Kata Orang Bangkalan, Iuran BPJS Boleh Naik. Tapi Perbaiki Dulu Pelayanannya

BPJS Bangkalan
Kantor BPJS Kesehatan Bangkalan (matamadura.syaiful)

matamaduranews.comBANGKALAN-Sulaiman, warga Desa Dakiring, Socah, Bangkalan, salah satu peserta BPJS Kesehatan. Pada prinsipnya, ia tak keberatan adanya rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan mulai diberlakukan 1 Januari 2020.

Namun, Sulaiman mengajaukan syarat. “Perbaiki dulu pelayanan BPJS Kesehatan ke peserta. Sebelum menaikkan iuran BPJS,” ucapnya kepada Mata Madura, Rabu (4/9/2019).

Jika pelayanan BPJS masih seperti biasa selama ini, Sulaiman tidak setuju jika iuran dinaikkan. “Ya, jelas saya tidak setuju. Penghasilan saya tak naik. Malah iuran BPJS Kesehatan akan naik 100 persen,” ujar Sulaiman yang sehari-hari menjadi pendamping disabilitas di Bangkalan.

Pemegang kartu BPJS Kesehatan kelas III ini, menawarkan solusi ke pemerintah jika anggaran subsidi kesehatan memberatkan keuangan negara. “Ya..jangan langsung menaikkan 100 persen. Naikkan dulu 25 persen secara bertahap,” sambungnya.

Menurut amatan Sulaiman, pelayanan peserta BPJS Kesehatan di Bangkalan masih banyak keluhan.

“Sering kali terdengar keluhan dari pasien BPJS Kesehatan. Mereka mendapat pelayanan yang kurang menyenangkan, bila dibanding sesama pasien yang membayar tunai atau menjadi peserta pasien umum. Pemeriksaan dilakukan terburu-buru dan diobati seadanya. Sering kali juga pasien masih harus mengeluarkan sejumlah uang karena obat tertentu tidak dicover oleh BPJS Kesehatan,” cerita Sulaiman.

Selain itu, kata Sulaiman, pasien BPJS sering kali kehabisan tempat untuk rawat inap. Termasuk pembatasan kuota yang diterapkan bagi pasien yang akan menjalani pemeriksaan di rumah sakit.

“Banyak konsumen yang merasa, ketika menggunakan BPJS, dinomorduakan,” kata Sulaiman.

Mahrus Ali, warga Desa Keleyan, Socah juga menolak jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan 100%. Dia berdalih, layanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan masih belum optimal. Ditambah harga kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat.

“Dalam proses pengambilan kebijakan semacam ini, seharusnya pemerintah ikut melibatkan komunitas pasien sebagai peserta.  Mereka adalah mitra pemerintah dan BPJS Kesehatan. Karena masyarakat sebagai objek iuran BPJS,” terangnya ketika ditemui Mata Madura.

Mahrus meyayangkan pasien BPJS Pelayanannya yang ada di rumah-rumah sakit sering dikeluhkan oleh masyarakat karena tidak konsisten antara setoran dana BPJS dengan kualitas pelayanan.

“Misalnya ada pasien yang sakit datang ke rumah sakit dan ditanyakan pasien BPJS atau pilihan biasa. Kalau yang BPJS belum apa-apa sudah mendapatkan perlakuan yang kenyataannya mohon maaf. Kan seakan-akan termarjinalkan. Itu pernah terjadi pada saya di RSUD Syamrabu Bangkalan ketika adek saya menjalani operasi,” tandasnya.

Mahrus menawarkan solusi kepada BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit agar duduk bersama untuk memperbaiki sistem pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan.

“Perbaikan ini penting agar tingkat kepercayaan masyarakat tidak semakin memburuk. “Situasi ini tak baik, karena animo masyarakat menggunakan BPJS semakin naik,” tambah Mahrus.

Kata Mahrus, jika pemerintah tetap ingin menaikan iuran BPJS, sebaiknya cukup dikenakan bagi pengguna mandiri level I atau kepada kalangan yang mampu. “Semoga pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan,” harapnya.

Sebagaimana diketahui, Sri Mulyani mengusulkan iuran BPJS Kesehatan kelas mandiri I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang. Artinya, peserta harus membayar Rp160 ribu per bulan dari saat ini yang hanya dikenakan Rp80 ribu per bulan.

Kemudian, peserta kelas mandiri II diusulkan naik Rp59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu dari posisi sekarang sebesar Rp 51 ribu per bulan. Sementara, peserta kelas mandiri III naik Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu per peserta.

Syaiful, Mata Bangkalan

Exit mobile version