MataMaduraNews.com–SUMENEP-Ketika Anda mendengar kerapan sapi, ingatan pasti langsung tertuju ke Pulau Madura. Tahukah Anda, jika semua sapi kerap itu berasal dari Pulau Sapudi. Ya, Pulau Sapudi memang dikenal oleh para pecinta kerapan sapi sebagai tempat bibit unggul sapi kerap. Dan semua sapi kerap yang meraih juara dari tingkat kabupaten hingga eks Karesidenan Madura, pasti berasal dari Pulau Sapudi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Pulau Sapudi sejak dulu memang dikenal sebagai pulau yang memiliki banyak populasi sapi. Entah sapi ternak, sapi salon atau sapi sonok maupun sapi kerap. Bahkan ada yang menyebut, jumlah warga Sapudi kalah dengan populasi sapi. Tapi, sebutan itu hanya ungkapan dari jumlah sapi yang dikirim ke luar pulau, setiap tiga kali dalam seminggu. Sementara populasi sapi terus bertambah alias tidak habis.
Pulau Sapudi, terdiri dari dua kecamatan, Kecamatan Gayam dan Nonggunong. Kecamatan Gayam terdiri sepuluh desa. Di Kecamatan Gayam jumlah warganya mencapai 45 ribu. Sedangkan Kecamatan Nonggunong terdiri delapan desa, jumlah warganya sekitar 15 ribu. Sementara populasi sapi di Sapudi, berdasar data Dinas Peternakan Sumenep, pada tahun 2013 mencapai 50.000 ekor.
Bisa jadi, jumlah warga Sapudi yang terdata itu kalah dengan populasi sapi. Sebab, hampir separuh warga Sapudi merantau ke Jakarta, Bali, Malaysia dan Kalimantan. Kesehariannya, pasti kalah dengan populasi sapi yang mencapai 50 ribu ekor. Sapi itu, tetap berdomisili di Sapudi.
***
Beberapa bulan terakhir, warga Sapudi lagi demam kerapan kambing. Saking demam kerapan kambing, harga kambing kacang_yang menjadi kambing kerap_langsung melonjak tinggi.
Sebelum demam kerap kambing, harga kambing kacang hanya sekitar Rp 350 ribu. Paling mahal Rp 750 ribu. Saat ini, harga kambing kacang di rumah-rumah warga paling murah Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta.
Yang lagi menjadi pembicaraan warga saat ini, ada kambing kacang seharga Rp 20 juta. Kambing itu, diberi nama Pajero, milik Encung-panggilan akrab Miftahol Arifin. Usut punya usut, ternyata kambing itu baru meraih Juara 1 dalam kerapan kambing di Sapudi. Pembelinya, Hendri-pecinta kambing kerap asal Pangarangan, Sumenep.
â€Alhamdulillah, ada rezeki. Kambing itu, saya beli Rp 2,5 juta ke orang Gendang,†ucap Encung saat ditanya awal mula dapat kambing kerap, Rabu (07/12/2018).
Lalu Encung bercerita saat kambing itu dibeli. Ketika itu, kambing tersebut kalah dalam lomba kerapan kambing di Ombaran, Gendang Timur. Namun, Encung mencium potensi juara dalam kambing itu. Sehingga saat banyak orang melirik ke kambing yang meraih juara, Encung malah mencari kambing yang kalah. Sebab dalam keyakinannya, kambing itu memiliki potensi juara.
Insting memilih bibit kambing kerap, bukan kali itu saja. Sehari-hari Encung dikenal sebagai pemilik sapi kerap yang sering meraih juara. Dan sapi kerap yang ia beli berasal dari sapi kerap yang kalah. Karena memiliki insting dan keyakinan, sapi kerap yang kalah ia beli. Lalu pemilik sapi itu diminta untuk merawat hingga lomba sapi kerap selanjutnya. Dan berhasil meraih juara.
