Ketokohan Arya Wiraraja dan Memakai Baju Adat Keraton di Hari Jadi Sumenep

×

Ketokohan Arya Wiraraja dan Memakai Baju Adat Keraton di Hari Jadi Sumenep

Sebarkan artikel ini
Suasana Hari Jadi Kabupaten Sumenep ke 750. Pipit, ASN Kecamatan Kota dan Direktur BPRS Bhakti Sumekar, Hairil Fajar saat memakai baju adat khas Keraton Sumenep pada tanggal 30 Oktober 2019. (matamadura)

matamaduranews.com-Setiap tahun, Pemkab Sumenep menggelar berbagai kegiatan menyambut Hari Jadi Kabupaten Sumenep yang jatuh pada tanggal 31 Oktober.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Yang menarik, setiap tanggal 30 dan 31 Oktober, Pemkab Sumenep menghimbau kepada semua ASN di lingkungan Pemkab Sumenep agar memakau baju adat khas Keraton Sumenep. Himbauan Bupati Sumenep ini sudah berlangsung tujuh tahun lalu. Tepatnya, tahun 2013.

Himbauan itu juga berlaku bagi pagawai BUMN, BUMD yang berkantor di Sumenep, termasuk instansi vertikal.

Para siswa SD hingga SMA hanya dihimbau untuk memakai baju bercorak batik Madura. Sedangkan para guru memakai baju adat khas Keraton Sumenep.

Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim memiliki alasan himbaun memakai baju adat khas Keraton Sumenep. Tujuannya untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal dan memberi semangat aparatur dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab seperti ketokohan Arya Wiraraja sebagai pendiri Kabupaten Sumenep.

Siapa Arya Wiraraja?

Sebelum menjabat Adipati Sumenep, Arya Wiraraja sudah menjadi seorang pejabat penting di Kerajaan Singosari. Kidung Harsa Wijaya menyebutkan bahwa jabatan Aria Wiraraja di Singosari adalah seorang Demung.

Dr. Abdurrahman menyebut pangkat atau jabatan Aria Wiraraja di kerajaan Singosari adalah Demung Nayapati.

Menurut Syaiful Rijal, penulis sejarah Arya Wiraraja, penugasan Aria Wiraraja sebagai Adipati Sumenep terjadi ketika Kerajaan Singosari diperintah oleh Raja Kertanegara (1268-1292). Dasar penunjukan dan penempatan Aria Wiraraja sebagai Adipati Sumenep tidak lebih dari siasat politik dari Raja Kertanegara.

Sebagai pejabat senior dan kaya pengalaman tentu tidak sedikit perbedaan pendapat antara Arya Wiraraja dan Raja Kertanegara. Agar hal tersebut tidak kemudian berkembang menjadi penghalang terhadap ambisi politik Kertanegara maka ia harus dijauhkan dari pusat kekuasaan kerajaan Singasari.

Kidung Harsa Wijaya menerangkan Arya Wiraraja digeser kedudukannya dari demung menjadi adipati di Madura Timur.

Mengapa harus ke Sumenep (Madura Timur) sebagai tempat tugas Aria Wiraraja yang baru. Menurut Syaiful Rijal, perhitungan politik bahwa Sumenep adalah wilayah yang sangat strategis untuk mengamati dan membendung serangan dari arah utara atau arah timur kerajaan Singasari. “Sangat logis ketika pusat pemerintahan Sumenep ketika itu berada di Batu Putih (pantai utara Sumenep),” tulis Syaiful dalam artikel: Refleksi Hari Jadi Sumenep; Belajar Dari Sejarah ARYA WIRARAJA.

Pelantikan Arya Wiraraja menjadi Adipati Sumenep, Serat Pararaton menuliskan sebagai berikut:

“Hana ta wongira, babatanganira buyuting Nangka aran Banyak Wide, singungan pasenggahan Aria Wiraraja, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon adhipatia ring Sunghenep, angger ing Madura ing wetan”

Artinya: “Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama banyak Wide, diangkat dalam kedudukan sebagai Aria Wiraraja, karena tidak dipercaya lagi dijauhkan sebagai adipati di Sumenep, yang terletak di Madura Timur”.

Serat Pararaton tidak mencantumkan tanggal dari peristiwa pelantikan tersebut. Tetapi dalam sumber sejarah lain yakni Prasasti Sarwadharma yang berangka tahun 31 Oktober 1269 M dijelaskan bahwa Raja Kertanegara telah berkuasa penuh dan tidak lagi berada di bawah pengawasan ayahandanya Raja Wisnuwardhana.

Prasasti Sarwadharma juga berisi tentang penetapan daerah menjadi daerah swatantra (berhak mengurus dirinya sendiri). Atas dasar fakta sejarah tersebut maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan terjadi pada tanggal 31 Oktober 1269 M.

Peristiwa itu dijadikan rujukan yang sangat kuat untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten Sumenep dan kemudian diperingati pada setiap tahun hingga sekarang ini.

Lebih kurang 24 tahun Arya Wiraraja memerintah sebagai adipati Sumenep (1269-1293). Tentu bukan waktu yang singkat bagi sebuah pemerintahan.

