matamaduranews.com–BANGKALAN-Berawal dari kepemilikan tanah seluas 1800 M2 milik Hj Hasunah di Desa Gili Anyar, Kecamatan Kamal, Bangkalan pada tahun 1997. Tanah tersebut diminta oleh Kepala Desa setempat untuk dijadikan fasilitas kepentingan umum. Loka Bina Karya (LBK) Dinas Sosial. Tanpa ganti rugi. Tanah yang dipakai seluas 1.200 M2.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Sisa tanah 600 M2 oleh pemilik, Hj Hasunah dijadikan tempat wirausaha pada Maret 2016. Usaha pun berjalan lancar. Namun, secara mengejutkan, ada oknum (BH) datang ke tempat usaha Hj Hasunah. Dia minta agar Hj Hasunah menandatangani sebuah surat. Tapi, Hj Hasunah menolak permintaan (BH).
Selang beberapa hari, tanpa sepengetahuan Hj Hasunah, ada petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan melakukan pengukuran di area tanah milik Hj Hasunah. Lalu terbit sertifikat tanah atas nama BH, tertanggal 20 April 2016.
Kejanggalan ini, disampaikan Drs Fathurrahman Said, SH atau yang biasa dipanggil Jimhur Saros kepada Mata Madura. Jimhur merasa terpanggil untuk membantu keadilan setelah Hj Hasunah bercerita pada dirinya.
Hj Hasunah tergolong keluarga kurang mampu. Dia tak punya akses untuk mendapat bantuan hukum atas kejadian yang menimpa dirinya.
Jimhur berinisiatif menggugat BPN Bangkalan. Dia menuding BPN diduga main mata dengan iming-iming faktor (X). Membantu melegalkan tanah yang bukan milih (BH).
Alhasil, usaha Jimhur melalui LBH Tjakraningrat berhasil memperjuangkan hak ibu Hj Hasunah. Hasil putusan di PTUN menganulir sertifikat hak milik atas nama BH yang sudah dikeluarkan BPN.
Hj Hasunah berhak atas tanah tersebut. Dan bisa mengajukan sertifikat kepemilikan ke BPN tanggal 22 Mei 2018.
Sayang, upaya Hj Hasunah menemui jalan buntu. Sejak November 2018, pengajuan sertifikat ke BPN Bangkalan tak kunjung selesai. Melalui bantuan LBH Tjakraningrat tetap saja tak membuahkan hasil. Upaya musyawarah dengan BPN Bangkalan tetap nihil. Beribu sebab dan alasan keluar dari BPN Bangkalan.
Kamis, 12 September 2019, LBH Tjakraningrat minta kejelasan ke BPN Bangkalan. Anehnya, saat didatangi para petugas BPN yang terlibat pengurusan sertifikat tanah mengaku masih sibuk.
Jimhur mengaku kecewa. Audiensi tak membuahkan hasil. “Selalu begitu Jawaban dari BPN Bangkalan. Sebenarnya ini adalah hal yang mudah. Tetapi kenapa kok selalu dipersulit. Ada apa BPN? Apa maunya BPN?,” ucap Jimhur saat proses audensi di Kantor BPN Bangkalan, Kamis (12/9/2019).
Jimhur menilai kinerja BPN Bangkalan penuh masalah. “Jangan bohongi rakyat kecil dengan biaya di notaris yang cukup fantastis. Seperti contoh perubahan nama dalam sertifikat yang harganya luar biasa. Jika tidak sanggup bilang. Jangan memberikan janji tanpa ada kejelasan,” bentak Jimhur dengan nada mengeras saat audiensi di ruangan BPN.
BPN Bangkalan, Syaifudin sebagai Kepala Seksi Penanganan Masalah menjawab keluhan LBH Tjakraningrat. Dia berjanji akan menindak lanjuti data-data administrasi Ibu Hj. Hasunah.
“Kami siap untuk membantu. Nanti bisa diajukan kembali berkas-berkas yang kurang dari pihak pemohon. Sebelumnya mungkin karena kekurangan dan keterbatasan dari pihak pegawai pertanahan,” dalih Syaifudin yang menjabat di BPN Bangkalan kurang lebih setahun ini.
Dikatakan, untuk permasalahan tanah milik Hj Hasunah, dirinya mengaku lupa-lupa ingat.
“Jadi kalau ingin detail maka saya harus baca-baca kembali. Keterbatasan saya dalam melayani banyak masalah, mohon dimaklumi,” terangnya kepada peserta audiensi.
Syaifudin menegaskan, pengurusan sertifikat tanah saat ini sudah tidak ada pungli.
“Pungli saat ini sudah lenyap. Permohonan di BPN Bangkalan sekarang itu sudah ada di loket. Tidak ada pemohon masuk ruangan dengan bebas. Semua pembayaran sudah melalui bank. Jadi semua di loket tidak ada transaksi keuangan,” terang Syaifudin.
Syaiful, Mata Bangkalan