MataMaduraNews.com–BANGKALAN-Beberapa hari terakhir, para pengemis dan gelandangan (gepeng), pengamen, dan anak jalanan (anjal) bertebaran di beberapa sudut kota Bangkalan. Mereka mengais sepotong penghidupan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dari pantauan Mata Madura, Kamal adalah salah satu titik paling strategis di Kabupaten Bangkalan yang dapat dijadikan tempat mangkal. Di lokasi itu, sedikitnya 8 orang pengemis yang masih berusia sekolah.
Nodi (11) salah satunya. Bocah yang mengaku berasal dari Desa Gilih, Bangkalan ini mengaku sengaja menegemis bersama keluarganya. Dulu, dia sempat mengenyam pendidikan formal SD yang hanya ditempuh empat tahun. “Aku dulu sekolah SD sampe kelas empat, tapi berhenti karena tidak punya biaya hidup,” ceritanya.
Bocah berperawakan kecil ini sudah tidak mau sekolah lagi. Ia lebih menyukai profesinya sebagai pengemis dan berjualan asongan yang sudah ditekuni sejak usia 9 tahun. Sekolah, menurutnya, hanya membuang-buang uang saja. “Lebih baik saya ngemis, bisa dapat uangâ€, tandasnya dengan logat bahasa Madura.
Kejadian serupa dialami Matus (6) yang mengaku berasal dari Kabupaten Sampang. Gadis belia ini mengemis sampe jam 10 malam. “Kalau pagi diantar smama-papa. Kalau sudah malam baru dijemput. Kalo gak dapat uang dipukuli,†akunya polos.
Dari informasi sejumlah penjaga warung di sekitar pelabuhan Kamal, rata-rata pengemis anak-anak tidak bersekolah. “Lama tidak ada penertiban mas,” ujar Siti, kepada Mata Madura.
Titik selanjutnya yang menjadi lahan penghidupan pengemis adalah tangkel. Daerah ini dianggap strategis karena menjadi pintu akses utama menuju jembatan Suramadu. Diperempatan lampu merah tangkel, terdapat sekitar sembilan pengemis. Tujuh diantaranya dari Bangkalan. Dan dua orang lainnya merupakan pengemis urban. “Di kota besar seperti Surabaya, pengemis sudah banyak. Jadi saya sengaja pindah saja kesini, biar bisa dapet uang lebih banyakâ€, ujar seorang pengemis anak yang mengaku berasal dari Surabaya.
Supriadi salah seorang petugas Satpol PP Bangkalan, mengaku selalu melakukan razia tiap satu minggu sekali. “Kalo dulu, kita razia tiap hari rabu. Sekali razia biasanya ada sepuluh personil dan bisa menangkap sekitar 4-7 gelandangan. Tapi sekarang sudah jarang,†ucapnya. Supriadi tidak tahu apa penyebab jarangnya razia. “Itu urusan orang atas. Kita hanya menjalankan mandat,†ujarnya. (eko)