Prof Farrington tidak merinci, mengapa orang miskin ekonomi dan rendah tingkat pendidikan (SES rendah) lebih sering bertengkar, dibanding SES tinggi.
Barangkali, pembaca teori Farrington disuruh menafsirkan sendiri. Bahwa keluarga yang selalu kesulitan uang untuk menafkahi keluarga, otomatis sering pusing. Kalau sudah pusing, segalanya jadi serba gelap.
Sehingga persoalan menonton YouTube, yang bagi orang dengan SES tinggi adalah hiburan, bagi SES rendah bisa jadi malapetaka. Bahkan tragedi.
SES rendah berpondasi pada miskin ekonomi. Keluarga dengan miskin ekonomi, otomatis sulit membayar sekolah anak-anak mereka. Jadilah kelengkapan SES rendah: Miskin harta, miskin ilmu.
Pantas saja, kejadian-kejadian sepele dalam rumah tangga di Indonesia, bisa meletus seperti kasus di Depok itu. Terjadi di mana-mana. Bermula dari sepele-sepele.
Sebab, mayoritas masyarakat kita masih miskin. Dalam arti ekonomi. Bahkan, banyak yang masih sulit beli makan. Yang layak.
Teori Prof Farrington tidak menyoroti masyarakat dengan SES tinggi. Terkait kriminologi. Misal, kasus Duren Tiga adalah keluarga dengan SES tinggi.