matamaduranews.com-Peran BPRS Bhakti Sumekar kian hari semakin meluas. Tak hanya terbatas pada bantuan modal kepada kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sektor Batik Tulis semata, sepak terjangnya pun merembet pada berbagai segmen usaha dan taraf hidup banyak orang di berbagai daerah di di Kabupaten Sumenep.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Langkah BPRS Bhakti Sumekar semakin jelas keberadaannya sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep yang tak hanya memberi kesejahteraan ekonomi kepada para nasabah, melainkan sebuah kontribusi sosial-ekonomi tengah menjadi program yang mampu mengangkat strata ekonomi masyarakat bawah sekaligus menekan angka pengangguran di kalangan muda. Seperti yang dialami Abdurrahman, Peternak Lebah di Desa Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
“Perjalanan hidup memang tak terduga. Siapa yang menyangka kalau saya akan jadi peternak lebah dan hidup dari hewan penghasil madu,†begitulah kata pertama yang keluar dari Abdurrahaman, 39, ketika ditanya tentang perjalanan usahanya dalam budidaya lebah. Ia mengaku tidak pernah menyangka usaha yang digelutinya itu akan sukses serta dapat menjadi tumpuan ekonomi keluarga.
Abdurrahman adalah seorang peternak lebah di Dusun Kebun Kelapa, Desa Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget, Sumenep yang cukup berhasil. Beternak lebah menurutnya, merupakan usaha yang dulu tidak pernah terbayangkan akan ia tekuni. Malah ia lebih membayangkan menjadi tukang Meubel terkenal dengan kualitas yang baik ketimbang sebagai tukang lebah, minimal dalam lingkup kota Sumenep. Tentu saja hal tersebut terjadi sebelum ia mencicipi ‘manisnya madu’ sang lebah, sebab waktu itu profesinya masih sebagai seorang tukang meubel.
“Dulu pekerjaan saya adalah mebel. Meski sekarang saya tidak lantas meninggalkan keahlian tersebut.” Katanya.
Ia bercerita, ketertarikannya kepada lebah madu terjadi pada tahun 2007 silam. Yakni ketika kotak kayu yang ia letakkan di tembok tanpa terduga telah terisi lebah. Lebah tersebut lantas ia biarkan hingga dirasa cukup untuk waktu panen.
“Ketika panen pertama tersebut ada tetangga yang bilang mau membeli madu yang saya peras. Waktu itu, tetangga saya berani bayar Rp 10 ribu untuk satu cangkir madu.” Ceritanya.
Berawal dari kejadian tersebut, Rahman merasa semakin tertarik. Ia berkeyakinan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan dari madu lebah sangat besar. Perhitungannya cukup gampang, jika satu kotak saja dapat menghasilkan uang dengan mudah bagaimana jika memelihara lebih dari satu, maka tentu keuntungan yang didapat akan lebih berlimpah. Berangkat dari pertimbangan inilah kemudian dirinya memantapkan hati untuk memelihara lebah, meski secara teori tidak begitu pengalaman. Kurangnya pengalaman dan minimnya pengetahuan tersebut kiranya membuat Rahman menjalankan usaha lebahnya dengan cara alami. Yakni menunggu lebah datang dan mendiami kotak kayu (Gelodok) secara suka rela.
Ia meletakkan gelodok di sawah-sawah dan pepohanan sekitar rumah agar lebah yang bisa dipelihara bisa semakin banyak. Langkah tersebut cukup efektif karena dalam waktu yang tidak begitu lama, pria kelahiran 09 Januari 1976 ini mendapati lebih dari lima gelodok terisi lebah.
“Saya tidak menyangka ternyata memelihara lebah itu cukup mudah, namun hasil yang diperoleh sangat besar. Kita hanya perlu membuat sarang (Gelodok, Red), maka lebah tersebut akan datang dengan sendirinya.” terangnya.
Seiring berjalannya waktu, usaha Rahman terus berkembang. Hewan lebah yang pada mulanya hanya 1 gelodok berkembang menjadi 7, dari 7 meningkat lagi jadi 14 gelodok. Akan tetapi perjalanan usaha tersebut tidak lantas tanpa rintangan. Pernah suatu ketika, cerita Rahman, gelodok yang sudah terisi lebah tersebut tiba-tiba kosong. Hal tersebut terjadi ketika musim paceklik datang. Kata Rahman, dari 14 gelodok yang dia pelihara, cuma tersisa 4 gelodok saja yang masih terisi lebah. Kejadian ini sempat membuat Rahman tertekan. Namun pada akhirnya ia sadar bahwa tidak ada yang mudah dalam memulai usaha.
