Pendidikan

Halaman Dapur dan Garasi Mobil di Balik Pesatnya TK Islam Plus Salafiyah Syafi’iyah Bangkalan

×

Halaman Dapur dan Garasi Mobil di Balik Pesatnya TK Islam Plus Salafiyah Syafi’iyah Bangkalan

Sebarkan artikel ini
Foto Bersama Wisudawan-Wisudawati TK Islam Plus Salafiyah Syafi'iyah Kelurahan Kemayoran, Bangkalan. (Foto Istimewa)

 

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

 

TK Islam Salafiyah Syafi’iyah Bangkalan memiliki cerita yang unik. Tidak seperti lembaga pendidikan pada umumnya yang membuka pendaftaran peserta didik ketika akan didirikan, TK milik istri mantan wakil bupati Bangkalan itu sempat tidak mau menerima calon siswa.

 

Foto Bersama Wisudawan-Wisudawati TK Islam Plus Salafiyah Syafi'iyah Kelurahan Kemayoran, Bangkalan. (Foto Istimewa)
Foto Bersama Wisudawan-Wisudawati TK Islam Plus Salafiyah Syafi’iyah Kelurahan Kemayoran, Bangkalan. (Foto Istimewa)

MataMaduraNews.comBANGKALAN – Fasilitas yang tidak memadai dan tak adanya niatan mendirikan TK adalah cerita unik sekaligus alasan penolakan peserta didik TK Islam Salafiyah Syafi’iyah yang berada di daerah Bujahan, Kelurahan Kemayoran, Bangkalan, hampir dilakukan. Namun karena semangat masyarakat sekitar untuk menitipkan putra-putri mereka sangatlah besar, membuat Hj Djumatul Cholisoh berpikir keras untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan masyarakat kepadanya.

”Awalnya sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2007, Devi Sriani, kader saya di Fatayat membawa satu orang anak yang sedang menangis karena ingin ikut kakaknya ke sekolah. Ya sudah, tanpa berpikir panjang saya terima dan saya kumpulkan dengan satu anak saya dan satu keponakan saya, sehingga berjumlah tiga orang dan bermain bersama di depan dapur,” katanya seraya menunjukkan tempat di mana 3 orang anak dimaksud dulu ditempatkan untuk bermain.

Ternyata, keesokan harinya peserta didik malah bertambah sehingga menjadi 7 orang anak. Dan baru satu bulan berjalan jumlahnya sudah mencapai 13 anak. ”Jadinya halaman di depan dapur sudah tidak cukup luasnya, maka saya pindah ke teras depan,” terang istri KH Syafik Rofi’i itu medio Juni lalu.

13 anak tersebut kemudian dipisah menjadi dua kelompok berdasarkan usia. 3 anak yang usianya sudah waktunya TK ditangani sendiri, sedangkan sepuluh anak yang masih berusia kelompok bermain dipasrahkan kepada Devi Sriani dengan metode bermain menggunakan media balok. Baik balok yang berbentuk huruf hijaiah maupun balok yang berbentuk abjad yang selanjutnya dirangkai menjadi kata-kata menjadi media waktu itu.

Seiring berjalannya waktu, anak didik yang semula berjumlah 13 kemudian meningkat menjadi 33. ”Waktu itu saya ada acara ke Jakarta dan sudah saya berpesan kepada Devi Sriani selaku tenaga pendidik untuk tidak menambah peserta didik karena belum ada fasilitas yang memadai,” tuturnya. ”Namun apa mau dikata, setelah saya pulang dari Jakarta peserta didik sudah bertambah menjadi 33 siswa,” tambah istri mantan wakil bupati Bangkalan tersebut.

Selanjutnya, secara berkala pada setiap tahun jumlah siswa TK Islam Salafiyah Syafi’iyah terus bertambah. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 103 siswa dan dibagi menjadi 4 kelompok dengan 8 orang tenaga pendidik. Masing-masing memiliki 2 orang guru perkelas, dibantu oleh seorang wakil kepala sekolah sebagai  administrasi, satu orang sebagai tenaga humas, aset dan keuangan, serta satu orang lagi sebagai TU. ”Jadi semuanya ada 13 orang,” katanya sambil menjelaskan tugas dari masing-masing tenaga pendidik dan kependidikan.

Tetapi, cerita unik dari TK Islam Salafiyah Syafi’iyah tersebut tak berhenti di sejarah berdiri saja. Karena ternyata, kelas yang kini dijadikan tempat belajar dan bermain juga bukanlah sebuah bangunan untuk belajar. Melainkan, ”Awalnya garasi mobil. Karena anak-anak tidak memiliki tempat untuk belajar, akhirnya garasi mobil yang kita renovasi sehingga menjadi seperti saat ini,” ungkap perempuan yang masih termasuk keluarga besar Syaichona Muhammad Cholil tersebut.

Ia berharap, ke depan lembaganya tetap berjalan dengan baik dan kualitas peserta didiknya juga semakin baik. ”Selain itu, mereka juga harus sudah mengenal Ahlussunnah wal Jamaah dari sejak dini,” tuturnya mengakhiri perbincangan dengan Mata Madura.

| hasin/rafiqi