Catatan: Hambali Rasidi
Senin sore hingga Selasa malam, banyak wa masuk ke redaksi Mata Madura. Isinya beragam. Ada yang ngancam untuk mengerahkan massa lebih banyak untuk menolak Surat Edaran Sekda Sumenep.
Ada juga yang beropini macam-macam terkait legalitas Surat Edaran Sekda, tertanggal 26 Agustus.
Termasuk ada yang menyangsikan proses produk Perda 03 Tahun 2019 tentang Desa yang ditetapkan tanggal 23 Agustus 2019. Padahal, anggota DPRD Sumenep baru dilantik 21 Agustus 2019.
Keraguan-keraguan itu, akhirnya ada yang bercerita. Ada juga yang memberi analisa implikasi hukum. Dan juga mengkhawatirkan terjadi konflik horisontal di tengah masyarakat desa akibat dari penerapan Perda 03/2019.
Dari semua isi chat wa, seperti menarik diulas. Walau saya sarjana agama, tak berlatarbelakang sarjana hukum, tapi cerita dan analisa yang masuk di wa, menarik dirangkai dalam kalimat.
Kenapa? Ini yang perlu publik ngerti.
Pertama, Perda 03/2019 yang diundangkan 23 Agustus, sebagai dasar Surat Edaran Sekda Sumenep, bukan semata berisi penangguhan tahapan Pilkades, jika Bakal Calon Kades yang daftar lebih lima calon.
Lebih dari itu. Perda 03/2019 itu, berisi tentang desa. Pasal 348 di nomor 13, secara tegas berbunyi: mencabut dan membatalkan 12 produk hukum tentang desa.
Salah satu produk hukum yang dibatalkan dan tak berlaku adalah Perda 08 Tahun 2014 yang menjadi cantolan Perbup 39 dalam mengatur petunjuk teknis pelaksanaan Pilkades serentak 2019 di Sumenep. Perda 08 itu, juga gugur alias tak berlaku.
Jika demikian, bagaimana legalitas panitia Pilkades yang sudah terbentuk? Sementara, pendaftaran Bakal Calon Kades sudah dibuka sejak 16 Agustus dan berakhir 28 Agustus.
Lalu, jika panitia Pilkades, menetapkan Calon Kades, apa yang menjadi landasan hukum panitia?
Bahasa sederhananya, jika semua produk hukum dibatalkan dan dinyatakan tak berlaku, berarti: pembentukan panitia Pilkades, kan juga tak berlaku? Hehehe ..
“Tapi dalam aturan hukum kan tidak berlaku surut. Berlaku ke depan sejak aturan hukum itu diundangkan. Apalagi, dalam pasal 349 menyatakan, Perda ini berlaku sejak tanggal diundangkan,” jawab anggota grup wa, mata madura dalam diskusi.
Dari sini, saya ngaku tabik. Tak bisa merangkai kata dalam bingkai kalimat bahasa hukum.
Biar anda, pembaca mendiskusikan dengan para pendekar hukum. Apakah kehadiran Perda 03/2019 membawa maslahat atau mudharat untuk rakyat Sumenep.
Kedua, saya lihat Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) DPMD Sumenep, ada pembekalan Panitia Pilkades di bulan Juli dengan anggaran Rp 231 juta.
Sosialisasi Pelaksanaan Pilkades Serentak sebesar Rp 179 juta. Dan penyusunan regulasi tentang desa sebesar Rp 100 juta yang dijadwal Januari 2019.
Dua alasan ini, saya kian bingung untuk mengurai lebih jauh.
Singkat kata, semoga Perda 03/2019 tak berimplikasi hukum lebih jauh. Sehingga konflik horisontal tak ada.
“Atau pelaksanaan Pilkades serentak diundur saja bareng Pilkada Sumenep 2020,” canda anggota lain di grup wa.
Pesona Satelit, 28 Agustus 2019