Berita Utama

Kehidupan Sufi: Dari Asketisme Menjadi Organisasi Tarekat

×

Kehidupan Sufi: Dari Asketisme Menjadi Organisasi Tarekat

Sebarkan artikel ini

Pada masa sahabat dan tabi’in, gerakan Sufi belum muncul secara formal. Pada abad I dan II hijriah ini, titik tekan ajaran Sufi adalah kehidupan zuhud (asketisme). Nilai-nilai asketisme dipraktekkan secara individu yang memusatkan ibadah. Gerakan pencari Allah ini, tidak meperdulikan apa yang mau dimakan dan apa yang mau dipakai. Termasuk tempat tinggal juga diabaikan.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Praktek kehidupan Rasul Saw menjadi pusat perhatian generasi Sufi abad I dan II H. Aktivitas Rasul Saw sebelum menerima wahyu yang selalu menyepi ke Gua Hira menginspirasi para zahid untuk selalu memusatkan orientasi ukhrawi.

Para peneliti tasawuf, menyebut sosok Hasan al Bashri awal mula yang secara terang benderang mempraktekkan ajaran asketisme untuk membiasakan perut lapar, menjauhkan diri dari keramain duniawi.

Selain Hasan al Bashri (21 H/641 M), ada Rabiah al-Adawiyah (96 H) sebagai Sufi perempuan yang memperkenalkan ajaran mahabbatullah (cinta Ilahi) sebagai etape meraih Nur Ilahi.

Konsep mahabbatullah yang dicetuskan Rabi’ah banyak menekankan pada totalitas pengabdian kepada sang khalik (Allah Swt) sebagai penguasa alam. Nilai pengabdian cinta Rabi’ah diungkap dalam untaian doa-doa dan kata cinta yang penuh makna dan hakikat dari sekadar kata cinta lisan. Konsep mahabbatullah, ia praktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan sabar dan ikhlas menjalani kehidupan dunawi yang penuh tipu daya dan senda gurau.

Selain dua sosok Sufi awal di atas, ada Malik bin Dinar (w.131 H) yang juga santri sahabat Nabi Saw, Anas bin Malik dan Hasan al Bashri. Malik dikenal sosok yang kuat menghindar dari kesenangan duniawi. Berulangkali ia dirayu untuk menikmati kesenangan duniawi tapi berhasil ia tolak. Keberpalingan kehidupan duniawi Malik bin Dinar setelah tobat dari kebiasaan mabuk-mabukan dan berguru ke Anas bin Malik dan Hasan al Bashri.

Pada pada abad III dan IV hijriah, baru dimulai kajian kajian tasawuf falsafi. Obyek, metode dan tujuan tasawuf terpisah dari ilmu fiqh. Para salik (pejalan) mulai diperkenalkan metode dan pengetahuan intuisi, kasyf, dan rasa (dzauq). Para mursyid memperkenalkan simbol-simbol dalam mengungkapkan etape pencapaian atas laku amaliyahnya.

Ahmet T. Karamustafa dalam Sufism the Formative Period menyebut, pada abad ketiga hijriyah/ kesembilan masehi, kajian tasawuf mulai ada bentuk. Kehidupan Sufi di periode ini, menjadi awal masa keemasan tasawuf. Para sosok Sufi menjadi panutan para sufi setelahnya.
Salah satu bukti kegemilangan sufi di abad ketiga hijriyah adalah muncul organisasi tarekat sufi, seperti tarekat Tayfuriah yang dinisbahkan kepada Abu Yazid Al-Bustami, Tarekat al-Hallajiah yang dinisbahkan kepada Mansur al-Hallaj dan lain-lainnya.

Untuk karya para Sufi di periode ini selalu menjadi referensi utama dalam kajian tasawuf saat ini. Seperti, kitab al-Luma’ sering disebut kitab tertua tasawuf karya Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi (w. 378 H). Kitab Qut Al-Qutub yang menekankan keabsahan doktrin dan praktek Sufi karya Abu Thalib al-Makki (w. 386 H). Kitab al-Ta’aruf li Mazhub ahl at-Tasawuf karya syech Abu Bakar al-Kalabazi.
Di awal kebangkitan organisasi tarekat ini, kehadiran kelompok persaudaraan atau perguruan antar Sufi berada di rumah-rumah pribadi para mursyid atau syech.

Dalam perkembangannya, pada abad 5 H atau abad 13 Masehi, aktivitas organisasi tarekat mulai menggunakan tempat-tempat khusus sebagai tempat pertemuan.

Annemarie Schimmel dalam Mystical Dimension of Islam, menggambarkan pusat aktivitas tarekat di era itu sengaja disediakan oleh para khalifah Islam. Selain itu, para saudagar kaya juga terlibat pendanaan membangun masjid, perpustakaan dan pemondokan bagi para salik. Semua kebutuhan dipenuhi. Tempat-tempat para salik menjamur di jazirah Arab dan wilayah kekuasaan Islam.

Namun, istilah organisasi tarekat satu kota berbeda. Seperti Mesir organisasi tarekat disebut khanqah atau zawiya. Orang Turki menamakan sebagai tekke. Di Afrika Utara tempat padepokan salik disebut ribath sebagai bentuk komunikasi persaudaraan sufi dalam menyebarkan ajaran Islam. Di anak-benua India, pusat pertemuan sufi dan salik disebut jama’at khanqah.

BERSAMBUNG…..