matamaduranews.com–SUMENEP-Faisal Muhlis, mantan anggota Pansus Pilkades Sumenep punya cerita ketika DPRD membahas Perda 03 Tahun 2019 yang ditetapkan 23 Agustus 2019. Dua hari setelah anggota DPRD Sumenep baru dilantik, 21 Agustus.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Mantan Wakil Ketua DPRD Sumenep kepada Mata Madura, Senin malam (26/8/2019) mengatakan, Perda 03 yang mengatur pelaksanaan Pilkades serentak Sumenep itu, sejatinya sudah lama dibahas oleh DPRD.
Kenapa baru ditetapkan 23 Agustus? Faisal menerangkan, setelah Raperda seĺesai dibahas oleh Pansus, lalu dikirim ke Gubernur Jatim untuk dievaluasi.
“Nah setelah hasil evaluasi Gubernur turun, baru DPRD menjadwal untuk penetapan Perda dalam paripurna DPRD,” terang politisi PAN ini.
Faisal menilai, substansi Perda yang baru, sama dengan isi Perda yang lama. Sebab, katanya, Perda 03/2019 juga mengacu pada UU 6/2014 dan PP 43/2014.
Anggota dewan tiga periode ini, menyebut jika para anggota Pansus Pilkades sempat mempersoalkan tentang skoring yang kini menjadi kontroversi.
“Pansus sempat ingin memasukkan klausul yang tidak deskriminatif. Tapi hasil konsultasi dari Pemprov maupun Pemerintah Pusat dilarang. Alasan mereka, Perda sifatnya non teknis. Sedangkan teknis bisa dituangkan dalam Perbup,” sambungnya.
Secara pribadi, Faisal menyayangkan isi Perbup Pilkades yang penuh kontroversi. “Secara tidak langsung, adanya Perbup penuh kontroversi itu, bisa menggerus elektabilitas bupati secara politis,” sebut Faisal.
Dalam pandangan Faisal, sejatinya penduduk pribumi dan non pribumi dalam skoring harus berbeda.
“Misal, skor 20 untuk warga asli. Dan skor 2 ato nol untuk warga luar. Sebagaimana skor untuk pendidikan, pengalaman dan usia,” ucap Faisal.
Usulan Faisal itu, sebatas ingin memberikan penghargaan bagi warga setempat yang ingin mengabdikan diri ke desanya. Termasuk, ingin memberi penghargaan bagi yang berijazah S2 dan mantan Kades. Serta Ketua BPD, skornya lebih tinggi dari yang berijazah SMP dan tidak berpengalaman.
Apakah skoring itu masuk mengurangi hak-hak seseorang? “Saya kira tidak, ya. Karena penilaian itu berdasar kriteria, kategori dan kualifikasi. Jadi bisa bedakan dengan penghambatan tanpa dasar yang jelas,” pungkasnya.
Hambali Rasidi