
foto for Mata Madura
Mata Madura sempat kaget waktu wawancara dengan kepala Unit Transfusi Darah (UTD) Kabupaten Pamekasan ini. Pasalnya, arah pembicaraan out of the box: yaitu bagaimana mengimplementasikan konsep medis dalam kepemimpinan organisasi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Bagi Dr H. Achmad Syafirullah, Wakil Ketua IDI Kabupaten Pamekasan yang juga Direktur Operasional Kelompok Perusahaan Otomotif Mitra Setia Group, yang cabangnya ada di tiga kabupaten di Madura ini, organisasi memang bukan barang baru. Sejak duduk di bangku SMP, pria kelahiran Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan ini, sudah aktif di organisasi. Ketika Kuliah di Fakultas Kedokteran Univeritas Brawijaya pun, dokter yang juga tenaga medis di RSUD dr. Saleh Martodiwirdjo Kabupaten Pamekasan ini, terus aktif mengasah kemampuan organisasinya.
Berkat pengalamannya itulah, dokter yang aktif di LTN NU Cabang Pamekasan ini berbagi konsep Medical Leadership. Berikut hasil bincang-bincang dengannya yang dikemas secara eksklusif oleh Johar Maknun dari Mata Madura.
Sebagian besar orang masih heran, bagaimana Anda bisa melakukan sinkronisasi profesi sebagai seorang tenaga medis dan memimpin perusahaan yang tidak kecil?
Sebetulnya tidak ada yang aneh dengan apa yang saya lakukan. Bahkan bagi saya, ini adalah sebuah keniscayaan. Sebab, kepemimpinan saya di bisnis keluarga, sesungguhnya adalah sebuah implementasi SOP (Standart Operating Procedure) medis. Bahkan saya katakan, kepemimpinan dalam organisasi, sesungguhnya kongruen dengan SOP medis.
Wah, ini menarik. Bisa dijelaskan?
Pertama, Â dari sisi visi saja sudah ada kesamaan, yaitu pelayanan prima. Dalam medis, visi kita adalah melayani pasien secara prima. Maksimal. Tulus. Dalam kepemimpinan organisasi, juga sama, melayani yang dipimpin. Bahkan dalam kepemimpinan sosial pun juga berlaku. Atau dalam bahasa agama, sayyidul qaumi khadimuhum. Pemimpin itu pelayan bagi yang dipimpinnya.
Kedua, pelayanan prima, dalam medis merupakan manifestasi dari compliance. Bagaimana kita bekerja untuk menyelesaikan keluhan, permintaan, dan harapan pasien. Di sinilah peranan komunikasi menjadi sangat menentukan. Ini sama dengan kepemimpinan dalam organisasi, maupun kepemimpinan sosial, bahkan kepemimpinan politik. Seorang pemimpin wajib memiliki kemampuan dan kemauan untuk mendengarkan keluhan, harapan, dan keinginan yang dipimpinnya.
Ketiga, setelah mendengarkan compliance dari pasien, dokter melakukan pemeriksaan, baik secara pandangan, maupun deteksi secara fisik. Dalam kepemimpinan organisasi, kepemimpinan sosial dan politik, sesungguhnya sama. Seorang pemimpin tidak cukup mendengarkan, tapi juga harus melakukan observasi dan inspeksi untuk mengumpulkan data. Data ini penting agar jangan sampai keputusan yang dihasilkan salah.
Keempat, setelah mendengarkan compliance dari pasien, dokter kemudian melakukan analisa secara scientific metodh atau metode-metode ilmiah. Di sinilah akuntabilitas dokter mulai diuji. Jangan sampai analisanya tidak objektif, tidak menggunakan pendekatan keilmuan yang benar. Dalam kepemimpinan yang lain, langkah keempat juga adalah sebuah keniscayaan. Dalam kepemimpinan politik, misalnya, kita mengenal istilah public accountability, atau akuntabilitas publik.
Kelima, setelah dilakukan analisa, barulah dilakukan tindakan medis. Dalam melakukan tahapan kelima ini, seorang dokter harus melakukan tindakan sesuai dengan rekomendasi tahapan-tahapan sebelumnya. Jadi semua tahapan harus diperlakukan sebagai suatu kesatuan. Dalam kepemimpinan, semua tindakan pemimpin harus mengacu pada aspirasi, data, analisa, kepatuhan pada perundang-undangan, naskah akademik yang telah dibuat, maupun kepatuhan finansial.
Keenam, setelah dilakukan tindakan medis, biasanya dokter akan menyuruh pasien untuk melakukan kontrol setelah beberapa hari dari tindakan medis. Ini adalah bentuk self control seorang dokter atas pekerjaannya. Nah, saya pikir untuk kepemimpinan organisasi, sosial, dan politik pun sesungguhnya sama. Seorang pemimpin berkewajiban melakukan evaluasi terhadap setiap kebijakan yang telah diluncurkan
Ternyata Anda cukup mengenal dengan baik soal politik. Apa yang melatarbelakangi?
Sebenarnya persoalan politik dengan dunia medis bukanlah hal yang mengada-ada. Secara historis hal tersebut tidak terbantahkan. Sekadar flashback saja, founding fathers negeri ini adalah beberapa orang dokter, yaitu dr. Wahidin Soedirohoesodo, dr. Soetomo, dr. R. Goembrek, dr. Goenawan Mangoenkoesoemo, dr. Mochammad Saleh, dr. Soeradji, dr. Angka Prodjosoedirdjo, dr. Gondo Soewarno, dan dr. Soewarno. Semuanya adalah mahasiswa kedokteran STOVIA. Ini juga saya kampanyekan kepada teman-teman dokter. Bukan apa, tapi semata-mata, supaya teman-teman dokter memiliki kearifan historis.
Kalau melihat latar belakang Anda sebagai mantan aktivis mahasiswa, Wakil Ketua IDI, Direktur Unit Transfusi Darah, dan juga sebagai Direktur di sebuah perusahaan otomotif yang karyawannya hampir mencapai 2.000-an. Â Tidakkah ada keinginan untuk maju dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Pamekasan 2018?
Ini bukan soal mau tidak mau. Menjadi pemimpin di kabupaten itu, jika dalam pengertian pemimpin yang sebenarnya, bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan leadership yang kuat, dukungan politik yang juga kuat, bahkan kapasitas kapital yang juga kuat. Tapi pada prinsipnya, kita perlu mendorong agar kontestasi pilkada ini menjadi wahana rekrutmen yang baik, punya spektrum yang luas, agar masyarakat punya lebih banyak pilihan. [*]