matamaduranews.com-SUMENEP-BPN-ATR Sumenep membuat berita acara pengukuran ulang terhadap lahan seluas 1.817 m2 yang berlokasi di Pinggir JL Raya Kalianget Timur, Selasa (7/7/2020).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Pengukuran ulang dilakukan BPN Sumenep setelah tanah Hak Milik Nomor 01, Surat Ukur No 425 yang berganti kepemilikan diklaim oleh warga yang menempati lahan tersebut.
Suasana di lokasi sempat memanas. Sejumlah warga yang menempati lahan tersebut menolak diukur oleh petugas BPN.
Mereka mengklaim memiliki bukti kepemilikan dengan pepel.
Sementara tanah yang ditempati sejumlah warga itu sudah bersertifikat dengan Nomor Hak Milik Nomor 01, Surat Ukur No 425 atas nama Faishol Bachabere.
Informasi yang dihimpun Mata Madura, menyebut, tanah yang diklaim milik warga yang menempati itu, berawal dari pemilik Tanah a/n Salim bin Mohammad At-Tamimi.
Pada 30 Oktober 1985, tanah seluas 1.817 m2 itu, dijual kepada Bapak Faishol Bachabere dengan bukti kwitansi.
Atas penjualan itu, kepemilikan sertifikat berganti kepada Faishol Bachabere.
Setelah Faishol Bachabere meninggal dunia, sertifikat tanah itu kembali dibalik nama ke istri almarhum, bernama Faslun Bagraf.
Karena pembaharuan sertifikat, BPN Sumenep akan melakukan ukur ulang peta bidang atas lahan Luas 1.817 m2 untuk istri almarhum bernama Faslun Bagraf.
Dari bukti pernyataan yang dibuat 1959, tertulis Sebelum transaksi penjualan, Abdullah Azis, putra Salim bin Mohammad At-Tamimi membuat perjanjian kepada:
1. Djumaidin
2. Sajuti
3. Simani
4. Pa’ Emat.
4 orang itu diberi ijin menempati lahan itu. Perjanjian itu dibuat tanggal 2 Juli 1959 yang disaksikan Kepala Desa Kalianget Timur, Achmad Naimu.
Isi perjanjian itu, “bila dari sekarang tanah tersebut akan ditempati sendiri, maka kuasa dari tanah tersebut memberi tempo pada orang orang yang nempati selama 3 bulan untuk meninggalkan tanah egendom tersebut,’.
“Pemilik akan menuntut selama beberapa tahun ditempati dengan direken kerugian tempat. Per tempat diputuskan Rp 15,- (lima belas rupiah) per bulan,”.
Selain itu, dalam perjanjian itu juga diterangkan akan menuntut bagi siapa yang secara tidak resmi menempati tanah egendom. Yaitu dengan zonder izin pemilik kuasa tanah egendom, yang berada di Jawa Timur. Juga akan ditanggungkan semua perongkosannya dari biaya biaya tuntutan perkara.
Nah, saat akan dilakukan pengukuran ulang oleh BPN, ahli waris ke-4 orang yang menempati (Djumaidin, Sajuti, Simani dan Pa’ Emat) itu, menolak.
Mereka berdalih memiliki bukti kepemilikan yang sah dan telah berpuluh tahun menempati lahan itu.
Karena cekcok dan khawatir menimbulkan keonaran, petugas ukur BPN Sumenep yang datang ke lokasi membuat Berita Acara.
Salah satu isi berita acara itu adalah akan mengagendakan ukur ulang.
Sementara itu, Kepala Desa Kalianget Timur, Purnanto kepada wartawan yang menemui menjelaskan, problem lahan yang disengketakan sudah lama terjadi.
Kata Kades, Abd Muhi Kurtowijoyo, pihak yang menempati pernah menggugat BPN Sumenep.
Namun, BPN Sumenep menang dalam putusan Mahmakah Agung.
“Ya, mereka sama-sama memiliki bukti kepemilikan. Pihak Abd Muhi Kurtowijoyo (yang menempati lahan) pegang pepel sedangkan pihak Fairuziyah (ahli waris) pegang sertifikat kepemilikan,” ucap Kades Purnanto.
Apakah masih bisa diupayakan untuk diselesaikan secara kekeluargaan?
“Sudah tidak bisa, mereka harus menyelesiakan secara hukum atau indvidu. Harus diselesaikan di pengadilan,” terangnya
“Apapun nanti keputusan pengadilan, ya mereka harus legowo harus menerima segala keputusan,”.
Bahri, Mata Madura