Berita Utama

Di Madura, Informasi Publik Setengah Hati….

×

Di Madura, Informasi Publik Setengah Hati….

Sebarkan artikel ini

Keterbukaan informasi publik di Madura masih sebatas papan nama. Pemohon (masyarakat) sebagian masih dipasung oleh termohon (pejabat publik). Kesan tidak ikhlas ia tampakkan. Entah apa yang merasukinya.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Cover Majalah Mata Madura Edisi 6
Cover Majalah Mata Madura Edisi 6

MataMaduraNews.comREFORMASI birokrasi seiring bergulirnya otonomi daerah masih belum menunjukkan arah siginifikan. Indikataornya, bisa dilihat dari belum tersedianya akses informasi publik yang disajikan oleh masing-masing pemkab di empat kabupaten Madura.

Tujuan utama reformasi birokasi adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik. Misi mulia ini kemudian disahkan tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang keterbukaan publik Nomor 14 ini, diperkuat dengan PP No 61 Tahun 2010 sebagai acuan Keterbukaan Informasi Publik sebagai salah satu produk hukum Indonesia.

UU Nomor 18 Tahun 2014 ini terdiri dari 64 pasal. Substansi UU ini memberi mandat kepada kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik. Kecuali sejumlah informasi tertentu yang memang tidak diperbolehkan UU.
Di Madura, secara de jure, semua Pemkab membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertugas menampilkan informasi berkala, informasi serta merta, informasi setiap saat dan informasi dikecualikan dalam websitenya. Selain itu, PPID punya tanggungjawab melayani pemohon informasi (masyarakat). Namun, secara de facto, masih ada PPID tak lebih dari papan nama untuk sekedar memenuhi keinginan UU 18/2008 dan PP 61/2010.

Seperti PPID Bangkalan yang menuai banyak protes dari masyarakat (pemohon) akibat sikap setengah hati menjalankan tugasnya. Salah satunya, Mathur Husyairi, pegiat anti korupsi Bangkalan punya banyak cerita ketika ingin memohon informasi dari sejumlah PPID pembantu (SKPD, red.) akibat ketidakseriusan menjalankan amanat UU 18/2008 dan PP 61/2010.

“Biasanya saya meminta informasi melalui surat. Tetapi saya coba mendatangi langsung ke salah satu SKPD, ternyata di kantor itu, tidak menyediakan formulir permohonan informasi. Dan saya hanya disuruh mengisi buku tamu semata,” akunya kepada Mata Madura, saat ditemui di kediamannya.

Alur permainan SKPD sengaja diikuti Mathur. Dia bersabar untuk memenuhi keinginan mendapat informasi yang dicari. Setelah lama menunggu, dia diminta untuk mendatangi PPID pusat. Mathur pun mendatangi kantor PPID pusat di Dishubkominfo. “Setelah datang ke PPID pusat, saya suruh kembali ke PPID pembantu. Petugasnya bilang, informasi yang dibutuhkan ada di PPID pembantu karena SKPD terkait yang lebih paham,” tuturnya.

Kekesalan Mathur memuncak akibat saling lempar handuk. Sehingga ia ajukan segketa informasi ke Komisi Informasi Bangkalan. “Saya sengketakan ketidaktransparanan informasi publik itu. Di Komisi Informasi juga tidak menyelesaikan sengketa. Lalu kami ajukan ke polisi sebagai tindak pidana,” cerita Mathur, beberap waktu lalu.

Mathur menilai, PPID di semua SKPD dan Badan Publik di Bangkalan tidak bisa melayani kebutuhan informasi publik di era keterbukaan informasi. “PPID kan dapat SK langsung dari bupati. Dananya pun tidak sedikit. Masa hanya untuk menyediakan dua lembar formulir saja tidak bisa,’’ ucap Mathur dengan nada kesal.

lebih jelasnya, baca edisi cetak Mata Madura Edisi 6…