Opini

Degradasi Kesadaran Pluralisme Akan Memecah Belah Bangsa

×

Degradasi Kesadaran Pluralisme Akan Memecah Belah Bangsa

Sebarkan artikel ini
Muallifah. (Foto for Mata Madura)

Oleh: Muallifah*

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Indonesia terdiri dari berbagai suku, bangsa, adat dan suku yang kesemuanya tergabung dalam Indonesia. Indonesia bukanlah milik kamu, aku, kita maupun kelompok tertentu ataupun golongan tertentu. Indonesia adalah milik kita semua. Maka tugas untuk menjaga keutuhan NKRI bukanlah tugas perseorangan maupun tugas berkelompok, melainkan tugas semua sehingga kesadaran ini haruslah dimiliki oleh setiap warga negara yang ada di Indonesia.

Dengan keragaman yang demikian, tentunya banyak faktor-faktor yang akan memecah belah bangsa ini. Baik dari faktor bangsa Indonesia itu sendiri maupun luar Indonesia. Misalnya faktor internal yang sangat berpengaruh kita lihat organisasi-organisasi yang tujuannya ingin mendirikan negara khilafah di negeri Indonesia dengan alasan bahwa demokrasi kerap dipersepsikan sebagai barang mewah yang menentukan prinsip pembangunan politik dalam tata pergaulan dunia.

Secara normatif, demokrasi selalu dikaitkan dengan kehendak rakyat (the will of the people) sebagai sumber dan kebaikan bersama (the common good) sebagai tujuan. Sementara, hal ini tidak sesuai dengan realita yang ada di negeri kita. Semua berbanding terbalik, karena yang ada hanyalah banyak terjadi penguasa-penguasa menindas rakyat kecil, uang rakyat dipakai untuk kepentingan pribadi, dan iming-iming revolusi ditegakkan untuk mengganti sistem pemerintahan Indonesia dengan sistem khilafah di mana hal ini  akan menghancurkan keutuhan NKRI.

Mengapa demikian? Sistem khilafah bukanlah sesuatu yang amat buruk, bahkan hal yang sangat bagus. Namun apabila nantinya hukum yang diberlakukan di Indonesia adalah hukum Islam, maka akan menimbulkan perpecahan serta gesekan dengan umat lainnya. Sebab Indonesia bukan hanya terdiri dari Islam semata, namun terdiri dari berbagai agama. Apabila kelompok ini terus mengalami perkembangan, maka akan menimbulkan perpecahan, baik bagi umat Islam itu sendiri maupun dari bangsa Indonesia secara umum.

Padahal, kita pun tahu bahwa memahami Al-Quran _yang dalam hal ini pedoman bagi seluruh umat manusia, khususnya umat Islam_ tidak cukup secara tekstual saja. Melainkan, harus kontekstual seperti yang kita kenal dengan bayani, irfani dan burhani. Ketiganya ini harus kita telaah bagaimana memahami isi Al-Quran dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam berbangsa dan bernegara. Sebab, Islam mengajarkan kedamaian, toleran, dsb.

Kondisi sebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan menurunnya tingkat kesadaran bangsa bahwa negara Indonesia adalah negara plural yang tidak hanya dimiliki oleh satu agama saja. Maka tidak heran ketika Gusdur atau yang sering kita sebut sebagai Bapak Pluralisme mengatakan, “Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama. Ada enam agama yang diakui di Indonesia, jadi tolong hargai 5 agama yang lain”. Kalimat ini mengingatkan kepada kita bahwa Indonesia ini begitu beraneka ragam atau plural. Kesadaran yang harus ada pada diri kita bahwa dengan kemajemukan ini kita tetap kokoh dalam menjaga keutuhan NKRI.

Umat Islam khususnya, serta umat-umat yang lain harus memiliki kesadaran penuh atas pluralnya negara kita ini. Dengan mengadakan kegiatan-kegiatan bina damai ataupun penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keutuhan NKRI dan bahaya radikalisme yang akan menimbulkan perpecahan antar bangsa, nantinya akan tercipta saling menghormati antar umat beragama tanpa melakukan hal yang mengatasnamakan agama. Apabila kesadaran akan pluralisme Indonesia ini melekat pada setiap anak bangsa Indonesia, maka terciptalah pondasi yang kokoh untuk membangun Indonesia yang maju tanpa takut adanya serangan dari luar.

* Mahasiswi Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Semester III STAIN Pamekasan. Peraih Juara II Essay tingkat Kabupaten, Juara I Artikel tingkat Jatim, Juara II Essay tingkat Nasional, dan Juara I Orasi Putri tingkat Kabupaten. Penulis merupakan salah satu peserta Lombok Youth Camp For Peace Leaders 2018.