AMPLOPÂ bisa membawa berkah, tapi amplop bisa mengakibatkan musibah.
Gegara isu amplop, Suharso Monoarfa didongkel dari posisinya sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Konflik internal partai pecah lagi, dan seperti biasanya akan berbuntut dualism dan saling gugat di antara elite partai.
PPP tidak pernah sepi dari konflik internal. Bahkan, bisa disebut bahwa PPP adalah partai dengan pengalaman konflik internal paling banyak dalam sejarah pembentukannya.
Pendongkelan Suharso Monoarfa kali menunjukkan bahwa ada api dalam sekam yang tidak terlihat dari luar.
Kepemipinan Suharso yang terlihat baik-baik saja ternyata keropos di dalam. Hanya dengan satu isu ‘’amplop kiai’’ saja seorang ketua umum bisa didongkel dengan relatif mudah dan dalam waktu singkat.
Insiden ini membuka spekulasi bahwa kepemimpinan Suharso tidak mengakar, atau kepemimpinannya tidak mendapatkan dukungan dari elite partai maupun akar rumput partai.
Sejak terbentuk dari penggabungan partai-partai berazas Islam di era Orde Baru 1970, partai ini menjadi langganan konflik internal.
Tradisi konflik internal terus berlangsung sampai dengan orde reformasi. Sekarang tradisi itu muncul lagi dan hampir bisa dipastikan bukan konflik internal yang terakhir.
Karena seringnya terjadi perpecahan internal dan tidak ada persatuan, partai ini tidak bisa membangun soliditas di antara para elite dan dengan pendukung di akar rumput.
Partai ini pun diledek sebagai partai yang tidak pernah bersatu dan tidak pernah membangun, meskipun namanya partai persatuan pembangunan.