untuk Mata Madura)

matamaduranews.com-“Ada sekitar 600 rumah yang tidak dapat diperjualbelikan. Dianggap rumah ilegal. Padahal ini perumahan tertua di Kota Sumenep. Kalau bergejolak, bahaya ini. Artinya warga membayar puluhan tahun, dan di 2023 ini ternyata bermasalah, terang Sulaisi Abdurrazaq SH, pengacara H Sugianto kepada media, Senin 27 November 2023.

Sulaisi mengaku bingung dengan sikap Subdit Tipidkor Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Polda Jawa Timur yang menyebut ada kerugian negara hingga Rp 114 miliar akibat Tukar Guling TKD (Tanah Kas Desa) di Perumahan Bumi Sumekar.

Versi Ditreskrimsus Polda Jawa Timur. Ada tiga Tanah Kas Desa yang digunakan perumahan rakyat di Perumahan Bumi Sumekar pada tahun 1997. Yaitu, TKD Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. TKD Desa Cabbiya dan TKD Desa Talango, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep.

Luas keseluruhan TKD itu 160.000 M2 (meter persegi). Tanah-tanah itu berubah milik PT SMP lalu menjadi Perumahan Bumi Sumekar.

Padahal, kata Sulaisi, tanah pengganti hasil tukar guling itu, bukan fiktif. Tapi berada di Desa Paberasan Kecamatan Kota Sumemep dan Desa Poja, Kecamatan Gapura.

“Tanah penggantinya ada kok, dan masih dalam penguasaan tiga desa yang dimaksud. Kalau sekarang lantas dianggap tanah fiktif, dari mana dasarnya? kata Sulaisi menambahkan.

Menurut Sulaisi, tanah pengganti itu dikeluarkan oleh kantor BPN Sumenep dengan bukti-bukti kepemilikan tanah kas desa hasil pengganti tukar guling pada tahun 1997.

“Semua data, foto dan dokumen proses tukar guling lengkap. Mulai dari proses persetujuan Bupati Sumenep saat itu, pejabat kantor BPN, surat persetujuan dari Gubernur Jawa Timur. Semua ada. Lalu mana fiktifnya? Polda Jatim harusnya mempertimbangkan itu semua. Ayo turun ke bawah, kita bareng-bareng melihat tanah yang disebut fiktif itu, imbuh Sulaisi.

Sementara itu, H Sugianto sebagai pengembang Perumahan Bumi Sumekar, bercerita saat akan membangun rumah sederhana dan rumah sangat sederhana di sekitar lokasi ada TKD milik Desa Kolor, Desa Talango dan Desa Cabbiya.

Waktu itu tahun 1997. H Sugianto mengajukan permohonan tukar guling TKD tiga desa itu ke Gubernur Jawa Timur. Tujuan ruislag untuk keperluan pengembangan perumahan sederhana dan sangat sederhana untuk warga Sumenep.

Permohonan ruislag TKD disetujui oleh Gubernur Basofi Sudirman. Maka keluar surat persetujuan Gubernur Jatim Nomor 143/3293/013/1997 tentang tukar menukar TKD Desa Kolor, Desa Talango dan Desa Cabbiya.

Proses ruislag TKD tiga desa itu tuntas. Juga terbit sertifikat TKD tiga desa hasil ruislag yang dikeluarkan oleh BPN Sumenep, waktu itu.

H Sugianto menyerahkan hasil ruislag TKD tiga desa itu ke Bagian Pemdes Pemkab Sumenep. Saya serahkan ke Sudibyo, namanya, ungkapnya.

Usai seluruh proses administrasi ruislag TKD tiga desa itu tuntas. Di lokasi itu, baru dimulai pembangunan perumahan tipe sederhana dan tipe sangat sederhana.

Seiring berjalannya waktu. H Sugianto kaget. Pada tahun 2016 tiga sertifikat TKD Desa Kolor, Desa Talango dan Desa Cabbiya hasil ruislag tiba-tiba hilang. Padahal sertifikat TKD hasil ruislag tiga desa itu sudah diserahkan ke Pemkab Sumenep.

Usut punya usut. Menurut H Sugianto, tatkala ada laporan ke Polda Jatim dengan tudingan ruislag fiktif alias tidak ada wujud fisik TKD tiga desa hasil ruislag.

Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tukar guling Tanah Kas Desa di Perumahan Bumi Sumekar.

Tiga tersangka itu, adalah HS, 63, Dirut PT SMIP; MR, 71, mantan kepala desa; dan MH, 76, mantan petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Sumenep.

Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Edy Herwiyanto mengatakan, ada tiga Tanah Kas Desa di Sumenep Kota dan Kabupaten Sumenep yang proses tukar gulingnya bermasalah.

Tukar guling itu menjadi bermasalah karena objek penggantinya adalah lahan persawahan yang masih dikelola masyarakat lokal. Hal tersebut diketahui dari bukti surat tanah objek pengganti yang diberikan oleh HS.

Surat tanahnya yang mengeluarkan BPN. Setelah dicek titik koordinatnya di areal persawahan yang masih dikuasai masyarakat. Jadi ruislag tanah penggantinya enggak ada, kata Edy seperti dikutip hariandisway.id.

Edy menegaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah pihaknya melakukan gelar perkara. “Ketiganya sekaligus kami tetapkan tersangka pada 22 November 2023, beber mantan Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya itu.

Dari ketiga tersangka, polisi menyita sejumlah alat bukti berupa legalisir buku tanah, surat hak guna bangunan, warkah, dan beberapa dokumen pertanahan lainnya.

Hingga kini penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim masih terus mendalami kasus tersebut. (ham)

Exit mobile version