Hadariadi, Tokoh Sumenep Award 2017 Kategori Aktivis Kesehatan

Hadariadi (kanan), Tokoh Aktivis Kesehatan dalam Sumenep Award 2017.
Hadariadi (kanan), Tokoh Aktivis Kesehatan dalam Sumenep Award 2017.

PEJUANG KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN

MataMaduraNews.comSUMENEP – Hadariadi, 42 tahun, adalah sosok kaum muda pekerja sosial tanpa pamrih. Seorang sarjana pendidikan yang tidak mengabdikan diri di ruang belajar formal, tapi mengajari banyak orang melalui kepeduliannya yang total terhadap kesehatan warga miskin. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2011, tercatat sudah 1.000 lebih warga miskin pengguna Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang didampinginya.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Tokoh muda yang kepeduliannya terhadap warga miskin begitu total ini tak diragukan. Setiap kali Tim Penilai meneleponnya, kebetulan ia selalu sibuk mendampingi warga miskin yang harus di rujuk ke Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya, karena penyakit yang tergolong berat. Padahal jarak Surabaya-Sumenep tidaklah dekat, sekitar 175 km atau kira-kira 4-5 jam jika ditempuh dengan bus.

Yang menakjubkan, tahukah pembaca bahwa Mas Hada-panggilan akrab dari teman-temannya, lebih sering menggunakan uang sendiri ketika mendampingi warga miskin ke RS Surabaya. Kalaupun ditanggung pasien, ia hanya menerima seongkosan naik bus/travel. Jika lebih, Mas Hada akan menolaknya. Itu pun jika ia kepepet tidak punya uang. Selama masih punya uang sendiri, ia pantang menerima pemberian pasien. Apalagi meminta.

”Saya niatnya membantu. Dan pasien yang saya dampingi orang yang tidak mampu. Masa saya mau menerima/meminta uang dari mereka?” tutur Mas Hada ketika akhirnya ia yang berkunjung ke rumah Tim Penilai.

Padahal, di Surabaya lelaki kelahiran 06 Mei 1970 tersebut bisa 1 minggu. Bahkan kadang lebih, karena untuk memperoleh kamar bagi pasien miskin harus mengantri. Biasanya, di samping menanggung uang makan sendiri, di Surabaya ia juga menyewa kos harian. Sehari antara Rp 20-30 ribu. Jika satu minggu, tinggal dikalikan saja berapa uang yang harus ia keluarkan. Setelah beres kamar dan dokter yang menangani, suami Ainur Rahimah tersebut baru pulang ke Sumenep. Tetapi ketika dibutuhkan pasien karena misalnya ada sesuatu yang butuh pertolongannya, ia berangkat lagi ke Surabaya. Begitulah, ayah dua anak ini harus bolak-balik Sumenep-Surabaya dengan uang sendiri.

Mas Hada hanyalah seorang wiraswasta. Tapi meski berlatar dari kehidupan ekonomi biasa, hal itu tidak menjadi hambatan untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Sampai detik ini, tokoh muda ini masih ngontrak di sebuah rumah sederhana berukuran 5×9 m di Jalan Adi Podai 31 Kolor, Kecamatan Kota. Istrinya seorang PNS yang baru tahun 2009 diangkat setelah puluhan tahun menjadi guru kontrak di sebuah Madrasah Ibtidaiyah Negeri.

Anak pertamanya yang seorang perempuan saat ini masih kuliah di IPB, Bogor. Sementara anak kedua, laki-laki, masih duduk di bangku SD di Kabupaten Sumenep. Beruntung, keluarganya, terutama sang istri, sangat mendukung apa yang dilakukan suaminya. Tak heran dedikasinya sebagai pendamping dan Advokasi Kesehatan Masyarakat Miskin tetap konsisten sejak tahun 2000 sampai sekarang.

Tapi memang tak ada hal yang tiban. Mas Hada sudah mulai terjun dalm program kesehatan miskin sejak tahun 1998, ketika masih bernama JPS-BK ( Jaringan Pengaman Sosial Bidang Kesehatan). ”Saya waktu itu menjadi anggota Pemantau JPS resmi di bawah naungan Bappenas/Bappeda, salah satunya ada program JPS-BK. Saya keluar masuk kampung di desa-desa melaksanakan tugas pemantauan,” tuturnya medio Desember lalu.

Dari situlah, kepeduliannya akan kesehatan masyarakat miskin (Maskin) tumbuh. Ia tergugah saat melihat dan mendengar langsung keluhan dari masyarakat yang seringkali dinilainya mendapat perlakuan diskriminatif dalam pelayanan kesehatan. Maka tanpa sadar, jadilah ia sebagai seorang kesatria. Berjuang untuk kesehatan maskin yang menjadi aktivitasnya.

Dari perjalanan pendampingan dan advokasi kesehatan maskin, sekitar tahun 2006 akhirnya mantan Ketua LKNU Sumenep tersebut membentuk Posko bersama, yaitu Posko Kesehatan Masyarakat Miskin (PKMM) yang digagas bersama temannya di Lakpesdam NU Sumenep. Posko itu merupakan konsorsium lembaga dan banom NU Sumenep, yaitu Lakpesdam NU, PC. Fatayat, PC. Muslimat, IPNU-IPPNU dan PMII dengan dirinya sebagai Ketua Posko. Maka semakin luaslah perannya dalam advokasi kebijakan kesehatan maskin, terutama di bidang pelayanan. Bahkan, dedikasinya untuk kesehatan maskin makin terorganisir dengan beragam aksi sosial.

| Tim Penilai Sumenep Award 2017 Kategori Tokoh Aktivis Kesehatan

Exit mobile version