Nasional

Gegara Covid-19, Tahanan di Mabes Polri Dilarang Dijenguk, Kurniadi: Kapolri Bisa Digugat Ke PTUN

×

Gegara Covid-19, Tahanan di Mabes Polri Dilarang Dijenguk, Kurniadi: Kapolri Bisa Digugat Ke PTUN

Sebarkan artikel ini
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis (kompas)

matamaduranews.comJAKARTA-Kurniadi, SH berencana akan menggugat Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis ke PTUN terkait kebijakan yang melarang tahanan dikunjungi oleh keluarga dan penasihat hukumnya.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Kurniadi berdalih, penerapan protap Covid-19 yang dikeluarkan Kapolri Azis dengan melarang penasihat hukum dan tersangka untuk saling berhubungan merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

“Ini keterlaluan. Kebijakan Kapolri yang melarang terdakwa dan penasehat hukum untuk berhubungan merupakan kebijakan yang bertentangan dengan pasal 57 dan 69 KUHAP. Protap yang dibuat Kapolri tidak memiliki landasan logis yang ada hubungannya dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Baik dengan mengacu pada ketentuan PP No. 21/2020, maupun Permenkes No.9/2020, serta petunjuk-petunjuk teknis yang sudah lazim diketahui publik. Protap yang standar adalah: jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan atau kalau bisa tidak kontak fisik,” terang Kurniadi dalam rilis yang diterima Mata Madura, Kamis malam (14/5/2020).

Pembina YLBH Madura ini bercerita apa yang dialaminya saat hendak menemui kliennya yang ditahan di Mabes Polri pada hari Kamis, 14 Mei 2020, sekitar jam 13.30 WIB.

“Saya bermaksud untuk mengunjungi klien saya, Notaris/PPAT yang berpraktik di Jakarta. Klien saya ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri sejak 2 bulan lalu. Kini statusnya menjadi tahanan Kejaksaan, tapi dititipkan di Bareskrim Mabes Polri,” cerita Kurniadi.

“Saya dikagetkan oleh ulah petugas tahanan yang melarang saya untuk membesuk klien saya dengan alasan: dimasa Covid tahanan tidak boleh dibesuk oleh siapa pun, termasuk oleh penasihat hukumnya. Ini protap Kapolri,” terang Kurniadi meniru ucapan petugas penjaga tahanan bawah tanah yang terdapat di Markas Besar Polri di JL Trunojoyo, Jakarta.

Apa yang dialami pengacara Kurniadi ternyata diamini oleh suami kliennya. Dia mengaku selama dua bulan tidak bisa membesuk istrinya. Begitu pun pengakuan dari rekan-rekan sejawat sesama Notaris/PPAT. Kesemuanya mengaku tidak diperbolehkan untuk mengunjunginya.

Kurniadi menilai, protap Kapolri Azis bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum. “Mereka, penyidik dan penuntut umum berkepentingan untuk memenangkan sangkaan/dakwaannya. Yaitu dengan cara mengurangi kesempatan tersangka/terdakwa untuk memperoleh pembelaan yang maksimal dari penasihat hukum,” tegas Kurniadi.

Kata Kurniadi, aturan melarang penasihat hukum untuk tidak berhubungan dengan kliennya yang ditahan terlihat diskriminatif. Sebab, katanya, penyidik dan penuntut umum bebas berhubungan.

“Ini jelas merupakan kebijakan yang diskriminatif karena memberangus kesetaraan penasihat hukum dengan penyidik dan penuntut umum sebagai sesama penagak hukum (catur wangsa),” sambungnya.

Karena itu, Kurniadi berencana menggugat Kapolri Azis ke ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait kebijakan yang dibuat.

“Saya akan daftarkan pada hari Jum’at, 15 Mei 2020 ke PTUN Jakarta. Kapolri telah menghalang-halangi saya selaku penasihat hukum untuk mengunjungi klien saya yang berada di ruangan tahanan bawah tanah. Perbuatan Kapolri jelas melanggar hukum,” pungkas Kurniadi.

Hambali Rasidi