Catatan Hukum: Marlaf Sucipto (advokat)
matamaduranews.com-Kelar sudah kasus yang menimpa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT). Perjalanan hidup dari salah seorang putera Kiai di Jombang, Jawa Timur.
Jauh sebelum kasus ini menjadi isu nasional, saya sudah mengerti agak banyak tapi tidak dalam sebab yang mengawal para korban adalah junior saya dulu di kampus, Anna Abdillah, adik Irfan Al Ayat; partner diskusi “jalanan” saat masih merintis Indonesia Belajar Institut (IBI) di Surabaya.
MSAT ini kini telah cukup bukti dalam dugaan tindak pidana kekerasan seksual. Statusnya tersangka dan berkas penyidikannya sudah dinyatakan lengkap alias P21.
Ikhwal narasi dari pihak yang pro dan andil melindungi MSAT sehingga ia tidak mudah dieksekusi oleh polisi, yang menyatakan bahwa kasus ini adalah fitnah, biar diuji oleh pengadilan dan sudah seharusnya menjadi fokus serius MSAT untuk menangkal dan/atau menyangkal hasil lidik-sidik polisi dari yang sebelumnya berbentuk opini di ruang bebas ke ruang sidang pengadilan dalam bentuk argumen akademis berbasis fakta dan data yang siap diuji.
Saya salut dan hormat pada cara, gaya dan pendekatan Kapolda Jatim dalam rencana mengamankan MSAT untuk diproses hukum walaupun oleh sebagian orang dinilai tidak tegas.
Kapolda Jatim, ibarat orang mau menangkap ikan, ia berusaha tidak mengkeruhkan air. Hal itu terlihat ketika beliau berkenan mengunakan pendekatan “inggah-inggih” dalam meyakinkan keluarga, utamanya ayah MSAT, agar MSAT diserahkan ke polisi.
Dari lima yang diduga korban MSAT, dua di antaranya memberikan keterangan ke publik melalui CNN Indonesia. Yang menarik menurut saya, keterangan salah satu korban yang sempat dipacari MSAT, disekap, disiksa, kemudian disetubuhi.
Pada saat upaya penyekapan, ada pihak lain yang andil, mereka bertindak atas perintah MSAT. Pihak lain ini menarik didalami, jika dilakukan dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan, mereka dapat dijerat dengan Pasal 55 KUHP karena “turut serta” dalam dugaan kejahatan yang telah diperbuat oleh MSAT. Baru bisa dimaklumi atau bahkan diposisikan sebagai saksi korban jika juga mengalami tekanan dan/atau tertekan secara tersirat, katakanlah karena yang memerintah sebab putera kiai, jadi apa pun yang diperintahkan terpaksa harus dipatuhi.
Sikap MSAT yang tidak kooperatif, dipanggil polisi mangkir, ditetapkan sebagai DPO, dihalang-halangi oleh keluarga dan orang-orangnya saat mau diamankan, adalah preseden buruk dalam penegakan hukum di republik ini.
Sehingga, pencabutan izin oleh Kemenag atas pesantren yang dikelola oleh keluarga MSAT adalah keputusan tepat dalam rangka menyampaikan pesan pelajaran kepada yang lain bahwa di republik ini tidak boleh ada yang mengangkangi hukum.
Atas nama apa pun. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang juga harus patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.