Hanya disayangkan tidak ada sumber sejarah yang menjelaskan tentang keadaan sosial ekonomi Sumenep di bawah pemerintahan Aria Wiraraja. Kejadian yang terjadi di masa-masa akhir pemerintahannya adalah peristiwa politik yang berkaitan dengan penyerangan Jayakatwang (Raja Kediri) terhadap kerajaan Singasari atas rekomendasi Arya Wiraraja.

Peristiwa maha penting lainnya adalah proses berdirinya kerajaan Majapahit yang tidak terlepas dari campur tangan Aria Wiraraja melalui startegi politiknya yang sangat brilian. Namun tidak ada sejarah yang tidak meninggalkan pesan atau pelajaran.

Selama hampir lima periode kepemimpinan (jika diumpamakan dengan periode 5 tahunan saat ini) Aria Wiraraja telah berhasil menancapkan pondasi yang kuat terhadap pembangunan mental spritual, politik, dan ekonomi masyarakat Sumenep.

  1. Keadaan politik Sumenep Stabil.

Keadaan politik Sumenep selama masa pemerintahan Aria Wiraraja sangat stabil. Tidak ada gejolak politik yang terjadi selama masa pemerintahannya. Tidak ada catatan sejarah yang menulis tentang perebutan kekuasaan baik dari dalam ataupun dari luar. Kalaupun ada berarti Arya Wiraraja dapat menyelesaikan gejolak itu sehingga ia dapat mengakhiri kekuasaan di Sumenep dengan sangat baik.

Bahkan Arya Wiraraja masih dengan leluasa berfikir situasi politik pusat kerajaan Singasari yang berujung pada adanya rekomendasi kepada Prabu Jayakatwang untuk menyerang Singasari jika memang berkenan.

Ketika kenyataan sejarah mengantarkan Raden Wijaya tiba di Sumenep sebagai pihak yang kalah perang, Arya Wiraraja menerimanya dengan baik, memberikan suaka politik, bahkan secara brilian mengatur strategi secara bersama untuk kepentingan politik mereka ke depannya. Tentu ini terjadi berkat dukungan politik kadipaten Sumenep yang kondusif.

  1. Keadaan Ekonomi Baik.

Dalam perjalanan sejarah berikutnya, Sumenep nyata semakin terlibat dalam situasi politik perebutan kekuasaan di Kediri ataupun Majapahit. Diawali dengan pengiriman bantuan orang-orang Sumenep dalam pembukaan hutan Tarik, wilayah yang dihadiahkan Prabu Jayakatwang kepada Raden Wijaya, sampai pengiriman pasukan Sumenep untuk membantu Raden Wijaya dalam peperangan melawan Prabu Jayakatwang serta mengusir tentara Khubilai Khan dari tanah Jawa.

Fakta sejarah ini membuktikan bahwa keadaan ekonomi Sumenep ketika itu sangat baik. Sebab membangun pasukan yang tangguh tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Lebih-lebih mengirim orang-orang Sumenep atau pasukan Sumenep ke tanah seberang bukan perkara yang mudah dan murah. Dibutuhkan mobilisasi yang rapi, sarana yang memadai dan biaya yang mencukupi untuk sampai di tujuan.

Menyangka bahwa biaya disediakan oleh pihak yang meminta bantuan (dalam hal ini Raden Wijaya, Raja Majapahit) tentu hal yang sulit diterima, mengingat Kerajaan ini belum berdiri dan masih menghimpun potensi yang ada.

  1. Loyalitas Masyarakat Sumenep yang tinggi.

Ketika orang-orang Sumenep dan pasukan Sumenep ditugaskan untuk membantu Raden Wijaya, mereka menerima semua perintah itu dengan penuh tanggungjawab.

Hutan Tarik yang sebelumnya adalah sebuah hutan lebat mereka jadikan sebuah perkampungan kecil yang menjadi cikal bakal ibu kota kerajaan Majapahit.

Demikian juga ketika pasukan Sumenep berperang membantu Raden Wijaya tidak ada pikiran lain kecuali menunaikan titah amanah yang di berikan oleh sang pemimpin, Arya Wiraraja, kepada mereka.

Inilah loyalitas tanpa syarat. Kepatuhan kepada pemimpin telah ditunjukkan oleh para leluhur Sumenep. Tentu ini adalah hasil dari pembangunan mental (karakter) yang ditanamkan oleh Aria Wiraraja sepanjang masa pemerintahannya.

Singkat kata, Kelahiran Sumenep, perlu disadari bahwa sejarah melahirkan tokoh sesuai dengan kebutuhan jamannya. Arya Wiraraja tidak akan hidup lagi. Tetapi ketokohannya yang diakui dunia harus dapat menjadi motivasi bagi pemimpin masa kini berbuat yang lebih baik dari beliau sesuai dengan tuntutan zaman.

Bukan demi ambisi politik pribadi tetapi demi kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Sebagai rakyat tentu juga harus patuh pada pemimpinnya dan jika sang pemimpin dianggap tidak lagi memperhatikan rakyatnya maka rakyat harus berani untuk mengingatkannya dengan cara-cara yang baik.

Selamat Hari Jadi Sumenep ke 750

31 Oktober 1269-31 Oktober 2019

redaksi