matamaduranews.com-Sumenep lagi sakit. WHO sudah mendengar. Yang terjangkit campak ribuan orang.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!1.944 kasus campak. 12 di antaranya, anak balita meninggal dunia.
Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk Sumenep—sekitar 1,1 juta—angka itu setara 176 kasus per 100 ribu orang.
Angka itu melebihi ambang batas WHO. Yang hanya 5 kasus per 100 ribu. Artinya: situasi di Sumenep sudah masuk wabah serius.
Wajar, Dinas Kesehatan Sumenep langsung menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Bupati Fauzi juga menggaungkam vaksinasi massal.
Selama ini kita sibuk memadamkan api. Setelah api membesar. Kita baru datang. Baru ramai setelah korban jatuh. Baru sibuk setelah angka naik.
Di luar sana. Wabah bisa diprediksi. Bahkan bisa dicegah lebih awal.
Kata kaum mistis. Gejala alam punya makna. Jika ditarik ke dunia ilmiah. Contoh BMKG yang menerapkan. Mendeteksi berbagai fenomena alam dan kondisi cuaca.
BMKG itu menggunakan berbagai alat dan teknologi. Termasuk seismometer untuk mendeteksi gejala gempa bumi dan tsunami. Alat meteorologi untuk memantau cuaca.
Dalam dunia medis. Teknologi apa yang bisa membaca fenomena medis?
Mari kita review yang dilakukan WHO. Saat ia mengeluarkan peringatan akan ada Covid pada 2019.
Sebelum WHO mengeluarkan peringatan dini soal Covid-19. BlueDot membuat prediksi. Akan ada penyebaran COVID-19. Temuan BlueDot yang dijadikan referensi oleh WHO.
BlueDot adalah perusahaan teknologi kesehatan di Toronto, Kanada. Dari sana platform kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi, memantau, dan memprediksi penyebaran penyakit menular secara global dipantau.
BlueDot menggunakan kombinasi AI, pembelajaran mesin (machine learning), dan analisis data besar (big data) untuk memberikan peringatan dini tentang potensi wabah penyakit.
Hasil kajian BlueDot sangat membantu pemerintah, organisasi kesehatan, dan sektor swasta dalam merespons ancaman kesehatan masyarakat.
Nah…apa yang dilakukan BlueDot itu pernah dipraktekkan oleh mahasiswa Jogja. Sayang riset-nya sebatas konsumsi tayang di jurnal nasional. Sebagai syarat kelulusan sarjana.
Riset itu dilakukan di Sumenep, pada tahun 2023. Riset sederhana nya: membaca data pasien se Kabupaten Sumenep menggunakan algoritma FP-Growth.
Maka judulnya: Penerapan Association Rule terhadap Diagnosa Penyakit menggunakan Algoritma Frequent Pattern Growth.
FP-Growth semacam penambangan data (data mining). Mahasiswa itu manfaatkan FP-Growth untuk menemukan pola atau asosiasi yang sering muncul dalam kumpulan data besar (frekuensi itemset).
FP Growth bekerja dengan membangun struktur pohon (FP-Tree) untuk menyimpan informasi tentang itemset yang sering muncul. Ujungnya bisa menjadi referensi keputusan medis.
Hasil penelitian itu masih belum dikembangkan menggunakan sistem berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML).
Meski belum diupgrade ke AI. FP-Growth juga bisa memprediksi wabah. Sama dengan AI yang dapat memprediksi wabah penyakit menular .
Hanya bedanya: teknologi AI bisa membaca secara real-time. FP-Growth tanpa real-time membaca data. Ia bekerja pada dataset yang sudah terkumpul (offline), seperti rekam medis atau laporan kesehatan.
FP-Growth fokus pada pola hubungan antar variabel. Seperti gejala dan diagnosis.
Sementara AI bisa memprediksi kejadian masa depan. Dengan model prediktif berbasis machine learning lainnya.
AI dapat memproses data besar dengan cepat, mengidentifikasi pola yang tidak terlihat oleh manusia, dan memberikan prediksi dengan akurasi tinggi.
Seperti kasus campak di Sumenep. Solusi jangka panjang bukan membuka posko darurat. Kuncinya ada di data.
Kita sudah punya rekam medis. Kita sudah punya catatan pasien. Sayang jika data itu masih tidur.
Di dunia luar. Data itu berharga. Data bisa menjadi fondasi untuk pengambilan keputusan.
Data adalah kumpulan fakta, angka, atau informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Dalam dunia medis, rekam medis itu data. Perlu dicolokkan ke data mining. Untuk proses menggali pola, korelasi, atau informasi tersembunyi dari dataset besar menggunakan AI atau ML.
Atau lebih sederhana, pakai teknik seperti Association Rule dan algoritma FP-Growth. Bisa mengungkap pola tersembunyi
Pola asosiasi itu membantu mengenali kombinasi gejala atau faktor risiko (misalnya, demam tinggi dan ruam → campak)..
FP-Growth lebih cepat membaca pola-pola untuk membantu dalam pengambilan keputusan medis, memberikan rekomendasi diagnosa, atau mengembangkan sistem diagnosis berbasis gejala.
Jika Pemkab Sumenep mau mengembangkan dalam sistem berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML). Atau memanfaatkan FP-Growth dalam membaca hasil diagnosa penyakit.
Itu merupakan inovasi nyata yang berdampak langsung.
Bukan inovasi yang sekedar mendapat award.