Koordinasi Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkalan dinilai lemah. Warga mengeluhkan pelayanan yang buruk dan rumitnya administrasi.
MataMaduraNews.com–BANGKALAN-Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kabupaten Bangkalan, Muhyi, angkat bicara mengenai lambatnya pelayanan dan kesulitan administrasi, baik di tingkat puskesmas maupun rumah sakit. Khususnya bagi pasien yang tidak mampu dan tidak memiliki fasilitas kesehatan seperti BPJS, sehingga harus mengurus Surat Pernyataan Miskin (SPM) secara berjenjang.
Ia memaparkan, saat ini ada perubahan prosedur bagi pengguna SPM. Awalnya pasien harus mengurus SPM secara manual mulai dari tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan. Kini SPM bisa diurus di Puskesmas. “Selanjutnya Puskesmas yang akan mengurus melalui online sehingga pasien tidak lagi diribetkan dengan berkas,†katanya kepada Mata Madura.
Muhyi menambahkan, secara teknis perubahan prosedur ini memang patut diacungi jempol. Tapi penerapannya dinilai belum maksimal. Masih banyak masalah administrasi yang ia temukan di lapangan. “Harapan dapat lebih mudah, cepat dan efisien ternyata malah lebih semrawut, tidak jelas dan merugikan,†kata Muhyi.
Pekan lalu, Muhyi bercerita, pada saat berkas SPM diserahkan dan diproses oleh pihak Puskesmas secara online, ketika pasien dirujuk ke RSUD masih ditanyakan kelengkapan berkas administrasinya. Hal ini menurutnya membuat pasien kebingungan. Baginya, kebijakan ini justru hanya mempermainkan rakyat miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan. “Seolah-olah kebijakan baru ini tidak sinkron di semua fungsi, jelas mengecewakan,†tambah Muhyi dengan nada kecewa.
Muhyi menyayangkan tidak adanya sosialisasi dari pihak rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Bangkalan terkait kebijakan baru ini. Ia menilai masyarakat seolah dibiarkan kebingungan. Bahkan ia sendiri yang aktif di dunia kesehatan juga tidak pernah mendapat informasi atas regulasi baru ini. Padahal, lanjutnya, DKR bersentuhan langsung dengan rakyat. “Belum lagi dengan lambatnya pelayanan di RSUD yang semakin menambah catatan buruk satu-satunya RSUD di Bangkalan tersebut,†terangnya.
Sejumlah masyarakat beranggapan, pasien yang menggunakan fasilitas BPJS, KIS, SEHATI dan Jamkesmas mendapatkan pelayanan yang berbeda dibanding pasien umum. Takmir, pasien asal Kwanyar mendaftarkan anggota keluarganya yang sakit sebagai pasien umum karena ingin mendapatkan pelayanan yang lebih cepat dan baik. “Terpaksa umum, Mas, biar cepat ditangani, kasihan,†kata lelaki berkopiah tersebut sambil melihat kondisi keluarganya yang terbaring lemah.
Ketidakramahan petugas rumah sakit juga sering ditemui warga. Seperti yang dialami oleh Salam yang pernah mendapatkan perlakuan kasar dari petugas. Ketika itu, Salam mendampingi warganya yang sedang sakit. Karena ada kekeliruan di tanggal suratnya, pihak rumah sakit langsung menyobek surat tersebut di depan banyak orang dengan kasar. “Saya mengaku salah, Mas, namun kesalahan itu tidak disengaja, cuma salah ketik. Tapi ternyata pihak rumah sakit langsung menyobek surat tersebut dengan kasar. Jelas kami kecewa,†ungkapnya kepada Mata Madura.
Tidak jauh berbeda dengan Salam, kekecewaan juga dialami oleh Khoir asal Modung yang waktu itu sedang mengantar kakaknya ke Poli bedah umum. Petugas yang melayaninya memvonis saudara laki-lakinya mengalami gejala hernia. Khoir kemudian bertanya solusinya kepada petugas. Lalu petugas menjawab pertanyaannya dengan nada yang tinggi dan ketus. “Ya jika ingin sembuh harus dioperasi,†kata Khoir menirukan ucapan petugas.
Tentu laki-laki yang setiap harinya berada di Bangkalan ini merasa kecewa dengan pelayanan di rumah sakit yang megah tersebut. “Ini tidak sesuai dengan slogan rumah sakit yang katanya Bertasbih (Bersih, Ramah, Tanggap, Siaga, Bekerja Ikhlas),†ungkap Khoir kesal.
Sementara Mursid, warga lainnya, mengaku pernah dimintai bayaran sebesar Rp 4.137.118,00 sesuai yang tertera di kuitansi, padahal dirinya menggunakan SPM. Hal itu terjadi ketika ia mengurus pembayaran perawatan ayahnya yang saat ini sudah almarhum. “Saya sudah mengurus surat pernyataan tidak mampu, tapi sama rumah sakit masih disuruh bayar. Ya dengan terpaksa saya membayar, padahal saya ngurusnya ribet banget, seperti dipersulit gitu,†kata Mursid.
Hal serupa juga dialami Nur, asal Kwanyar. Nur mengaku pernah diminta membayar 200 ribu rupiah oleh oknum Dinas Kesehatan, saat mengurus kartu SEHATI milik keluarganya. “Iya, saya dimintai Rp 200.000, terima beres pake SEHATI oleh oknum pegawai Dinkes,†jawabnya setelah dikonfirmasi melalui telepon, beberapa waktu lalu.
Tidak hanya SPM dan kartu SEHATI yang bermasalah. Pasien dengan kartu BPJS yang setiap bulannya harus membayar iuran tepat waktu juga masih dimintai bayaran untuk dokter. “Saya masih dimintai bayaran, katanya fee untuk dokter, padahal saya sudah menggunakan kartu BPJS,†terang Fais, pasien asal Kwanyar.
Mata Madura berusaha untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak RSUD Bangkalan dan Dinas Kesehatan Bangkalan. Namun yang bersangkutan tidak bisa ditemui. Sambungan melalui telepon juga tidak mendapatkan respon. Masyarakat yang sakit dan membutuhkan perawatan hanya bisa berharap mendapatkan pelayanan yang semestinya, bukan malah mendapat kekecewaan.
Muhyi bercerita, sampai saat ini Dinas Kesehatan Bangkalan belum menganggap DKR Bangkalan sebagai mitra. Justru seakan-akan dianggap sebagai oposisi yang hanya menimbulkan masalah. “Tidak pernah ada komunikasi dengan kami, terkait perubahan aturan dan regulasi di Puskesmas atau RSUD Bangkalan. Sementara kami terus melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat dengan materi dan aturan yang lama,†ucap Muhyi.
Aktivis muda Bangkalan ini hanya bisa berharap agar Dinkes mampu memasyarakatkan setiap kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan publik. Sementara untuk RSUD ia berharap agar bisa meningkatkan pelayanan dengan konsep cepat, tanggap, peduli, santun dan melayani dengan hati tanpa diskriminasi. “Semoga untuk selanjutnya pihak-pihak terkait bisa selalu kooperatif dan bisa berkoordinasi dengan baik,†ungkapnya penuh pengharapan.
Hasin, Mata Bangkalan