â€Saya pernah beli sapi kerap 1 ekor seharga Rp 15 juta. Karena tak punya uang, saya kasih DP Rp 250 ribu, janji lunasi 1,5 bulan berikutnya. Lalu saya cari 1 ekor pasang lainnya saat ada tren kerapan sapi. Dua minggu berikutnya, saya menemukan sapi yang bisa dipasangkan. Pemilk sapi itu, minta Rp 18 juta. Saya kasih DP Rp 1 juta. Dan sisanya, saya janji sebulan berikutnya. Alhamdulillah, tidak sampai sebulan ada lomba kerapan, sapi kerap saya dapat juara lalu ada yang nawar Rp 140 juta. Dari penjualan itu, saya bisa lunasi ke pemilik sapi. Dan sisa uangnya, saya belikan beberapa pasang sapi kerap,†ceritanya, kepada MataMaduraNews.com.
Jika harga kambing kerap milik Encung laku Rp 20 juta, lain lagi dengan kambing kerap milik Zam-panggilan akrab Zairanil Multazam. Kambing kerap miliknya menjadi Juara 3 lomba kerap di Gayam. Selang beberapa hari, ada yang nawar Rp 7,5 juta. Pembelinya pecinta kambing kerap asal Sumenep bernama Rauf.
Zam baru kali pertama punya kambing kerap. Sehari-hari, Zam menjadi guru honorer di SMA Gayam.
â€Awalnya saya iseng saja. Karena di Sapudi sedang trending kerapan kambing, ya…saya coba beli. Harganya waktu itu Rp 1,5 juta. Alhamdulillah dalam lomba kemarin, kambing kerap saya juara tiga,†ucapnya.
Cerita kambing kerap seharga Rp 80 juta juga ada. Kata Encung, kambing kerap bernama Kendedes milik pecinta kambing kerap asal Sampang ditawar Rp 80 juta. Namun, pemilik mematok harga Rp 100 juta.
Kerapan kambing lagi trending di Sumenep. Saban minggu ada lomba kerapan di Bluto dan Saronggi secara bergilir. Jika dilihat dari hadiah lomba, tentu tak sebanding dengan harga kambing kerap dan biaya perawatan. Itulah nilai sebuah hobi yang tak bisa diukur dari kacamata ekonomis.
***
Efek dari demam kerapan kambing ternyata memiliki dampak ekonomi secara domino bagi warga Sapudi. Selain harga kambing warga Sapudi melonjak naik, kebutuhan untuk merawat kambing kerap, juga berefek. Seperti cerita Zam, saban hari ia harus mengeluarkan uang untuk membeli telor dan pakan khusus. Karena banyak yang mencari telor ayam kampung, pasar ekonomi berlaku.
â€Sekarang harga telor ayam mahal. Kalau sebelumnya Rp 1.500 per biji, sekarang bisa Rp 3 ribu per biji. Itu pun telor langka. Kalau langka, harga bisa naik,†cerita Zam.
Selain perawatan kambing kerap yang butuh jasa orang, saat latihan juga mengeluarkan biaya. Pengeluaran itu untuk konsumsi dan biaya jasa orang-orang yang membantu hingga kerapan kambing selesai. Jasa rawat kambing kerap ternyata bisa memeri penghasilan tambahan.
â€Sebenarnya hobi saja saya memelihara kambing kerap. Beruntung, kambing saya jadi juara walau urutan ketiga. Cukuplah balik modal dan biaya perawatan kambing,†sambung Zam.
Dari hasil jual kambing kerap itu, Zam bercita ingin merawat ibunya yang lagi sakit. Sisa uang itu ia akan dijadikan modal untuk membeli kambing kerap. Namun, kosentrasi Zam terpecah karena harus merawat ibunya yang lagi dirawat di Puskesmas Gayam.
“Ya..semoga saja ada rezeki, sehingga saya dipertemukan dengan kambing kerap yang bagus,†ucapnya saat bincang-bincang dengan MataMaduraNews.com di sela-sela mendampingi ibunya di Puskesmas Gayam, Kamis (08/02/2018) siang.
 Hambali Rasidi, Mata Madura