matamaduranews.com–SUMENEP-Pada tanggal 3 Mei 2020 hari ini insan pers sedunia tengah memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional, tak terkecuali di Kabupaten Sumenep.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Namun, banyak pihak menilai kebebasan pers tampaknya hanya akan menjadi impian belaka mengingat selalu ada upaya untuk membendung alirannya membeber fakta guna memberikan pencerahan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan Ibnu Hajar. Seksi Pendidikan dan KLW PWI Jawa Timur itu menyatakan, di Hari Kebebasan Pers Internasional ini semua insan pers selalu berharap kebebasan berekspresi.
Namun, ia pesimis kebebasan pers akan tercapai manakala keadilan masih dibelenggu, selama fakta masih disimpan, pun kenyataan masih kerap dipersoalkan.
“Jika masih demikian, maka kebebasan pers tidak akan pernah muncul di Negeri ini,” kata Ibnu Hajar, Ahad (3/05/2020) siang.
Menurut dia, kebebasan pers adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Karena itu, Ibnu berharap lapisan masyarakat di Kabupaten Sumenep, khususnya birokrasi bisa memahami bahwa pers adalah pilar kelima dari demokrasi.
“Intinya di Hari Kebebasan Pers Sedunia ini saya berharap kebebasan pers tidak hanya menjadi slogan dan peringatan saja. Tetapi secara empirik, kami para insan pers membutuhkan itu semua,” ujar Ibnu.
Jurnalis senior yang juga Pemimpin Redaksi Radio Nada FM itu menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir akan kebebasan pers. Karena itu semua sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
“Kami membutuhkan kebebasan, dalam artian kebabasan yang bertanggung jawab,” imbuh Ibnu.
Tentu saja, kebebasan pers yang diimpikan harus seiring dengan profesionalisme para insan pers. Karena di tengah banyaknya media, khususnya di Sumenep, profesionalisme jurnalis menjadi tantangan tersendiri.
“Sehingga bagaimana taring dari pena atau sekarang tuts-tuts komputer itu menghasilkan karya yang kharismatik dan penuh wibawa,” ungkap Ibnu.
Itu semua, kata dia, akan terjadi apabila insan pers mampu menjaga marwah dirinya. Juga apabila ditopang oleh sebuah iklim di mana semua pihak menyadari bahwa pers adalah sebuah pencerah bagi masyarakat.
Sementara itu, mantan Ketua PWI Sumenep, Moh. Rifai mengungkapkan, ada beberapa catatan penting di Hari Kebebasan Pers Internasional kali ini. Salah satu yang menyita perhatian adalah beredarnya informasi hoaks.
“Ini sebetulanya akibat dari kebebasan pers, yang berimbas pada pekerja media, sehingga ini juga berpengaruh pada kinerja pekerja media bagaimana kita melawan hal itu,” ujar Rifai.
Informasi hoaks yang beredar, menurut dia lazimnya tidak berasal dari insan pers. Seringkali berasal dari masyarakat yang di zaman kebebasan informasi ini dengan mudahnya bisa menginformasikan sesuatu yang kerapkali tidak benar.
“Karena itu pada momentum Hari Kebebasan Pers ini saya berharap kepada teman-teman insan pers agar kita harus betul-betul menjadi media penyaring, yang menyajikan fakta-fakta secara detail kepada masyarakat, sehingga bisa membedakan mana informasi yang benar, mana yang hoaks,” papar Rifai.
Dengan demikian, informasi yang benar harus dibawa dari kalangan pers atau media massa. Sementara yang bersumber dari media sosial cenderung, bahkan bisa dipastikan akan mendapatkan berita-berita hoaks.
“Maka dari itu media massa harus benar-benar menyajikan berita fakta, sehingga bisa menjadi referensi bagi masyarakat di sekitar kita,” pungkas Rifai.
Rafiqi, Mata Madura