Berita Utama

Perpustakaan Desa Bangkalan Diseragamkan, Berikut Penjelasan Kepala Bappemas Pemdes

×

Perpustakaan Desa Bangkalan Diseragamkan, Berikut Penjelasan Kepala Bappemas Pemdes

Sebarkan artikel ini
Mubarok (kanan) menunjuk buku perpustakaan desa. Ismed (kiri) Kepala Bappemas Pemdes membantah.
Mubarok (kanan) menunjuk buku perpustakaan desa. Ismed (kiri) Kepala Bappemas Pemdes membantah.
Mubarok (kanan) menunjuk buku perpustakaan desa. Ismed (kiri) Kepala Bappemas Pemdes membantah.

MataMaduraNews.comBANGKALAN- Komite Pembangunan Desa (KPD) Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menemukan mobilisasi pengadaan buku untuk Pengadaan Buku Perpustakaan Desa. Jumlahnya mencapai Rp 25 juta tiap desa yang diserahkan ke kantor kecamatan dan Bapemas Pemdes Bangkalan.
Dari hasil temuan KPD, dana Rp 25 juta itu untuk sejumlah buku dan etalase. Hanya sayang, buku yang dikirim langsung ke sejumlah desa, bentuk dan judulnya sama antara desa pegunungan dan desa pinggir pantai.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Kepala Bapemas Pemdes Bangkalan, Ismed Efendi, membantah jika disebut setiap desa menyerahkan dana Rp 25 juta untuk Pengadaan Buku Perpustakaan Desa. Ismed menyebut besaran pengadaan perpustakaan desa tergantung keinginan desa. Lalu Ismed mencontohkan, desa di Kecamatan Socah ada yang mengalokasikan perpustakaan desa sebesar Rp 8 juta dan Rp 10 juta. “Ada desa di Kecamatan Arosbaya, Kamal, Geger dan Galis tidak melakukan pemesanan,” terang Ismed, kepada MataMaduraNews.com.

Moh. Mubarok, Ketua LSM KPD, sebenarnya tidak mempersoalkan Pengadaan Perpustakaan Desa yang menggunakan Dana Desa. Hanya saja, kata Mubarok, pengadaan buku itu tidak berdasar dari hasil keinginan dan kebutuhan desa.

“Dari hasil investigasi KPD buku perpustakaan desa seragam. Mestinya buku Desa A yang berada di daerah pesisir, yang dikirim harus sesuai dengan kebutuhan desa tersebut. Seperti, bagaimana cara menangkap ikan yang bagus dan mekanismea budidaya ikan yang baik dan sebagainya. Dan sebaliknya, Desa B yang berada di daerah dataran baik rendah maupun tinggi, masyarakatnya mayoritas bertani, maka bukunya harus berisi bagaiman bercocok tanam yang bagus. Dan buku yang bisa menjelaskan cara mengelola hasil tani yg mengarah kepada produk olahan jadi. Kata lain buku itu harus linier dan relevan dengan kebutuhan desa. Bukan malah diseragamkan,” jelas Moh. Mubarok, kepada MataMaduraNews.com.

Mubarok menilai, mekanisme Pengadaan Buku Perpustakaan Desa itu, melanggar amanah UU Desa UU Nomor 6 tahun 2014. Menurutnya, secara prinsipil UU tentang desa itu memberi keleluasaan kepada desa untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Termasuk menentukan buku mana yang diperlukan desa.

“Kalau mekanismenya seperti temuan KPD di lapangan, secara tidak langsung, desa tidak diberi kewenangan untuk menentukan keinginannya sendiri. Seharusnya sebelum pengadaan buku itu datang, desa diberi daftar buku atau katalog buku agar setiap desa dapat memilih buku mana yang sesuai dengan kebutuhannya,” sambung Mubarok. (aliman)