Rahman semakin sadar masih banyak ilmu yang belum diketahui tentang beternak dan memelihara lebah dengan baik agar tidak gulung tikar di tengah jalan. Atas dasar itu, ia lantas mengikuti pelatihan dasar yang diadakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan se-Kabupaten Sumenep di Kota Malang. Tidak hanya itu, pada tahun 2011, ia juga mendaftar sebagai peserta pada Pelatihan Managemen Budidaya Lebah di Jawa Barat se-Jatim yang diadakan Kementerian Kehutanan.
“Dari pelatihan tersebut saya banyak mendapat ilmu dalam hal budidaya lebah. Termasuk bagaimana cara agar lebah yang sudah ada tidak kabur atau mati.” jelasnya.

Sangat beruntung, dari pelatihan itu pula Rahman mendapat bantuan berupa sarang lebah modern (stub) sebanyak 20 buah, dengan rincian 10 stub kosong dan 10 stub berisi bibit lebah dari Dishutbun.
Seperti kebanyakan UMKM, problem yang dihadapi Rahman adalah kurangnya modal yang dimiliki untuk mengembangkan usaha. Hal tersebut diakuinya cukup menghambat terhadap kemajuan usaha dan hasil produksi yang dicapai.
“Sebelum mendapat bantuan, ia mengaku tertatih-tatih dan kebingungan untuk mengembangkan usahanya. Akhirnya, terpaksa ia menjalani usahanya mengalir begitu saja. Memang, sebuah usaha akan semakin besar dan sukses jika disertai dengan kepemilikan modal yang kuat dari pengelola usaha.” paparnya.
Menurut Rahman, kalau modal yang dimiliki kuat, maka pikiran akan jalan sendiri untuk mencari cara bagaimana usaha tersebut tidak berhenti di tengah jalan. Seperti membeli alat yang dapat memaksimalkan produksi, memasarkan produk yang lebih luas, dan lainnya.
“Maka dari itu, di tengah kondisi modal pas-pasan yang dimiliki, Rahman mengaku bersyukur karena ada Program Penguatan Modal dari Bank BPRS Bhakti Sumekar yang memberikan solusi bagi UMKM untuk mengatasi masalah modal yang dihadapi.” ucap Rahman sambil tersenyum.
Dengan bantuan tersebut, pelaku UMKM dapat leluasa melakukan inovasi untuk meningkatkan nilai jual produksi menjadi lebih baik. Jadi tidak berlebihan kiranya jika Rahman berkata bahwa Program Penguatan Modal dari BPRS Bhakti Sumekar tersebut laksana angin segar di padang sahara. Sebab, melalui pinjaman modal yang didapat, ia dapat membeli alat-alat yang dapat meningkatkan terhadap produksi madu yang dihasilkan.
“Bersyukur sekali, mas. Karena saya menekuni usaha lebah madu ini bukan karena banyak modal, tapi karena berharap usaha ini dapat menjadi tumpuan ekonomi keluarga.” ungkapnya.
Pihaknya mengaku sudah lama menjadi nasabah Bank BPRS Bhakti Sumekar, yakni sejak tahun 2012, dan memperoleh bantuan penguatan modal sebanyak empat kali. Bantuan tersebut dipergunakan untuk proses pengembangan koloni dan pembelian alat ekstraktor paska panen (alat pemeras madu, Red). Saat ini lebah yang dipelihara Rahman sebanyak 120 stub yang diletakkan di tanah kosong depan rumahnya. Dari produksi madu yang dihasilkan, Rahman mengaku mendapat omset mencapai Rp 5 juta tiap bulan. Hal tersebut didapat dari hasil penjualan baik via regular maupun via online yang dapat dipesan melalui akun facebook pribadinya atas nama Abd Rahman.
Sementara ukuran madu yang ditawarkan bermacam-macam dengan harga juga yang bervarian. Untuk madu ukuran botol kecil dengan isi 160 ml dibandrol Rp 25 ribu, madu dengan berat setengah kilo dipatok Rp 50 ribu, sedang untuk ukuran botol besar seberat 1 kg seharga Rp 100 ribu. Saat ini, ayah dua anak ini memiliki empat UKM binaan yang tersebar di Desa Kalianget Timur dan Kalianget Barat. Hasil madu dari 4 UKM tersebut ia gunakan untuk menutupi kekurangan barang yang dipesan terutama pelanggan via online seperti Blitar, Madiun, Tanggerang, Kalimantan, dan lainnya.
“Pelanggan online itu kalau pesan tidak sedikit, bisa 30 – 50 Kg. Jadi saya juga mengambil produksi madu yang dihasilkan dari 4 binaan tersebut.” pungkasnya. (*)